Sudah hampir sepuluh bulan dan dalam hitungan kalender tahun ajar dua semester sudah sektor pendidikan (tinggi) dipaksa oleh kondisi pandemi Covid-19 menjalankan kegiatan belajar dan mengajar menggunakan sistem Daring (online), lepas dari masih ada (banyak) kekurangan dan kelemahan pembelajaran Daring di Indonesia saat ini baik dilihat dari sisi teknis mapun non-teknis nya, sistem pembelajaran Daring menjadi satu-satunya alternatif yang layak dan dapat dipertanggung jawabkan keberadaannya.
Persoalan yang mengemuka saat ini adalah apakah sudah saatnya kegiatan pendidikan (di semua jenjang) boleh “Back to School?” Inilah yang masih menjadi bahan “diskusi” antar pemangku kepentingan. Ada surat keputusan bersama (SKB) empat menteri (Kemendikbud, Kemenag, Kemenkes, Kemendagri) tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran TA 2020-2021 di masa pandemi Covid-19. Silakan klik di link SKB 4 Menteri
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan pembelajaran dengan sistem tatap muka di tengah kondisi pandemi di sekolah mulai tahun ajaran genap 2020/2021.
“Pemerintah pada hari ini melakukan penyesuaian kebijakan, untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, kanwil, atau kantor Kemenag untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangannya,” ujar Nadiem dalam telekonferensi pers di Jakarta, Jumat (20/11).
https://www.voaindonesia.com/a/mendikbud-pembelajaran-tatap-muka-mungkin-dimulai-tahun-ajaran-genap-2020-2021/5670405.html
Ada banyak alasan atau petimbangan mengapa pada akhirnya ada penyesuaian-penyesuaian kebijakan yang dikeluarkan dalam upaya di satu sisi proses dan kegiatan belajar mengajar tetap dapat berjalan dengan efektif dan efesien di tengah pandemi ini dengan tentunya mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan masyarakat pada umumnya, artinya pilihan dan keputusan tetap harus diambil (tanpa ada yang merasa dikorbankan dan menjadi “korban”).
Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) untuk menunda rencana belajar tatap muka di Januari 2021. Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, penundaan belajar tatap muka yang diminta bukan tanpa alasan, karena kasus Covid-19 yang terus meningkat di akhir-akhir ini.
Ada anggapan (berbagai pihak) bahwa surat keputusan bersama (SKB) empat menteri tidak tegas dengan diksi memperbolehkan belajar tatap muka dan menyerahkan begitu saja kepada pemerintah daerah (Pemda). Hal ini mungkin bisa juga diterjemahkan bahwa tidak semua atau (ada) beberapa daerah sudah menyatakan dan dinyatakan berstatus Zona Hijau merasa sudah aman untuk melaksanakan pembelajaran dengan tatap muka dan tetap memenuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
“Akan terlalu spekulatif dan sangat berbahaya, bila Kemendikbud dan Pemda memperbolehkan belajar tatap muka di sekolah mulai awal Januari 2021,” pernyataan ini disampaikan Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim
https://www.kompas.com/edu/read/2020/12/28/141242371/p2g-minta-kemendikbud-tunda-belajar-tatap-muka-di-2021
Peran dan pemikiran orang tua peserta didik menjadi sangat penting dan dibutuhkan manakala mereka masih menghendaki putra-putrinya tidak dilepas begitu saja untuk “kembali ke bangku sekolah” belajar secara tatap muka, aspek perlindungan keselamatan dan kesehatan menjadi faktor utamanya untuk mendorong agar proses/kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring. Dan sudah menjadi kewajiban pemerintah lah dan para pemangku kepentingan lainnya khususnya sekolah/institusi/lembaga pendidikan memberikan fasilitas pembelajaran jarak jauh (PJJ) Daring ini dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Kebijakan belajar tatap muka kalaupun ini dijalankan harus melalui tahapan yang ketat (rekomendasi dari pemerintah daerah atau Kan Wil Kementerian Agama, Komite Sekolah dan Orang Tua peserta didik. Pelaksanaannya bisa secara bertahap dan tidak harus serentak dalam setiap Kabupaten/Kota, bisa dimulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan secara berjenjang, semuanya tergantung pada keputusan pemerintah daerah masing-masing.
Sekali lagi orang tua peserta didik mempunyai hak penuh untuk turut memikirkan kelanjutan dan menentukan kapan putra-putrinya dapat “kembali ke bangku sekolah” atau tetap harus menjalankan sistem proses dan melakukan kegiatan belajar mengajar jarak jauh dengan DARING dari rumah saja.
Silakan lihat juga tayangan berita ini
Bagaimana menurut pandangan dan pemikiran Anda……….?