PROBLEMATIKA PENATAAN RUANG DI INDONESIA

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang mana hal ini merupakan sebuah prinsip dasar di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Berdasarkan pada ketentuan pasal tersebut pada suatu sisi mengkukuhkan keberadaan daerah sebagai bagian nasional, namun pada di sisi lainya memberikan sebuah stimulan bagi pemerintah daerah untuk dapat mengartikulasi semua kepentingannya, termasuk terhadap perihal penataan ruang di suatu daerah yang telah diatur pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa ruang merupakan sebuah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Namun sebagaimana kita ketahui bahwa didalam penyelenggaraannya, penataan ruang di Indonesia masih banyak ditemui beberapa permasalahan didalam penyelenggaraan sistem penataan ruang di Indonesia seperti permasaalahan kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan ruang. Dampak dari hal ini adalah terhambatnya pembangunan daerah-daerah di Indonesia dan mengakibatkan perkembangan pada suatu daerah yang menjadi lamban dan tidak begitu efektif.
Beberapa persoalan yang kerap ditemui dalam penyelenggaraan sistem penataan ruang di Indonesia, seperti masalah kebijakan dan integritas Kepala Daerah didalam mengambil sebuah kebijakan dan integritas para kepala daerah sangat berpengaruh terhadap keberadaan dokumen tata ruang baik Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDRT), hal ini biasanya dikarenakan tidak adanya sinkronisasi terhadap RTRW Provinsi dengan RTRW Kabupaten/Kota. Persoalan ini disebabkan karena kebijakan dari para pemimpin daerah kabupaten/kota tersebut terkadang masih banyak yang belum menyusun RTRW yang sesuai dengan undang-undang dan peraturan pemerintah tentang penata ruangan yang berlaku. Sepertihal nya sebuah contoh mengenai sebuah daerah yang mana masih terdapat masyarakat hukum adat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan lebih memprioritaskan aturan adat yang berlaku pada adaerah tersebut, maka tentunya hal ini dapat menimbulkan sebuah gesekan terkait dengan hak kepemilikan lahan dan pengelolaan lahan pada daerah yang merupakam kawasan adat.
Berkaitan dengan hal tersebut dibutuhkan perhatian yang cukup serius untuk dapat mengakomodir kearifan lokal yang ada berkaitan dengan masyarakat hukum adat yang mana telah lebih dahulu terdapat hukum yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat tersebut serta pemerintah harus dapat mengakomodirya untuk dapat melestarikan kearifan lokal yang ada. Pola ini harus menumbuhkan sebuah mainset yang mana semula pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan, dapat diubah menjadi pembangunan sosial budaya, ekonomi dan lingkungan berbasis kepada kearifan lokal dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun disisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat permasalahan lain yang cukup serius yang dilakukan oleh para pemegang kekuasaan salah satu faktornya adalah garansi kekuasaan yang hanya lima tahun dalam satu periode, sementara dalam proses pencalonan membutuhkan biaya yang sangat tinggi, mendorong usaha pengembalian modal yang cukup besar.
Hal seperti inilah yang terkadang disalahgunakan/diselewengkan oleh pada para kepala pemerintah daerah dengan adanya menyalahgunakan kewenangannya dalam upaya pengembalian modal yang telah dikeluarkan dalam kontestasi pemilihan kursi jabatan. Salah satu sumber dana adalah proses pembangunan di daerahnya, seperti pengeluaran berbagai jenis perizinan penggunaan dan pemanfaatan tanah dan bangunan yang tidak sesuai dengan apa yang telah diamanatkan dalam peraturan perundang-undnagan.
Hampir seluruh kegiatan perizinan di Indonesia berkedok akan investasi dan membuka lapangan pekerjaan dan sering menggunakan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, meskipun ada sanksi secara tegas diberikan didalam undang-undang dan peraturan daerah namun terkadang hukum dan aturan hanya dijadikan alat oleh penguasa dan mencari celah dari hukum dan ayuran tersebut. Sebagai contohnya dapat kita lihat pada hampir seluruh daerah yang ada di Indonesia yang mana regulasi ini terkadang tidak dapat menjangkau kepada pemilik modal, walaupun telah melanggar tata ruang, seperti sempadan pantai, danau, sungai dan jurang. Hendaknya penataan ruang yang terjadi di Indonesia memiliki konsep pembangunan yang efektif efisien dan optimal serta berkelanjutan karena permasalah pembiayaan dan tenaga ahli atau kepakaran pembiayaan dan kualitas tenaga ahli yang rendah juga berpengaruh terhadap kualitas produk dokumen RTRW.
Sebagaimana kita ketahui bahwa penyusunan sebuah dokumen tata ruang harus didahukui dengan sebuah kajian akademik yang meliputi analisis aspek fisik, lingkungan, ekonomi, sosial budaya. Analisis berbagai aspek tersebut diperlukan spesifikasi tenaga ahli yang sesuai dengan kepakarannya, anggaran RTRW yang rendah berdampak kepada kualitas dan kepakaran tim penyusun yang rendah pula. Bahkan sering kita jumpai beberapa nama pakar hanya sebatas dicantumkan, namun didalam pelaksanaannnya sering tidak terlibat. Penyusunan RTRW dan penataan ruang lainnya, seperti RDTR, rencana strategis atau rencana rinci, sering dikerjakan oleh pihak ketiga. Anggapannya proses penyusunan RTRW sudah baku merupakan kelemahan, karena intuisi keilmuannya kurang dan hanya mengejar keuntungan, maka sering ditemukan adanya autoplagiat pada setiap tinjauan RTRW yang ada.
Adanya kedekatan pada pengambil keputusan pada tingkat Pemerintah Daerah (Pemda) dan pihak pelaksana (pihak ketiga) dapat menimbulkan rendahknya kajian RTRW dan RDTR pada sebuah daerah yang mana masih berkedok investasi dan ekonomi. Rendahnya kualitas ini ditambah dengan ciri swasta yang melakukan pekerjaan secara efisien dan kurang mementingkan kualitas produk, berdampak pada dokumen RTRW hanya merupakan koleksi.
Berkaitan dengan tingkat ketelitian dan keterbaruan data base data fisik, lingkungan, sosial budaya dan ekonomi merupakan data pokok yang sering disebut data base atau data dasar yang digunakan untuk analisis kesesuaian lahan dalam penentuan berbagai kawasan, yang mana berdampak pada rendahnya data analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Pesoalan lain yang dihadapi yakni dalam persoalan sosial dan budaya Dampak dari keterdesakan ruang adalah semua kegiatan dihargakan dengan nilai ekonomi, walaupun semula lahan tersebut berfungsi sosial budaya. Fenomena ini mengantarkan para remaja untuk terbawa ke pikiran membeli (user), bukan menciptakan (produser). Dampak keterdesakan ruang lainnya adalah terjadinya gangguan keamanan, ketertiban dan keharmonisan lingkungan. Budaya agraris yang mengedepankan kebersamaan, tenggang rasa dan kegotong royongan, saling asah, dan saling asuh, tergantikan oleh budaya kota yang mengedepankan persaingan, individualis dan egoisme.
Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai starategis kawasan yang bersangkitan demi terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna , dan berkelanjutan. Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah admin istratif hendknya didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan termasuk kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Penetapan kawasan strategis nasional, provin si bdan kabupaten/kota diukur berdasarkan pen dekatan eksternalitas,akuntabilitas, dan efisiednsi penanganaan kawasan yang bersangkutan. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, oleh sebab itu perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Eko Nuriyatman

Berprofesi sebagai Dosen dan Peneliti Hukum Kebijakan Publik dan Sumber Daya Alam.

Artikel: 5

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *