Menulis Untuk Indonesia Berdaya, Menilik Efektifitas Penulis Dalam Dunia Kerja.

Tradisi menulis masyarakat Indonesia masih sangatlah rendah, khususnya kalangan muda. Aktivitas menulis bagi sebagian kalangan muda merupakan suatu hal yang sulit dan menjenuhkan. Tak heran banyak kalangan muda yang lebih memilih untuk bekerja, seperti menjaga toko, berjualan atau pun berbisnis online, karena menulis membutuhkan waktu yang lama dan kesabaran.

Tradisi menulis yang minim di kalangan masyarakat menyebabkan tidak terkoleksinya pemikiran-pemikiran penting yang berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini mengakibatkan banyaknya pemikiran brilian yang hilang tertelan waktu.


Kesadaran akan suatu fakta atau realitas tertentu mengakibatkan bukti sejarah seringkali tak dapat ditemukan, sehingga generasi muda kesulitan dalam belajar dari generasi sebelumnya. Salah satu cara untuk menumbuhkan budaya menulis adalah dengan dorongan motivasi, dengan motivasi semangat menulis akan tumbuh dan berkembang.


Meneladani kisah Raden Ajeng Kartini, catatan-catatannya yang berupa surat untuk sahabatnya yang berada di Belanda menjadi referensi tentang emansipasi perempuan di Indonesia. Buku RA Kartini yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang terus dikenang hingga saat ini, tepatnya pada tanggal 21 April.


Di era Kartini, pada akhir abad 19 sampai awal abad 20 wanita Indonesia tidak sebebas sekarang, mereka belum diizinkan memperoleh pendidikan tinggi seperti pria, Kartini lahir dari keluarga bangsawan yang berpikiran maju, sosoknya begitu cekatan, lincah, pintar, suka belajar, dan haus akan ilmu pengetahuan. Saat usia 7 tahun ia bersekolah di E.L.S. (Europese Lagere School) atau setingkat Sekolah Dasar, setamatnya dari sekolah dasar ia dipingit (dirumah) sampai tiba saatnya untuk menikah.


Kartini bergaul dengan wanita-wanita Belanda yang memberinya buku-buku, ia sangat takjub dengan kebebasan yang didapatkan oleh para wanita Belanda. Salama menjalani masa pingitan hari-harinya yang kelam ia habiskan dengan membaca buku-buku, dan menulis surat pada rekan-rekannya wanita Belanda. Pada para sahabatnya inilah Kartini sering mencurahkan isi hatinya tentang keinginannya memajukan wanita Negerinya. Hingga akhirnya kumpulan surat-surat Kartini untuk para sahabatnya dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul dalam bahasa belanda Door Duistermis tox Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang.


Perjuangan RA Kartini sering mendapatkan pertentangan, butuh proses dan perjalanan yang panjang dalam menapakinya. Ketidaksetujuan keluarga ditambah celaan sebagai penentang adat dan tradisi datang selama proses menuju perubahan. Namun RA Kartini tidak berhenti, ia tetap dengan pendiriannya melawan kebiasaan dan adat yang kuno, ia ingin wanita Indonesia setara dengan pria, yang memiliki hak bukan hanya kewajiban. Agar dapat sejajar dengan wanita-wanita di Negara lainnya.


Keinginan untuk turut memajukan sesama wanita diwujudkannya dengan mendirikan sekolah untuk anak-anak gadis di kotanya, dan setelah menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang bupati Rembang, ia mendirikan sekolah di Rembang, disamping sekolah di Jepara yang telah ia dirikan sebelum menikah, sekolah ini kemudian dikenal dengan “Sekolah Kartini.”


Dari refleksi kisah RA Kartini kita tau bahwa aktivitas menulis adalah salah satu aktivitas yang tidak akan tertelan oleh masa. RA Kartini menjadi salah satu generator bagi kaum muda untuk memulai menulis.

Menulis bukan hanya aktivitas memindahkan pengalaman dalam bentuk simbol-simbol verbal, dan tidak sekedar menggambarkan sebuah realitas agar sesuai dengan aslinya. Karena dalam menulis terjadi kegiatan intelektual yang sangat banyak. Seperti mengidentifikasi karakter objek yang diamati, meliputi aspek penelitian, penilaian, dan pengukuran yang kemudian melahirkan gagasan dan ide-ide.


Disisi lain menulis merupakan salah satu aktivitas yang memberikan keberkahan, yakni dapat menciptakan lapangan kerja baru. Sehingga menjadi salah satu solusi dalam mengatasi pengangguran di Indonesia. Melihat banyaknya lulusan sarjana yang tidak mendapatkan lapangan pekerjaan.
Efektivitas penulis dalam dunia kerja


Di zaman yang serba instan manusia dituntut untuk lebih memanfaatkan teknologi yang ada. Revolusi industri yang semakin berkembang mendorong berbagai kalangan untuk lebih cekatan dalam mengolah informasi.
Mesipun demikian lapangan kerja “penulis” masih dibutuhkan dan terbuka luas untuk semua kalangan, terkhusus kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini, dimana seluruh kegiatan dialihkan kedalam satu tempat “rumah.”


Dunia tulis-menulis dapat dijadikan sandaran hidup, yang semula menjadi sandaran mempertahankan kelangsungan hidup, lama-kelamaan menjadi menghidupi. Bahkan pada kurun waktu tertentu motivasi untuk meraih manfaat ekonomi semakin mendorong produktivitas menulis.


Salah satu menulis yang menghasilkan penghasilan adalah menulis di media massa, menulis di media massa adalah sebuah kegiatan komunikasi yang didalamnya mengandung banyak konsekuensi. Menulis di media massa berhadapan dengan pembaca yang begitu banyak dan heterogen. Misi yang harus ada dalam menulis di media massa minimal ada lima. Pertama, memberi informasi pada pembaca tentang sesuatu yang penting, membahayakan, menarik, bermanfaat, atau yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, hal-hal penting, bermanfaat, dan menarik disuguhkan dngan sudut pandang tertentu (perspektif), paradigma tertentu (paradigm), teori tertentu (theory), maupun sistematika tertentu.

Pada tataran ini penulis memiliki misi yang tidak hanya agar pembaca bertambah pengetahuannya (knowledge), namun juga memiliki cara pandang yang bervariasai (frame of thinking). Ketiga, mengajak untuk mendiskusikan masalah-masalah yang krusial dan aktual, sehingga menghasilkan sintesis pemikiran yang komprehensif tentang suatu hal atau masalah. Keempat, mengajak pembaca dalam gerakan-gerakan sosial tertentu (social movement), seperti gerakan ekonomi, politik, lingkungan hidup, pendidikan, maupun perilaku positif lainnya. Kelima, mencoba mengingatkan peristiwa-peristiwa penting di masa lalu agar menjadi bahan renungan, mengambil hikmahnya, dan mengaitkannya dengan kondisi aktual kekinian.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Rina Aditia Dwi Astuti

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab, Jurnalis kampus, penulis buku, freelance writer, menyukai dunia sastra puisi dan cerpen.

Artikel: 9

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *