Karena pandemi Covid-19, proses belajar dan mengajar harus dilakukan dari jarak jauh. Guru menyampaikan materi dan murid mengerjakan tugas dari tempat masing-masing. Tidak ada pertemuan fisik demi menghindari resiko tertular Covid-19. Sebagai gantinya, guru dan murid bertemu secara daring.
Kalian yang sampai saat ini masih harus belajar secara daring, apa hal yang kalian rindukan dari belajar di sekolah? Mungkin, salah satunya adalah momen ketika jajan di kantin saat jam istirahat. Ya, ketika jam istirahat berbunyi, para murid berhamburan keluar kelas, lalu menyerbu kantin untuk membeli nasi, cemilan, atau minuman.
Berbicara tentang kantin di sekolah, apakah ada di antara kalian yang pernah berbelanja di kantin kejujuran? Beberapa sekolah di Indonesia memang pernah menerapkan program kantin kejujuran.
Tidak ada penjaga di kantin kejujuran. Pembeli melakukan segala sesuatunya sendiri, mulai dari mengambil barang, meletakkan uang pembayaran, hingga mengambil uang kembalian. Tersedia wadah bertuliskan nominal tertentu, misalnya Rp5.000, Rp10.000, dan Rp20.000. Di situlah pembeli meletakkan uang pembayaran. Dari situ pulalah, pembeli mengambil uang kembalian.
Tanpa pengawasan. Berlandaskan kepercayaan. Begitulah cara kerja kantin kejujuran. Penjual percaya bahwa pembeli membayar barang yang mereka beli sesuai dengan harga yang ditetapkan. Percaya bahwa pembeli tidak akan mengambil barang lebih dari uang yang mereka bayarakan. Percaya bahwa pembeli mengambil uang kembalian sesuai dengan yang seharusnya diambil.
Kantin kejujuran merupakan program yang digagas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2007. Tujuannya, jelas, untuk menanamkan kejujuran sejak dini supaya saat dewasa tidak sampai melakukan tindak korupsi. Gagasan KPK ini pun disambut baik. Beberapa sekolah di Indonesia menerapkannya di kantin mereka.
Saat berbelanja di kantin kejujuran, siswa sebenarnya juga dilatih untuk lebih peka terhadap hati nurani. Maksudnya, apakah mereka benar-benar tega mengambil barang tanpa membayarnya? Apakah mereka benar-benar tega membayar kurang dari yang seharusnya?
Selain itu, siswa juga dilatih untuk berani. Berani menegur temannya atau siswa lain yang tidak jujur saat berbelanja. Tidak ada penjaga di kantin kejujuran yang mengawasi jalannya transaksi. Siswa lah yang menjadi pengawas satu sama lain.
Jadi, ketika ada yang bertindak tidak jujur, siswa diharapkan untuk tidak diam, tetapi berani menegur, berani mengingatkan.
Iuran anggota
Melansir dari laman Anti-Corruption Clearing House, salah satu sekolah di Indonesia yang menjalankan program kantin kejujuran adalah SMPN 7, Bandung. Dari yang semula hanya menggunakan meja untuk tempat menaruh barang jualan, kantin kejujuran di sekolah tersebut akhirnya dilengkapi lemari kaca.
SMPN 7, Bandung tentu menemui hambatan ketika menjalankan kantin kejujuran. Apalagi kalau bukan merugi, khususnya pada awal berdiri. Meski demikian, kantin kejujuran tetap dilanjutkan hingga akhirnya bisa balik modal.
Ketika uang yang terkumpul kurang dari barang yang terjual, pengurus kantin akan membuat pengumuman lewat pengeras suara dan saat upacara bendera untuk menagih siswa yang belum membayar. Cara ini berhasil sebab setelah pengumumuman, pendapatan kantin biasanya meningkat.
Modal pendirian kantin kejujuran SMPN 7, Bandung berasal dari iuran para siswa. Ini sesuai dengan amanah KPK yang mendorong agar modal pendirian kantin kejujuran berasal dari iuran anggota, bukan dari APBD atau sumber lain. Dengan demikian, tumbuh rasa kepemilikan yang kuat dari para anggota yang akan membuat mereka bertanggung jawab dalam menjalankan kantin kejujuran.
Sekolah lain di Bandung yang juga menjalankan program kantin kejujuran adalah SMKN 2. Untuk mengontrol jumlah barang yang dibeli dan uang yang diperoleh, pengurus kantin mewajibkan siswa untuk mencatat barang yang mereka beli beserta jumlahnya.
Ada di Bandung, ada pula di Solo. Salah satu kantin kejujuran di Solo dapat ditemukan di SMPN 26. Kantin tersebut diresmikan pada Mei 2018 . Sama seperti kantin kejujuran di SMKN 2, Bandung, siswa yang berbelanja di kantin kejujuran di SMPN 26, Solo juga diminta untuk mencatat barang yang mereka beli.
Sebagai pengingat agar siswa selalu bertindak jujur, di dindingnya tertera tulisan, “Jujur iku ora mung ning lambe nanging nang ati lan tumindhak”. Artinya, kejujuran tidak hanya tecermin dari apa yang terucap oleh mulut, tetapi juga dari hati dan perbuatan.
Tidak semua kantin kejujuran di sekolah bertahan lama. Ada yang bubar di tengah jalan karena merugi dan beralih menjadi kantin pada umumnya, kantin yang di sana terdapat seseorang atau lebih yang bertugas melayani pembeli.
Bagaimanapun, program kantin kejujuran gagasan KPK ini perlu diapresiasi sebab dapat melatih murid berperilaku jujur dalam menggunakan uang, melatih murid melakukan hal yang benar walau tidak ada orang yang mengawasi.
Sumber:
https://acch.kpk.go.id/id/component/content/article?id=182:apa-kabar-kantin-kejujuran
surakarta.go.id