3 Tipe Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Isu yang berkembang berkaitan dengan pelayanan publik ternyata mampu mengubah konsep mengenai sistem pelayanan publik yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat.

Reformasi dalam sistem pelayanan publik didorong oleh praktek demokratisasi di suatu negara, sehingga pelayanan publik yang tadinya menjadi otoritas penuh dari negara kini berubah menjadi otoritas yang dapat dibagikan kepada stakeholder lain.

Sehingga dalam pengelolaan pelayanan publik dikenal beberapa kategorisasi berdasarkan penyelenggaranya (Ratminto, 2005: 8), yaitu:

  • Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat primer.

    Pemerintah menjadi penyedia barang/jasa publik dan pemerintah merupakan satu-satunya penyelanggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Contoh: pelayanan imigrasi, perizinan, dan penjara. Adaptabilitas layanan yaitu derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna dalam hal ini sangat rendah, artinya publik tidak dapat menuntut perubahan layanan yang sesuai dengan keinginan publik karena publik tidak memiliki pilihan lain. Sehingga tingkat intervensi pemerintah di sini sangat tinggi, dan kontrol berada di tangan pemerintah. Konsekuensinya, posisi tawar antara pengguna dengan pemerintah sangat rendah.

  • Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat sekunder.

    Pemerintah sebagai penyedia barang/jasa publik, tetapi pengguna/klien tidak harus menggunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan lain. Contohnya program pendidikan dan pelayanan yang diberikan oleh BUMN. Adaptabilitas kadang terjadi tetapi bukan karena tuntutan pengguna. Kontrol tetap berada pada pemerintah, tetapi posisi tawar pemerintah tidak terlalu tinggi karena sudah ada lebih dari satu penyelenggara pelayanan. Intervensi pemerintah tidak terlalu tinggi dan sifat pelayanan dikendalikan oleh penyelenggara pelayanan.

  • Pelayanan publik diselenggarakan oleh privat.

    Adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta. Adaptabilitas yang terjadi sangat tinggi karena penyelenggara pelayanan selalu berusaha merespon keinginan pengguna. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar antara swasta dan pelanggan sangat tinggi, pelanggan bisa saja berpindah kepada penyelenggara lain jika keinginan tidak direspon. Sehingga tipe pengelola pelayanan publik seperti ini dikendalikan oleh pengguna/pelanggan.

Berdasarkan kategori penyelenggara pelayanan publik tersebut, dapat diketahui model pelayanan publik seperti apa yang coba ditawarkan oleh penyelenggara. Dimana dalam pelayanan publik yang lebih signifikan untuk menjadi perhatian adalah bagaimana mengelolanya, bukan barang/jasa yang disediakan untuk publik. Karena pengelolaan dalam pelayanan publik menentukan bagaimana barang/jasa tersebut dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat atau tidak.

Perubahan Model Pelayanan Publik Menjadi New Public Management

Setelah kita pahami pengelolaan dari pelayanan publik, maka hal selanjutnya yang perlu dikaji adalah model pelayanan publik yang diadopsi oleh suatu negara. Model pelayanan publik juga menentukan bagaimana pemerintah akan menyediakan pelayanan bagi warga negaranya.

Pemerintah sebagai representasi dari negara merupakan pemegang otoritas tertinggi yang keputusannya tidak bisa diganggu gugat ketika telah dikerangkai oleh hukum legal formal.

Namun pemerintah di era globalisasi ini telah dituntut oleh dunia untuk tidak lagi menjadi satu-satunya pemegang kekuasaan penuh pada jasa pelayanan publik.

Hal itu disebabkan oleh pengalaman masa lalu dimana negara menjadi otoriter dalam hal pemenuhan kebutuhan warga negaranya tetapi tidak memberikan hasil yang maksimal.

Kekecewaan terhadap sikap negara yang otoriter tersebut menjadi awal kemunculan perubahan model pelayanan publik, yangmana sebelumnya menggunakan Old Public Administration yang kaku dan sangat hierarkis berubah menjadi New Public Management (NPM).

Berbagai kritik terhadap model birokrasi lama yang lamban, tidak responsif, malas-malasan, dan boros menandakan bahwa publik sudah tidak lagi percaya terhadap birokrasi.

Kehadiran NPM sebagai antitesis dari model birokrasi lama ini kemudian memiliki tujuan yang jelas, yaitu mewujudkan suatu birokrasi yang fleksibel, tanggap terhadap kebutuhan konsumen, efisien dan disegani kembali oleh publik.

Dalam NPM, negara sudah tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam pelayanan publik.

Meskipun begitu, negara tidak juga lepas kontrol terhadap apa yang terjadi terhadap warganya. Hanya saja negara dalam kinerjanya berdasarkan legal contract, impersonal, objektif, dan rasional. Sehingga konsep NPM menempatkan warga negara sebagai konsumen dengan model swastanisasi birokrasi.

Pemahaman terhadap NPM setiap orang tidak selalu sama. Ada yang mengartikannya dengan perubahan model manajemen kontrol negara dan ada yang memahaminya sebagai privatisasi atas aktivitas pemerintah.

Bagi yang pro terhadap NPM, mereka memandang NPM telah menawarkan suatu cara baru dalam mengelola organisasi sektor publik dengan membawa fungsi-fungsi manajemen sektor swasta ke dalam sektor publik, sedangkan bagi yang kontra mereka mengkritik bahwa pengadopsian prinsip-prinsip manajemen sektor swasta ke dalam sektor publik merupakan adopsi yang tidak kritis (Mahmudi, 2003).

Hal itu dikarenakan anggapan bahwa penerapan model swasta belum tentu sesuai untuk sektor publik. Pro dan kontra yang mewarnai perdebatan mengenai model NPM ini menjadi kritik tersendiri bahwa apa yang pihak kontra takutkan atas NPM belum tentu akan terjadi, begitu juga sebaiknya bahwa apa yang menjadi optimisme terhadap NPM perlu kita waspadai pula keburukan yang terdapat di dalamnya, jangan sampai perubahan model pelayanan publik tersebut malah menjadikan masalah baru bagi warga negara.

Implementasi dari NPM yang menghendaki pengadopsian model swasta pada sektor publik tersebut memang memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya ada pada sifat birokrasi yang sudah tidak lagi kaku, lamban, dan banyak terjadi kasus KKN. Namun perlu diingat pula bahwa NPM juga memiliki permasalahan terhadap penerapannya, antara lain adalah berkurangnya peran negara dapat menimbulkan masalah bagi negara yang belum terbiasa mandiri karena persaingan di pasar dengan pihak asing dan negara sudah tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengontrol, privatisasi perusahaan asing membuat pasar di negara berkembang (terutama Indonesia) yang belum kuat akan jatuh pada pihak asing atau kelompok tertentu yang dapat merugikan masyarakat pada umumnya, rawan terjadi korupsi jika mekanisme tidak tepat, dan model kontrak akan menimbulkan masalah jika aturan hukum dan penegakannya tidak kuat.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
caysa

Seorang mantan pegawai bank yang beralih pada passionnya, yaitu menulis. Saat ini lebih banyak menghabiskan waktu untuk menjadi content writer dan freelance writer.

Artikel: 19

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *