Setelah Vaksin Covid-19, Bebas Pergi Kemana Saja?

Baru-baru ini Indonesia baru saja membeli vaksin Covid-19 yang bernama Vaksin Sinovac yang nantinya akan diberikan ke seluruh masyarakat Indonesia. Vaksin produksi Sinovac Biotech, China yang bekerjasama dengan PT. Biofarma sudah mendapat izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA). Vaksin ini juga sudah memiliki izin dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut MUI Vaksin Sinovac hukumnya suci dan halal, sedangkan menurut BPOM vaksin ini aman dan dapat digunakan dalam kondisi darurat.

Penggunaa Vaksin Sinovac memiliki beberapa poin penting yang perlu diketahui, seperti efikasi, efek samping, halal, reaksi, kelompok eksklusi, dan penundaan pemberian vaksin. Efikasi vaksin merupakan besarnya kemampuan vaksin untuk mencegah penyakit serta menekan penularan individu pada kondisi ideal dan terkontrol. Efikasi Vaksin Sinovac sebesar 65,3% sehingga telah memenuhi persyaratan WHO yaitu minimal 50%. Efek samping yang dihasilkan oleh Vaksin Sinovac tidak berdampak serius. Vaksin Covid-19 produksi Sinovac dan PT. Bio Farma dinyatakan suci dan halal. Reaksi yang muncul setelah divaksin berupa nyeri, kemerahan, bengkak, demam, sakit kepala, dan sebagainya. Kelompok eksklusi dijadikan sebagai sebuah pertimbangan yang digunakan untuk menunjukkan apakah vaksin bisa diberikan kepada seseorang atau tidak. Pertimbangan ini dapat dilihat dari penyakit penyerta dan kondisi tubuh penerima. Penundaan pemberian vaksin dapat dilakukan apabila demam dan memiliki penyakit paru.

Terdapat beberapa kriteria Vaksin Covid-19 Sinovac bisa mendapat izin darurat, diantaranya yaitu keadaan darurat kesehatan masyarakat, keamanan dan khasiat vaksin yang sudah terbukti aman, memiliki mutu dan standar tinggi yang telah diuji klinis di sejumlah negara yang bekerja dengan cara memicu respons kekebalan tubuh dengan cepat, memiliki manfaat yang lebih besar daripada risiko, serta belum adanya obat Covid-19 yang cukup ampuh dan disetujui oleh institusi dan pihak berwenang sehingga menjadikan vaksin sebagai upaya meredakan pandemi.

Pada tanggal 13 Januari 2020 lalu, Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang menerima Vaksin Sinovac yang kemudian diikuti oleh relawan lainnya. Efektivitas dari Vaksin Sinovac ini belum bisa dipastikan, tetapi untuk proses uji masih terus berjalan. Hingga saat ini, relawan yang telah divaksin tidak ada yang mengalami efek samping yang sifatnya serius. Berdasarkan pantauan yang telah dilakukan BPOM, hasil analisa, sampel darah, dan lainnya masih terpantau aman.

Beberapa masyarakat yang telah divaksin dapat mengalami efek samping mulai dari level ringan hingga level berat. Efek samping level ringan hingga sedang berupa nyeri, iritasi, pembengkakan, fatigue, dan demam. Efek samping level berat berupa sakit kepala, gangguan kulit, dan diare. Efek samping level berat ini hanya terjadi antara 0,1 hingga 1 persen. Efek samping tersebut termasuk dalam efek samping yang tidak berbahaya dan dapat pulih dengan penanganan yang mudah serta jangka waktu yang cepat.

Masyarakat yang telah menerima vaksin tidak serta merta bisa bebas pergi kemana saja tanpa memerhatikan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker. Masyarakat yang telah divaksin masih berpotensi tertular dan menularkan Covid-19 sehingga harus tetap memerhatikan protokol kesehatan. Pemberian vaksin dapat digunakan untuk proteksi individu saat terpapar virus sehingga tidak akan mengalami gejala yang terlalu parah. Vaksin ini bisa melindungi dari potensi terpapar virus SARS-CoV-2 tetapi tidak bisa mendeteksi apakah terpapar Covid-19 atau tidak.

Masyarakat yang telah divaksin nantinya akan menerima sertifikat yang bentuknya bukan fisik melainkan digital. Sertifikat digital ini nantinya bisa digunakan untuk bepergian tanpa menunjukkan PCR Test. Hal ini sesuai dengan Permenkes No 84 Tahun 2020 yang mengatakan bahwa warga yang hendak bepergian tidak perlu lagi melakukan tes PCR maupun antigen karena telah memiliki sertifikat telah divaksin Covid-19. Akan tetapi, penggunaan sertifikat digital sebagai syarat bepergian pengganti tes PCR dan antigen masih akan dikaji ulang. Hal ini karena penggunaan vaksin bukan mencegah terjadinya penularan, melainkan mencegah agar penyakit tidak semakin parah. Selain itu, masyarakat yang telah divaksin juga tidak bisa dipastikan bahwa ia tidak akan terpapar Covid-19.

Loading

Avatar photo
sahidatunfhm

Sahidatun Fahima, dipanggil Hilda. Mahasiswa Agroteknologi yang memiliki hobi bersepeda, membaca, dan menulis. Mau belajar dan menerima kritik serta saran.

Artikel: 9

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *