Perkembangan teknologi yang sangat pesat mendorong terjadinya revolusi Industri 4.0. Hal ini ditandai dengan perubahan besar di segala sektor. Perubahan yang dimaksud ialah mengarah pada sistem digitalisasi, misalnya pada bidang ekonomi yang saat ini disebut dengan era ekonomi digital. Contoh nyata adalah hadirnya Gojek, perusahaan berbasis teknologi informasi yang memberikan layanan transportasi umum roda dua di awal berdirinya, telah mampu mengubah bisnis transportasi di Indonesia secara signifikan. Bahkan kehadiran perusahaan ini juga mengancam eksistensi bisnis taksi konvensional. Selain itu juga adanya perpindahan bisnis retail (toko fisik) ke dalam e-commerce yang menawarkan kemudahan dalam berbelanja, cukup memberikan dampak bagi industri retail di Indonesia. Oleh karena itu dengan adanya revolusi Industri 4.0 ini membuat berbagai sektor seakan bergantung pada kemajuan teknologi.
Revolusi Industri 4.0 menimbulkan perubahan terkait ekonomi, terutama pada proses marketing. Produksi, distribusi, hingga pemasaran harus mengikuti gerak digitaliasi ekonomi dunia yang terus berkembang. Tentu perubahan membawa sesuatu baru yang menguntung bagi pelaku ekonomi. Faktor ekonomi semua bergerak menuju digitaliasi ekonomi dengan menekankan kekuatan teknologi dan informasi. Jangkauan luas dan kecepatan yang signifikan menjadi keunggulan digitalisasi ekonomi tersebut. Revolusi industri ini akan menjadi corak umum pengembangan ekonomi global ke depan.
Ekonomi digital adalah aspek ekonomi yang berbasiskan pada pemanfaatan dan pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi digital. Di Asia Tenggara, ekonomi digital sedang berkembang pesat seiring dengan besarnya potensi pasar. Ada lima teknologi yang paling potensial memicu pertumbuhan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara, kelima hal tersebut yaitu mobile internet, big data, internet of things, automation of knowledge, dan cloud technology.
Ekonomi digital dipercaya akan mampu menjawab tantangan pembangunan perekonomian dalam negeri yang belum stabil. Bentuk ekonomi ini hadir dengan topografi yang landai, inklusif, dan memberikan banyak peluang di saat empat era ekonomi sebelumnya, yakni era masyarakat pertanian, era mesin pasca revolusi industri, era perburuan minyak, dan era kapitalisme korporasi multinasional, tidak mampu menjawab permasalahan yang ada.
Di dalam negeri, perkembangan ekonomi digital sudah tidak dapat diragukan lagi, terlebih di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. Barang kebutuhan dasar yang semula hanya dapat diperdagangkan dalam transaksi konvensional, kini sudah dapat dilakukan dalam bentuk perdagangan digital. Indonesia telah memiliki perusahaan digital seperti Gojek, Blibli, dan Traveloka yang terus berkembang. Masyarakat (konsumen) tidak perlu lagi memusingkan waktu dan biaya tambahan yang harus dikeluarkan ketika membutuhkan sebuah barang.
Laporan yang dipublikasikan oleh McKinsey & Company (2015) menyebutkan bahwa perusahaan asal Indonesia merupakan kompetitor kuat jika dikaitkan dengan perdagangan digital. Indonesia merupakan pemain utama dalam perdagangan digital. Masih dari sumber yang sama, pertumbuhan perdagangannya diprediksi akan mampu tumbuh hingga 10 kali lipat dari situasi yang ada saat ini. Hal ini tentu menjadi portofolio yang menjanjikan bagi Indonesia di mata investor asing.
Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi ini, banyak negara meningkatkan perekonomian melalui ekonomi digital. Presiden Joko Widodo mendukung ekonomi digital dengan menetapkan Indonesia sebagai The Digital Energy of Asia. Indonesia memiliki potensi tingginya jumlah penduduk, terus meningkatnya jumlah pengguna internet, serta sumber daya yang melimpah. Masih terdapat beberapa potensi yang dapat menjadi penghambat percepatan pelaksanaan ekonomi digital, yaitu belum tersedia peraturan yang secara spesifik mengatur perdagangan digital, masih rendahnya infrastruktur komunikasi dan internet, serta masih terdapat perbedaan teknologi yang signifikan antara kota dan desa. Pajak yang dihasilkan dari perdagangan digital dinilai sangat signifikan, namun belum ada aturan yang jelas, sehingga dapat mengurangi penerimaan untuk negara.