Sektor Pariwisata Menghadapi Ketidakpastian dalam Situasi Kenormalan Baru

Kepastian adalah salah satu hal yang dibutuhkan ketika merancang strategi perusahaan agar sukses namun kondisi tersebut tidak mungkin ada. Solusinya, ketidakpastian ditambal dengan asumsi-asumsi agar strategi yang dibuat menjadi masuk akal logis dan memiliki peluang kesuksesan yang tinggi. Kemampuan menyeleksi informasi yang tersebar menjadi faktor penting dalam menjalankan strategi dalam situasi kenormalan baru.

Wabah Covid-19 mereset perencanaan-perencanaan bisnis yang dibuat sebelumnya. Kenormalan baru dalam berkegiatan membuat perusahaan-perusahaan khususnya di  sektor pariwisata yang terdiri dari perusahan jasa travel, hotel, dan restoran. Sektor ini harus merencanakan ulang strategi bisnisnya agar tetap dapat mempertahankan eksistensinya.

VUCA adalah merupakan singkatan dari  Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity. Kerangka analisis VUCA membantu pelaku bisnis dalam merencanakan, mengelola risiko, memecahkan masalah dan membuat keputusan yang dengan kendala empat faktor yaitu anomali, ketidakpastian, kerumitan, dan juga ketidakjelasan yang dihadapi dalam bisnis.

Volatility dapat diartikan dengan rentang perubahan keadaan atau situasi. Pada situasi kenormalan baru ini dapat saja destinasi pariwisata ke lokasi tertentu di tutup secara tiba-tiba untuk menghambat penularan virus. Di awal masa pandemik pemerintah telah merencanakan menggeser libur panjang pada saat idul fitri ke saat akhir tahun, dengan asumsi penyebaran virus telah teratasi dan situasi kembali seperti normal. Industri pariwisata-pun berbenah dengan perencanaan baru yang menyesuaikan dengan protokol kesehatan. Namun demikian, situasi berkata lain, penyebaran virus semakin meningkat, sehingga libur panjang-pun dipangkas.

Keputusan mendadak tersebut  memukul industri pariwisata untuk kedua kalinya setelah kehilangan pangsa pasar di masa lebaran. Mulai dari hotel, transportasi hingga rumah makan, yang sebelumnya sempat berharap bisa mendulang pendapatan dari libur panjang akhir tahun, terpaksa gigit jari. Seperti yang dilansir oleh cnn.com, pariwisata Bali mengalami potensi kerugian hingga 138,6 triliun karena pembatasan kegiatan.

Uncertainty,  terkait pada isu kapan wabah ini akan berakhir dan situasi melakukan kegiatan dapat kembali normal yang belum diketahui. Program vaksin massal yang diharapkan dapat membawa situasi kembali normal ternyata belum dapat  menjamin hilangnya penularan virus. Adanya mutasi virus corona dari Inggris yang disebut lebih menular dan berbahaya mementahkan kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi massal yang akan membawa kehidupan kembali ke situasi normal.

Dilansir oleh Kompas, ilmuwan WHO memperkirakan kecil kemungkinan dunia akan kembali seperti sedia kala (sebelum era pandemi) hingga 2022. Proses distribusi vaksin yang membutuhkan waktu dan belum diketahuinya dengan pasti berapa lama vaksin yang disuntikan efektif akan melindungi seseorang dari penularan membuat pemakaian masker dan menjaga jarak sosial juga masih diperlukan sampai batas waktu yang bisa diketahui.

Complexity, secara bahasa didefinisikan dengan kompleksitas dan  secara istilah dalam bahasa dapat diartikan kesulitan atau ketidakmampuan kita untuk menganalisis sebab-akibat dari suatu permasalahan. Kompleksitas menghasilkan kebuntuan dalam pengambilan keputusan karena tidak mengetahui dari mana sumber permasalahan tersebut berasal. Tidak ada rumusan yang pasti atau teori yang ampuh untuk mengatasi kompleksitas.

Kompleksitas yang dihadapi oleh perusahaan di sektor pariwisata adalah mengetahui apa yang menjadi kebutuhan para tourism society di saat pandemik ini. Di satu sisi mereka memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan travellingnya, namun di sisi lain mereka terhambat untuk membelanjakannya. Menikmati jasa pariwisata berbeda dengan jasa pendidikan yang salurannya dengan mudah dapat dialihkan secara virtual. Dibutuhkan  kehadiran secara fisik, jaminan keamanan dan kenyamanan untuk menikmati destinasi wisata dan fasilitas-fasilitas layanan hotel dan restoran.

Ambiguity bisa diartikan sebagai ketidakjelasan karena penafsiran dari sudut pandang  berbeda. Istilah sering dipakai untuk menggambarkan keraguan karena adanya perbedaan persepsi. Situasi new normal menimbulkan ambiguitas bagi menyedot perhatian publik karena dipersepsikan akan memasuki situasi dan bentangan harapan-harapan indah setelah masa pembatasan selama pandemic. Akan tetapi kenyataannya justru berbalik dari harapan indah tersebut. Penularan virus Covid-19 yang meroket dan gencarnya media gencar memberitakan tingkat penambahan kasus yang terjadi dan penamaan zona hitam di beberapa daerah yang membuat publik semakin khawatir. Istilah new normal menghasilkan beragam interpretasi makna sehingga menghasilkan bias interpretasi. Makna yang bias ini perlu disikapi dengan pertimbangan yang matang oleh produsen dan konsumen

Mengatasi hambatan-hambatan tersebut muncul istilah VUCA lain yang merupakan singkatan dari Vision, Understanding, Clarity dan Agility.

Dalam kaitannya dengan visi dalam para pemimpin perusahaan di semua tingkatan perlu mengkomunikasikan dengan jelas ke mana tujuan perusahaan dan bagaimana hal itu akan menguntungkan pelanggan dan bisnis mereka, sambil tetap terbuka dan fleksibel mengenai bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Dalam kondisi pandemi seperti ini akan memunculkan banyak kemungkinan yang sulit untuk diprediksikan, sehingga perusahaan harus membatasi dengan jelas mana tujuan jangka pendek, menengah dan jangka panjang.  Visi yang jelas akan membantu perancang dan pelaksana strategi dalam dalam memantau dan memonitor lingkungan bisnis yang digeluti sehingga cepat beradaptasi dengan volatilitas.

Understanding atau pemahaman, yaitu  tentang membuat upaya sadar untuk berhenti, melihat dan mendengarkan berbagai sumber dan perspektif yang tidak relevan dengan bisnis kita. Banyaknya informasi bukan membuat kita semakin mudah mengambil tindakan, malah semakin gamang dalam memilih. Dalam situasi melimpahnya informasi, lebih baik membiasakan diri dan merangkul ambiguitas  dengan mengingat tujuan dan visi akhir.

Clarity, atau kejelasan mengenai sesuatu hal yang dihadapi. Faktor ini dipertanyakan oleh banyak pihak, karena dalam situasi yang kompleksitas, mendapatkan suatu kejelasan adalah hal yang tidak mungkin. Dalam konteks lingkungan yang stabil, mempunyai gambaran lengkap dan mendetail tentang apa yang sedang terjadi akan membantu kita membuat keputusan berdasarkan informasi tentang kapan harus bertahan, mengulang atau berputar sepenuhnya. Namun ketika masa depan, apalagi saat ini tidak pasti dan tidak dapat diprediksi, kita harus mengubah pola pikir mencari informasi kepada menyeleksi informasi untuk memahami situasi yang terjadi.

Agility atau ketangkasan yaitu memiliki  ketangkasan untuk menghadapi perubahan yang seketika. Dr Burke bersama rekan dari Universitas Kolombia telah mengidentifikasi sembilan perilaku yang akan membangun ketangkasan, yaitu: Fleksibilitas – kesediaan untuk mencoba hal-hal baru; Kecepatan – cepat menangkap ide-ide baru; Bereksperimen – menguji ide-ide baru; Pengambilan risiko kinerja – mengambil tantangan; Pengambilan risiko interpersonal – meminta bantuan orang lain; Berkolaborasi – memanfaatkan keterampilan orang lain dari berbagai fungsi; Pengumpulan informasi – meningkatkan pengetahuan Anda; Pencarian umpan balik – meminta umpan balik; Reflecting – meluangkan waktu untuk merefleksikan keefektifan Anda.

Banyak para pelaku bisnis pariwisata yang telah meningkatkan kemampuan VUCA-nya dengan hadirnya mereka di dunia maya di tengah pandemi virus corona. Melalui berbagai macam penawaran yang disampaikan secara daring, mereka tetap bisa mempertahankan bisnisnya di tengah masyarakat. Alhasil, banyak dari mereka yang berinovasi dan menemukan cara baru dan meragamkan portfolio yang dimiliki untuk dipasarkan pasar yang lebih luas.

Namun usaha dari sektor pariwisata tersebut perlu didukung oleh media yang memiliki peran penting dalam membentuk opini masyarakat. Maraknya pemberitaan dengan konten  negatif yang disampaikan  dan  tingginya ketertarikan masyarakat dalam menyerap informasi-informasi seperti angka kematian akan menurunkan animo para pelaku usaha untuk bangkit. Media mainstream merupakan jembatan komunikasi yang dianggap valid antara pemerintah dengan publik.  Informasi mengenai perkembangan sektor pariwisata yang  bersiap memulai New Normal dengan protokol khusus seharusnya dapat menjadi harapan bagi konsumen pariwisata untuk menyalurkan kebutuhannya kembali dalam kondisi yang baru sehingga industri pariwisata dapat hidup kembali  dan kembali bangkit.

Semoga industri pariwisata dapat berjalan kembali dalam tatanan new normal tanpa harus menunggu kembalinya kondisi normal yang entah kapan datangnya.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Fahrul Riza

Dosen bidang ilmu ekonomi di Program Studi Manajemen Universitas Bunda Mulia, Jakarta.

Artikel: 5

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *