“Teknik menipu dan manipulasi psikologis yang rumit dan berbahaya.”
Kalimat singkat di atas merupakan definisi dari gaslighting. Jika dijelaskan lebih lanjut, gaslighting dapat terjadi ketika seseorang bersikeras memutarbalikkan fakta pada kenyataan yang sejatinya kita ketahui kebenarannya, sampai kita sendiri meragukan ingatan kita akan hal tersebut. Dengan kata lain, gaslighting bisa disebut juga sebagai tindakan bullying karena pelaku akan membuat korbannya merasa tak berdaya.
Pelaku gaslighting, atau gaslighter, dapat membuat realitanya sendiri. Di dunia yang sudah ia pelintir kebenarannya itu, ia selalu benar. Seorang gaslighter sangat pandai dalam memutarbalikkan fakta dan memanfaatkannya untuk menekan korban, membuat korban menjadi selalu salah, tersesat, dan kurang informasi. Secara garis besar, tujuan gaslighter menjalankan aksinya tersebut adalah untuk menguasai korbannya.
Pada awalnya, gaslighting diasosiasikan sebagai salah satu bentuk hubungan asmara yang tidak sehat. Meski begitu, gaslighting juga bisa ditemukan di lingkungan kerja, dan memiliki rekan kerja atau atasan yang merupakan seorang gaslighter sama sulitnya dengan menjalin hubungan dengan pelaku gaslighting.
Secara garis besar, gaslighting biasa digunakan oleh sosiopat dan narsisis yang tidak mau disalahkan. Saat terjadi di lingkungan kerja, biasanya hal tersebut dilakukan oleh seseorang dengan jabatan yang cukup tinggi dan memiliki kekuasaan dalam pekerjaannya. Selain itu, gaslighting juga bisa dilakukan oleh pribadi yang disukai banyak orang.
Sejatinya, mereka layak disebut sebagai toxic coworker, namun posisi mereka membuat korban sulit untuk mengungkapkan seberapa merusak sikap mereka itu. Hal ini juga yang membuat gaslighting kerap tidak tampak di permukaan karena korban tidak melaporkan pengalamannya, sehingga sangat mungkin jika gaslighting sejatinya sudah lebih umum terjadi dari yang kita kira. Para gaslighter ini pun dianggap sebagai orang yang pintar, karena mereka mampu menangkal feedback negatif yang dilontarkan oleh korbannya.
Mengenali Gaslighting di Lingkungan Kerja
Jangan sampai tertukar antara micromanagement atau nitpicking dengan gaslighting. Atasan dengan perilaku micromanagement atau nitpicking memang kerap memberikan kritik keras pada pekerjaan kita, bahkan pada detail kecil sekalipun, tapi bukan berarti mereka tidak ingin kita menjadi sukses. Di sisi lain, rekan kerja atau atasan dengan perilaku gaslighting adalah mereka yang tidak ingin kita berkembang atau sukses, karena gaslighter ingin merusak korbannya.
Untuk lebih mengenali gaslighting, berikut beberapa tanda-tanda yang bisa menunjukkan bahwa seseorang, atau bahkan kita sendiri, mengalami gaslighting di lingkungan kerja:
- Kita mengetahui bahwa kita terlibat dalam sebuah pekerjaan atau proyek, tapi pelaku gaslighter, yang dalam hal ini dapat dikatakan sebagai atasan kita, bersikeras bahwa ia tidak pernah memberikan pekerjaan tersebut.
- Gaslighter bisa melontarkan ucapan yang menyakitkan pada kita, misalnya berkaitan dengan seksisme atau rasialisme, namun selalu di saat tidak ada orang lain sehingga tidak ada yang bisa membuktikannya. Ketika kita melaporkannya, gaslighter akan membantahnya dan bahkan membalikkan tuduhan tersebut untuk memojokkan kita.
- Gaslighter akan “bersahabat” dengan kita dan berpura-pura menjadi orang yang seakan-akan memihak ke kita supaya bisa mencari kelemahan-kelemahan kita. Namun, di situasi tertentu, ia bisa mencaci maki kita.
- Kita merasa bahwa kita harus melakukan yang lebih untuk membuktikan nilai atau kualitas kita kepada gaslighter, namun tetap tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan dari kita.
- Ketika seseorang melaporkan perilaku gaslighting dari pelaku, mereka membantah atau menyangkal, menjadi konfrontatif dan defensif.
Dampak Perilaku Gaslighting pada Korban
Gaslighter akan selalu membuat kita merasa serba salah tanpa memberi solusi dengan terus-menerus menekan kita dengan kelemahan kita. Mereka bahkan akan menyerang balik jika disalahkan dan memosisikan diri sebagai korban untuk menutupi kekurangannya. Akibatnya, tak jarang korban bisa mencela dirinya sendiri, seraya terus bertanya-tanya kepada dirinya sendiri mana realita yang sebenarnya, membuatnya sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Berhubungan dengan seorang gaslighter akan membuat kita merasa cemas dan serba bimbang, bahkan menganggap diri kita tak berguna. Walhasil, kita menjadi takut mengekspresikan diri, selalu merasa gugup dan tegang, bahkan mengalami gejala stres, cemas, depresi, atau trauma.
Bekerja dengan seorang gaslighter dapat menghapus kepercayaan diri kita, bahkan membuat kita merasa paranoid. Hal ini pun bisa terjadi baik di dalam maupun di luar jam kantor, sehingga pelaku gaslighting tidak hanya bisa merusak karier korban, namun juga bisa membuat korban tidak dipercaya di lingkungan sosialnya.
Menghadapi Gaslighter di Lingkungan Kerja
Mungkin kita sepakat bahwa tidak ada yang ingin kerja bersama toxic coworker. Jika kita dihadapkan pada seorang gaslighter di lingkungan kerja, sejatinya mencari pekerjaan baru bisa menjadi pilihan. Namun, hal tersebut tidak menjadi satu-satunya jalan keluar, terlebih jika kita sudah mencintai pekerjaan tersebut. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menghadapi gaslighter di lingkungan kerja.
Tindakan pertama, memastikan situasi yang kita hadapi adalah perilaku gaslighting. Seperti yang sempat disebutkan di atas, jangan tertukar antara perilaku micromanagement atau nitpicking dengan gaslighting. Atasan dengan perilaku micromanagement atau nitpicking mungkin dapat mengkritisi laporan kita dengan begitu keras, namun pada akhirnya ia akan memberikan feedback yang membangun dan memberikan waktu bagi kita untuk memperbaikinya.
Di sisi lain, atasan dengan perilaku gaslighting akan menyabotase upaya-upaya kita. Mereka mungkin akan mengganti tenggat waktu di tengah-tengah berlangsungnya sebuah proyek. Mereka juga bisa merusak apa yang sudah kita upayakan dengan komentar-komentar yang menyatakan bahwa kita tidak tahu apa yang kita kerjakan, membuat kita meragukan keahlian dan kemampuan diri kita sendiri.
Patut diingat, gaslighter juga bisa berasal dari rekan kerja dengan garis hierarki yang kurang lebih sejajar dengan kita. Rekan kerja juga bisa menjalankan gaya komunikasi yang menunjukkan bahwa mereka tahu lebih banyak dari kita, dan menyatakan bahwa kita tidak tahu apa yang kita bicarakan, hilang arah, dan kurang informasi. Seorang gaslighter akan memelintir kenyataan untuk membuat realitas versi mereka lah yang benar.
Tindakan kedua, menyiapkan bukti. Jika kita sudah memastikan bahwa kita mengalami gaslighting, maka kita bisa mengumpulkan bukti-buktinya, mulai dari email hingga rekaman percakapan. Dokumentasi ini bisa membantu kita memastikan situasi yang kita hadapi dan membantu kita keluar dari kondisi tersebut. Bukti-bukti tersebut juga akan membuat kita lebih didengar jika kita ingin melaporkan perilaku gaslighting tersebut pada HR atau supervisor.
Tindakan ketiga, menanyakan rekan kerja lain apakah mereka mengalami perilaku gaslighting yang sama. Gaslighter bisa saja melancarkan aksinya pada banyak orang untuk memuluskan langkah mereka menuju kuasa yang lebih tinggi, walau tidak menutup kemungkinan bahwa seorang gaslighter hanya fokus pada satu atau sedikit orang. Jika kita menemukan rekan sejawat yang bernasib sama, kita bisa meminta mereka untuk mendokumentasikan bukti-bukti perilaku gaslighting yang dilakukan. Dengan semakin banyaknya bukti yang dikumpulkan, suara kita dapat semakin didengar oleh HR atau supervisor.
Tindakan keempat, bertemu dengan gaslighter secara empat mata. Saat berhadapan dengan gaslighter, pastikan kita tegas mengenai apa yang kita rasa dan jangan lupa menunjukkan bukti-bukti yang sudah dikumpulkan. Kita juga bisa menunjukkan itikad baik untuk mencari cara dalam membentuk hubungan kerja yang lebih baik. Patut diingat, kita perlu menghindari nada yang konfrontatif dan terkesan menuduh karena hal tersebut akan memancing kemarahan seorang gaslighter, dan bisa jadi ia akan melontarkan kembali tuduhan-tuduhan tersebut kepada kita.
Tindakan kelima, melaporkan gaslighter ke HR atau level yang lebih tinggi. Jika upaya keempat tidak membuahkan hasil, maka kita perlu mengikuti prosedur perusahaan kita dalam menanggapi tindakan-tindakan yang meresahkan. Jika tidak ada kebijakan tertentu mengenai situasi terkait gaslighting, maka kita bisa membawa laporan kita ke HR atau supervisor dari gaslighter tersebut.
Sikap perusahaan akan menentukan kita untuk mengambil tindakan berikutnya. Jika perusahaan mendukung, maka bisa saja pelaku gaslighter dipindahkan dan membuat kita bisa meneruskan karier kita di tempat yang sama. Namun, jika kantor tidak mendukung, maka pindah ke tempat lain menjadi pilihan yang bisa diambil.
Kepindahan kita mungkin tidak adil, tapi jika kita tetap berada di lingkungan yang tidak menyehatkan justru akan mengorbankan ketenangan diri kita lebih besar lagi. Hal tersebut juga berguna untuk menjaga kesehatan mental kita, karena kita semua berhak untuk bahagia.