Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin saja mengalami hari yang buruk, minggu-minggu yang melelahkan, atau bahkan bulan penuh dengan hal-hal yang membuat kita stres. Beberapa hal tersebut merupakan sebuah siklus yang tentunya lumrah dialami orang-orang yang bekerja. Namun, pada akhirnya kita akan bisa melewatinya. Setelah hari yang buruk kita pasti akan mengalami hari yang baik, bertahan dari minggu-minggu yang melelahkan, dan mendapatkan hasil dari bulan yang membuat kita stres.
Seperti halnya yang terjadi pada siklus tersebut, memiliki lingkungan kerja yang toxic rasanya kita seperti mengalami hal yang tidak menyenangkan secara terus menerus tanpa henti. Lingkungan kerja yang toxic membuat kita merasa tidak nyaman saat bekerja, menurunkan semangat kerja, dan memicu stres yang berkepanjangan. Hal-hal seperti persaingan kerja yang tidak sehat, sikap rekan kerja yang buruk, gosip dan drama di tempat kerja, bos yang merasa selalu benar, bahkan adanya bullying di tempat kerja. Lingkungan kerja yang toxic tidak akan membiarkan kita beristirahat, mengambil waktu kita untuk tidur dan melakukan hobi atau bisa saja menghambat komunikasi kita dengan orang-orang terdekat kita. Hal ini akan memicu kecemasan, stres, burnout, dan mengganggu kehidupan pribadi kita.
Lalu bagaimana kita bisa tahu jika kita berada di lingkungan kerja yang toxic. Berikut adalah tanda-tanda jika kita memiliki lingkungan kerja yang toxic:
- Rekan kerja dengan komunikasi dan sikap yang buruk
Sikap kerja dan komunikasi adalah aspek penting dalam lingkungan kerja agar pekerjaan berjalan dengan baik. Sikap kerja yang buruk dan kurangnya komunikasi menjadi salah satu ciri lingkungan kerja yang toxic. Ketika kita dilingkupi oleh rekan kerja yang terlalu serius, tidak bisa bercanda, atau bahkan cenderung kasar, apa yang akan kita rasakan? Tentu kita menjadi tidak nyaman saat harus berinteraksi dengan mereka. Hal ini pun akhirnya berdampak pada komunikasi kita. Sikap dan komunikasi adalah dua hal yang saling berpengaruh. Ketika sikap kita saat berkomunikasi buruk, kesalahpahaman bisa saja terjadi. Di lingkungan kerja dengan komunikasi yang buruk kita bisa jadi merasa tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu proyek atau tidak mendapatkan feedback dari kinerja kita, dan jika kita mendapatkannya feedback yang kita dapatkan cenderung negatif dan tidak membangun.
- Lingkungan kerja kita penuh dengan orang-orang yang tidak memiliki motivasi kerja
Motivasi memang pada dasarnya berasal dari dalam diri masing-masing. Jika orang lain tidak memiliki motivasi yang baik tentu itu bukan masalah kita. Namun, hal ini secara tidak langsung akan berdapak pada kinerja kita di tempat kerja. Ketika kita dihadapkan pada orang-orang yang memiliki motivasi kerja rendah kita bisa jadi memikul beban kerja yang lebih berat karena mereka tidak dapat mengerjakan pekerjaannya dengan maksimal. Alhasil hal tersebut jadi tanggung jawab kita untuk menyelesaikannya. Sama halnya dengan rekan kerja yang dapat memberi inspirasi bagi kita untuk bekerja lebih keras dan menjadi lebih baik, rekan kerja yang tidak memiliki motivasi kerja juga bisa berdampak pada diri kita dan membuat kita lelah. Hal semacam ini bisa jadi lebih parah ketika kita tidak berada pada posisi jabatan yang tinggi.
- Pengucilan dan gosip di tempat kerja
Memiliki teman dekat di lingkungan kerja tentunya adalah hal yang wajar. Orang-orang biasanya akan membangun kelompok pertemanan atau circle mereka yang berisi orang-orang yang merasa cocok satu sama lain di tempat kerja secara natural. Hal ini tentunya hal yang normal dan wajar. Hal yang tidak wajar adalah ketika orang-orang membangun circle mereka ini untuk tujuan bergosip dan menyebarkan rumor-rumor di lingkungan kerja. Ini membuat lingkungan kerja menjadi tidak sehat. Karena hal ini lingkungan kerja jadi dipenuhi dengan drama, ketegangan, hingga pertikaian antar rekan kerja. Selain itu, orang jadi memiliki kecenderungan hanya mau bekerja sama dan menawarkan proyek kepada orang-orang dari kelompok atau circle-nya, dengan sengaja tidak menyampaikan informasi kepada orang-orang yang bukan circle-nya, bahkan hingga membuat grup obrolan sendiri dan menyebarkan gosip. Alih-alih berkolaborasi, orang-orang akan saling menyerang satu sama lain dan fokus pada tujuan pribadi bukan tujuan organisasi.
- Pemimpin yang buruk
Menurut sebuah penelitian, 60% orang dalam survei memilih untuk keluar dari pekerjaan mereka atau sedang mempertimbangkan untuk keluar karena atasan mereka. Meskipun tidak ada pemimpin yang sempurna, tapi ada beberapa karakteristik jika kita sedang berhadapan dengan atasan yang buruk. Hal-hal seperti terlalu mengatur bahkan untuk hal-hal kecil yang bisa kita tangani sendiri, tidak mengakui jika mereka melakukan kesalahan, sikap yang tidak sopan dalam memperlakukan bawahannya, hingga yang lebih parah mereka bisa saja mengklaim ide yang kita miliki mungkin saja terjadi. Jika hal ini terjadi kita bisa mengomunikasikan hal ini dengan departemen HR yang ada untuk meminta solusi.
- Lingkungan kerja yang toxic tidak membuat kemajuan apapun dan tidak mengizinkan kita untuk tumbuh dan berkembang
Tempat kerja seharusnya tidak hanya menjadi tempat kita untuk mencari pendapatan, tetapi juga tempat untuk kita belajar dan berkembang. Lingkungan kerja yang toxic bisa jadi tidak memberi kesempatan bagi kita untuk itu dan bahkan justru sebaliknya, merugikan kita secara pribadi.
- Perputaran pegawai yang cepat
Perputaran pegawai atau karyawan yang terlalu cepat adalah indikasi yang paling jelas dan mudah diamati jika itu berkaitan dengan lingkungan kerja yang toxic. Meninggalkan sebuah pekerjaan bukanlah hal yang mudah, jadi jika seseorang sudah memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya berarti pasti ada alasan yang kuat dibalik itu. Pergantian karyawan yang tinggi ini bisa jadi indikator bahwa sebuah organisasi tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik, kurangnya arahan, tidak adanya kesesuaian deskripsi pekerjaan dan realisasinya, hingga sedikitnya peluang karyawan untuk berkembang. Jika hal ini terjadi, cobalah untuk mencari informasi dari karyawan-karyawan yang memilih untuk keluar atau di-PHK.
- Tidak mengenal istilah work-life balance
Ingat bahwa kita bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja. Untuk itu work-life balance sangat penting untuk kelangsungan hidup. Jika pekerjaan kita mengharuskan kita untuk siap dipanggail setiap waktu selama 24 jam dalam 7 hari, tentu saja lingkungan kerja kita toxic. Lingkungan kerja semacam ini akan memicu banyak kecemasan dan membuat kita tidak bisa menikmati hal-hal di luar pekerjaan. Kita layak mendapatkan jatah libur kita, sekadar mematikan notifikasi email selama hari libur, atau mendapatkan izin untuk pergi ke dokter ketika sakit tanpa harus merasa bersalah karena meninggalkan pekerjaan sebentar. Solusi dari hal ini tidak lain hanyalah coba untuk membuat batasan untuk urusan pekerjaan dan urusan di luar itu. Jika batasan-batasan yang kita buat tidak bisa dipenuhi atau hanya sekadar dikompromikan, mungkin saatnya keluar dari lingkungan kerja semacam ini.
- Pelecehan dan diskriminasi gender
Diskriminasi atau bahkan pelecehan saat ini nyatanya masih banyak dialami oleh perempuan di lingkungan kerja. Bentuk diskriminasi gender ini biasanya muncul karena stereotype bahwa perempuan tidak bisa bekerja sebaik laki-laki. Bentuk dikriminasi yang biasanya terjadi berupa PHK yang dilakukan saat cuti kehamilan, mengesampingkan karyawan perempuan dari sebuah proyek karena alasan resiko, dan pemberian gaji perempuan yang lebih rendah dari laki-laki. Selain itu, secara tidak sadar diskriminasi ini dapat memicu bullying, pelecehan, hingga kekerasan seksual terhadap perempuan. Orang mungkin berpikir bahwa yang dilakukannya hanya bercanda, namun ternyata hal tersebut adalah bentuk pelecehan hingga membuat orang lain merasa direndahkan.
Jika tempat kerja kita memiliki lebih dari 3 karakteristik di atas dan sulit kita toleransi lagi, mungkin sudah saatnya bagi kita untuk keluar dari lingkungan tersebut. Melepaskan sebuah pekerjaan bukanlah hal yang mudah, apalagi jika itu pekerjaan yang kita sukai. Namun, berada pada lingkungan kerja yang toxic hanya akan berdampak buruk pada kesehatan mental kita.