Menurut survei yang dilaksanakan oleh TSCS–IAKMI (Tobacco Control Support Center–Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia), rata–rata prevalensi perokok diusia 15 tahun ke atas yaitu sebesar 32,2% secara nasional pada tahun 2018. Sedangkan, menurut survei yang telah dilaksanakan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2016 menunjukkan bahwa terjad peningkatan pada prevalensi perokok pada tiap tahunnya. Disebutkan juga bahwa prevalensi perokok yang semula 27% pada tahun 1995 berubah menjadi 36,3% pada tahun 2016. Dimana didapatkan angka 27% pada tahun 1995; 31,5% pada tahun 2001; 34,4% pada tahun 2004; 34,7% pada tahun 2007, dan 36,3% pada tahun 2013. Angka ini diprediksi akan terus bertambah setiap tahunnya. Salah satu fakta menarik tentang biaya konsumsi tembakau, yaitu rata-rata perbulannya perokok mengeluarkan biaya sebesar Rp. 216.000,00. Jika diasumsikan kepada jumlah perokok di Indonesia, maka dalam satu tahun jumlah uang yang dikeluarkan oleh perokok untuk membeli tembakau adalah sebesar Rp. 153,25 triliun. Selain itu, rumah tangga dengan salah satu anggotanya adalah perokok mengeluarkan uang belanja untuk berobat penyakit asma sebesar Rp. 1,1 triliun, penyakit TBC Rp. 636 miliar, penyakit pernafasan lain Rp. 4,3 triliun, dan penyakit jantung Rp. 2,6 triliun. Dikarenakan terjadinya peningkatan angka prevalensi perokok di dunia setiap tahunnya, WHO menyarankan beberapa program yang dapat diterapkan pada negara dengan tingkat prevalensi perokok yang tinggi, dimana salah satu dari program tersebut adalah smoking cessation.
Dengan mempertimbangkan bahwa rokok mengandung sekitar 4000 produk pyrolisis (zat yang dihasilkan dari proses pembakaran rokok), tar, karbon monoksida, dan beberapa zat lain yang memberikan efek samping terhadap sistem syaraf pusat, meningkatkan resiko terjadinya penggumpalan darah, dan berpotensi meningkatkan gangguan pernafasan maka WHO (World Health Organization) menggalakan program smoking cessation sebagai salah satu program yang diperkirakan dapat mengurangi angka perokok di dunia. Program ini menjadi bagian dari program pengendalian penyakit tidak menular, yang dimana pelaksanaannya melibatkan rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat pada masing–masing negara dengan prevalensi jumlah perokok yang besar dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat. Pelaksanaanya dilakukan dengan memberikan edukasi yang dilaksanakan oleh LBBM (Lembaga Bantuan Berhenti Merokok) dan memantau perokok selama program berlangsung. Adapun beberapa LBBM yang tersedia di Indonesia :
- Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat yang terletak di Bandung, Jawa Barat dan Solo – Di balai ini, edukasi terhadap para perokok dilakukan di fasilitas Klinik Berhenti Merokok. Para konselor akan memberikan konseling dan terapi bagi para perokok agar berhenti dari ketergantungan rokok.
- Lembaga Kajian Pengendalian Tembakau di Jakarta – Di lembaga ini perokok akan diberikan edukasi agar dapar berhenti dari ketergantungan merokok.
- Rumah Sakit seperti Rumah Sakit Persahabatan dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta – Di rumah sakit ini, edukasi dan terapi bagi para perokok dilakukan di Klinik Berhenti Merokok. Di RS Persahabatan, klinik ini sudah aktif dari Bulan November 2008. Klinik ini memberikan edukasi bagi pasien yang dirawat inap, khususnya bagi pasien yang menderita penyakit paru dikarenakan merokok. Program ini dijalankan oleh pasien selama tiga bulan, dengan tahapan yang dilakukan yaitu evaluasi awal, konseling singkat, psikoterapi, pemberian obat dan konseling via telpon. Kemudian terdapat program tambahan yang dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan dari kondisi withdrawal-nya. Hal serupa juga dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo dengan dukungan dari psikiater, akupuntur, dokter spesialis paru, dan dokter spesialis gizi.
- Puskesmas di masing–masing daerah – Edukasi bagi para perokok dilaksanakan melalui POSBINDU–PTM (Pos Binaan Terpadu Penyakit Tidak Menular). Kegiatan ini dilaksanakan dengan memberikan edukasi dan melakukan screening kesehatan yang dilakukan oleh petugas puskesmas kepada para perokok yang mengikuti program ini.
Metode dari program smoking cessation
Metode dari smoking cessation terdiri atas tiga tahapan, yaitu preparasi / persiapan, intervensi, dan perbaikan. Tahapan persiapan dilakukan oleh konselor dengan memberikan motivasi untuk berhenti merokok, yang bertujuan untuk membangun rasa percaya diri dan semangat kepada para perokok. Intervensi dapat dilakukan dengan berbagai macam pendekatan, seperti konseling, kunjungan pada klinik yang dikhususkan bagi perokok, terapi yang dilakukan melalui buku atau video, ataupun mengkonsumsi obat over the counter untuk mengatasi withdrawal ketika tidak lagi merokok. Tahapan intervensi ini dapat dilakukan secara tunggal maupun dengan kombinasi melalui pendekatan lainnya. Pada tahapan maintenance, para konselor akan melakukan evaluasi dan jika perokok masih belum menunjukan tanda untuk berhenti merokok, maka akan digunakan strategi ntervensi lainnya hingga perokok berhenti secara permanen. Program smoking cessation ini bersifat cost effective, dikarenakan para perokok umumnya dapat melakukan terapi secara mandiri yang disertai dengan dukungan dari para konselor serta penggunaan obat – obatan yang masih dapat terjangkau. Banyak orang dapat berhenti merokok, namun untuk berhenti merokok secara permanen diperlukan usaha, support dan bantuan dari konselor maupun tenaga kesehatan agar terlaksana dengan baik.
Efektivitas dari program smoking cessation
Berdasarkan data dari WHO, perokok yang telah berhasil mengatasi masalah ketergantungan terhadap rokok melalui program smoking cessation (data dalam bentuk persentase) yaitu :
Program Smoking Cessation | Persentase (%) |
Edukasi dokter secara intensif | 66% |
Konseling melalui telepon oleh konselor | 41% |
Konseling yang dilakukan secara individu | 39% |
Penggunaan nicotine replacement therapy | 58% |
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dengan mengikuti program smoking cessation terutama dengan pemberian edukasi yang dilakukan secara intensif dapat mengatasi masalah ketergantungan terhadap rokok sebesar 66% (paling besar jika dibandingkan dengan metode lain). Salah satu penelitian di Rumah Sakit negara Amerika menunjukkan bahwa, para perokok yang sebelumnya dirawat dirumah sakit dan mendapatkan edukasi terkait smoking cessation selama enam bulan berturut – turut akan berhenti merokok secara total, dengan jumlah perokok yang berhenti sebanyak 34% dari semua responden. Keuntungan kesehatan yang didapatkan oleh perokok yang berhasil mengatasi keergantungannya terhadap rokok melalui program smoking cessation (dengan kondisi perokok sudah berhenti merokok) yaitu :
Waktu Semenjak Perokok Berhenti Merokok | Keuntungan Kesehatan yang Didapatkan |
Selama 20 menit pertama | Denyut jantung dan tekanan darah menurun |
12 jam pertama | Kadar karbon monoksida di dalam darah kembali normal |
2 – 12 minggu | Peningkatan sirkulasi darah dan fungsi paru |
1 – 9 bulan | Penurunan frekuensi batuk |
1 tahun | Penurunan resiko dari penyakit jantung |
5 tahun | Penurunan resiko penyakit stroke |
10 tahun | Penurunan resiko penyakit kanker paru |
15 tahun | Resiko dari penyakit jantung dari mantan perokok sama dengan non perokok |
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa dengan adanya Klinik Berhenti Merokok yang didirikan oleh salah satu puskesmas di kota Medan, klinik yang beroperasi selama seminggu sekali ini memiliki perokok yang aktif berkonsultasi sebanyak 128 orang dan yang menginginkan untuk dapat berhenti merokok sejumlah 66,4% dari total perokok tersebut. Di wilayah Bali, salah satu puskesmas di Kota Denpasar yang mengadakan Klinik Berhenti Merokok mendapat pengunjung puskesmas dengan persentase sebesar 57,6% yang menginginkan untuk berhenti merokok dan sebanyak 31 responden (93,9%) sudah berhenti untuk merokok setelah mengunjungi klinik ini. Dapat dipastikan, bahwa salah satu program pemerintah in cukup berhasil untuk mengurangi jumlah perokok di beberapa wilayah, walaupun belum terdapat data nasional yang mampu untuk merepresentasikan data secara keseluruhan.
Memang, jika dibandingkan dengan program pemerintah lainnya seperti kawasan bebas rokok yang telah diatur pada PP Republik Indonesia No. 19 tahun 2003 dan Instruksi Menkes No. 84/Menkes/Inst/II/2002, program smoking cessation di Indonesia masih terdengar asing. Namun, secara berangsur – angsur dimulai dari tahun 2017 – 2018 program ini menarik minat para perokok sebagai support bagi mereka dalam mengatasi kecanduan rokok. Dengan adanya minat yang besar terhadap pelaksanaan program ini dan adanya dukungan dari para tenaga kesehatan sebagai konselor, program ini pastinya akan menjadi besar dan dapat mencapai visi serta misinya, yaitu mengurangi jumlah angka perokok aktif di Indonesia hingga dunia.
Referensi :
- Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (TCSC – IAKMI). Atlas Tembakau Indonesia 2020. Jakarta Pusat : Sekretariat TCSC – IAKMI.
- World Health Organization and Ministry of Health. 2012. Global Adult Tobbaco Survey : Indonesia Report 2011. United States : World Health Organization.
- Fawzani, Nurhidayati dan Triratnawati, Atik. Terapi Berhenti Merokok (Studi Kasus 3 Perokok Berat). Jurnal Makara Kesehatan Volume IX : No.1, Juni 2005 page 15 – 22.
- World Health Organization and Ministry of Health. 2012. A Guide for Tobacco Users to Quit. Switzerland : Prevention of Noncommunicable Diseases World health Organization.
- Sherman, Scott, Link, Alissa et al., 2016. Smoking Cessation Interventions for Urban Hospital Patients (A Randomized Comparative Effectiveness Trial). United State : American Journal of Preventive Medicine.
- Mutiara Sari, Rindi. 2018. Kebutuhan Masyarakat pada Klinik Berhenti Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kota Medan. Universitas Sumatera Utara : Fakultas Kesehatan Masyarakat.
- Putu Devhy, Ni Luh et al., 2019. Gambaran Kesadaran Perokok untuk Mengikuti Konseling di Klinik Berhenti Merokok di Kota Denpasar. Jurnal Kesehatan Indonesia Volume IX No. 3 : hal. 130 – 134. Bali : Stikes Wira Medika Bali.
- Schwarts, J.L. 1992. Methods of Smoking Cessation. Journal of Medical Clinical North America Volume II.