Kecemasan adalah salah satu konsep terpenting dalam teori psikoanalisis Freud. Kecemasan memainkan peranan yang penting, baik dalam perkembangan kepribadian maupun dalam dinamika berfungsinya kepribadian. Di samping itu, kecemasan merupakan pusat makna dari teori Freud tentang penyakit syaraf dan penyakit jiwa dalam pengobatan keadaan-keadaan sakit yang demikian.
Kecemasan dapat diartikan sebagai suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Ketegangan-ketegangan ini adalah akibat dari dorongan-dorongan dari dalam atau dari luar dan dikuasai oleh susunan urat syaraf yang otonom. Misalnya, ketika seseorang menghadapi keadaan yang berbahaya hatinya berdenyut lebih cepat, ia bernafas lebih pesat, mulutnya menjadi kering dan tampak tangannya berkeringat. Tidak ada dengan apa yang dinamakan kecemasan yang tidak disadari sebagaimana juga tidak ada rasa nyeri yang tak disadari. Orang dapat tidak menginsyafi sebab-sebab kecemasannya, tetapi ia tidak dapat tidak menginsyafi adanya perasaan cemas.
Kecemasan sama dengan perasaan takut. Namun, dibanding dengan mempergunakan istilah “takut”, Freud lebih suka mempergunakan istilah kecemasan sebab istilah “takut” biasanya dianggap dalam arti kata “takut terhadap sesuatu hal di dunia luar”. Sedangkan orang dapat merasa takut baik dari bahaya yang ada di dalam diri orang tersebut maupun dari bahaya yang ada di luar dirinya. Bahaya itu sendiri adalah setiap keadaan dalam lingkungan seseorang yang mengancam untuk mencelakakannya.

Freud membeda-bedakan kecemasan menjadi tiga tipe, yaitu:
Kecemasan Tentang Kenyataan
Kecemasan tentang kenyataan adalah suatu pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan suatu bahaya di dunia luar. Pengamatan bahaya dan timbulnya kecemasan mungkin bersifat pembawaan, dalam arti kata, bahwa seseorang mewarisi kecenderungan untuk menjadi takut bila ia dekat-dekat dengan benda tertentu atau keadaan-keadaan tertentu di lingkungannya, atau diperdapat selama hidup seseorang.
Rasa ketakutan lebih mudah diperoleh selama masa bayi dan kanak-kanak ketika sifat tak berdaya dari manusia yang belum dewasa menyebabkan ia tidak dapat menghadapi bahaya-bahaya dari luar. Manusia yang belum dewasa seringkali dikuasai oleh ketakutan karena ego[1]nya belum berkembang sampai pada titik dimana manusia dapat menguasai (mengikat) rangsangan-rangsangan yang jumlahnya berlebihan.
Pengalaman-pengalaman yang menguasai seseorang dengan kecemasan dinamakan “traumatik”, sebab pengalaman-pengalaman tersebut menyusutkan seseorang kepada keadaan yang tak berdaya. Awal mula dari semua pengalaman traumatik adalah traumatik kelahiran. Bayi yang baru dilahirkan dihujani dengan rangsangan-rangsangan yang berlebihan dari dunia, terhadap keadaan dimana ia dahulu terlindungi selama di dalam kandungan menyebabkan ia tidak memiliki kesiapan sama sekali. Selama tahun-tahun awal hidupnya, manusia menghadapi keadaan-keadaan lain yang tidak mampu dihadapinya, dan pengalaman-pengalaman traumatik ini meletakan dasar bagi perkembangan seluruh jaringan ketakutannya. Setiap keadaan dalam hidupnya dikemudian hari yang menyusutkan keadaan seseorang ke keadaan tak berdaya akan mencetuskan tanda kecemasan. Ketakutan, semuanya ada hubungannya dengan dan menjadi kelanjutan dari pengalaman-pengalaman terdahulu tentang keadaan tak berdaya. Itulah mengapa sangat penting untuk melindungi anak di tahun-tahun awal kehidupannya dari pengalaman-pengalaman traumatik.
Kecemasan Neurotis (Syaraf)
Kecemasan neurotis ditimbulkan oleh suatu pengamatan tentang bahaya dari naluri-naluri, (seluruh energi yang dipergunakan untuk melakukan perkerjaan kepribadian). Naluri didefinisan sebagai suatu keadaan pembawaan yang menentukan arah proses-proses rohaniah mengamati, mengingat-ngingat dan berpikir kearah tercapainya hubungan seksuil.
Perlu diketahui bahwa kecemasan neurotis bukanlah sesuatu yang dimiliki secara khusus oleh orang-orang yang neurotis. Orang-orang yang normal juga mengalami kecemasan neurotis, tetapi kecemasan ini tidak menguasai hidup orang-orang normal itu sejauh batas-batas penguasaan yang terdapat pada kehidupan orang-orang yang neurotis.
Kecemasan neurotis adalah suatu rasa ketakutan tentang apa yang mungkin terjadi, sekiranya tenaga-tenaga penekan (dari dalam) dari ego gagal untuk mencegah dorongan dari luar dan naluri-nalurinya meredakan dirinya dalam melakukan suatu tindakan yang impulsif. Kecemasan neurotis dapat diperlihatkan dalam tiga bentuk, yaitu:
- Kecemasan yang berkisar dengan bebas dan meletakan dirinya dengan segera kepada keadaan lingkungan yang kira-kira cocok. Kecemasan semacam ini menjadi sifat dari seseorang yang gelisah, yang selalu mengira bahwa sesuatu yang hebat akan terjadi. Dalam hal ini kita mengira, bahwa seseorang takut pada bayangannya sendiri. Padahal yang sebenarnya ditakuti adalah bahwa id[2] yang selalu memberikan tekanan terhadap ego, akan menguasai ego dan menyeretnya kepada keadaan tak berdaya.
- Kecemasan yang berupa ketakutan yang tegang dan irrasionil, yang dinamakan dengan “phobia”. Sifat yang khusus pada phobia ialah, bahwa ukuran ketakutannya melebihi proposi bahaya yang sebenarnya dari objek yang ditakutkan oleh orang itu. Dalam setiap contoh ketakutan itu sifatnya irrasionil karena sebab dari kecemasan tersebut lebih terdapat dalam id daripada dunia luar. Di balik setiap kecemasan neurotis, terdapat keinginan primitif dari id untuk benda/hal yang ditakutinya itu. Ia menginginkan apa yang ditakutinya tersebut atau ia ingin sesuatu yang ada hubungannya dengan atau menjadi lambang dari benda/hal yang ditakutinya. Phobia dapat juga diperbesar oleh kecemasan moril, kalau benda/hal yang diinginkan tapi ditakutkannya adalah sesuatu hal ideal yang melanggar superego[3].
- Kecemasan yang terlihat waktu reaksi gugup atau setengah gugup. Perbuatan gugup adalah suatu bentuk yang ekstrim dari reaksi yang sering diperlihatkan dalam bentuk-bentuk yang kurang buas. Reaksi-reaksi ini muncul tiba-tiba tanpa ada provokasi yang tegas. Keadaan ini terlihat kalau seseorang melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya yang biasa. Perbuatan ini dapat bersifat dikeluarkannya perkataan yang kasar, diambilnya sebuah benda yang ada di took tanpa izin, atau dikeluarkannya pendapat yang menghina. Kita kadang melihat tentang seseorang yang mengamuk dan menembak atau melukai banyak orang yang tidak dikenalnya dan orang yang tidak berbuat apa-apa kepadanya. Sesudahnya ia tidak dapat menjelaskan apa sebabnya ia berlaku demikian. Apa yang diketahuinya ialah bahwa ia merasa kalap dan sedemikian tegangnya sehingga ia harus berbuat sesuatu sebelum ia meledak. Dalam hal-hal demikian, orang tersebut bisa dibilang berbuat di luar kemauannya. Reaksi-reaksi gugup ini adalah contoh-contoh perbuatan meredakan diri yang bertujuan membebaskan dirinya dari kecemasan neurotis yang sangat menyakitkan dengan jalan melakukan sesuatu yang dikehendaki id, meskipun ego dan superegonya melarang.
Kecemasan neurotis selalu berdasarkan kecemasan tentang kenyataan, dalam arti kata bahwa seseorang harus menghubungkan suatu tuntutan naluriah dengan bahaya dari luar sebelum ia belajar merasa takut terhadap naluri-nalurinya. Sebab perbuatan yang impulsif membawa seseorang ke dalam suatu kesulitan, sebagaimana biasanya terjadi, ia pun menjadi sadar bagaimana bahanya naluri-naluri itu.
Kecemasan neurotis merupakan beban yang lebih berat terhadap ego daripada kecemasan terhadap kenyataan. Dengan meningkatnya usia kita, maka kita mengembangkan cara-cara untuk menguasai atau menghindarkan ancaman-ancaman dari luar, dan juga sebagai anak-anak kita selamanya dapat lari dari objek-objek atau keadaan-keadaan yang berbahaya. Tetapi karena sumber dari kecemasan neurotis adalah daerah kepribadian diri kita sendiri, maka lebih sulitlah untuk menghadapinya dan sama sekali tidak mungkin untuk lari daripadanya.
Kecemasan Moril
Kecemasan moril yang dialami sebagai suatu perasaan bersalah atau malu dalam ego, ditimbulkan oleh suatu pengamatan mengenai bahaya dari hati nurani. Hati nurani sebagai wakil di dalam tubuh dari kekuasaan orang tua mengancam untuk menghukum seseorang karena suatu perbuatan atau pikiran yang melanggar tujuan yang sempurna dari ego yang ideal yang diletakan dalam kepribadian oleh orang tua. Ketakutan yang asli, dari mana kecemasan moril itu ditariknya adalah kecemasan yang objektif; ketakutan itu adalah ketakutan terhadap orang tua yang menghukum.
Sebagaimana halnya kecemasan neurotis, sumber dari kecemasan moril terletak dalam struktur kepribadian, dan sebagaimana halnya dengan kecemasan neurotis, orang tidak dapat melepaskan diri dari perasaan bersalah dengan jalan melarikan diri daripadanya. Kecemasan moril mempunyai ikatan yang erat dengan kecemasan neurotis, karena musuh-musuh utama dari superego adalah pemilihan objek yang primitif dari id. Ikatan-ikatan ini adalah akibat disiplin orang tua yang untuk sebagian besar ditunjukan terhadap pernyataan impuls yang seksuil dan agresif. Sebagai akibatnya, hati nurani yang merupakan suara terpendam dari kekuasaan orang tua, terdiri dari larangan-larangan terhadap sensualitas dan ketidaktaatan. Adalah suatu ironi dari kehidupan bahwa orang yang berakhlak mengalami lebih banyak rasa malu daripada orang yang tidak berakhlak. Sebab hanya dengan berpikir untuk melakukan sesuatu yang buruk saja telah menjadikan seseorang yang berakhlak merasa malu.
Antara ketiga macam kecemasan di atas, tidak ada perbedaan dari segi jenisnya. Semuanya mempunyai satu sifat yang sama, yaitu tidak menyenangkan. Kecemasan hanya berbeda dalam hubungan sumbernya. Seperti dalam kecemasan tentang kenyataan, sumbernya adalah dari bahaya yang terletak dalam dunia luar. Kecemasan neurotis, sumbernya berupa ancaman yang terletak dalam pemilihan objek secara naluriah dari id. Yang terakhir kecemasan moril, yang bersumber dari hati nurani dan sistem superego. Secara singkat, intinya adalah bahwa ketiga macam kecemasan yang dialami oleh seseorang adalah ketakutan-ketakutan terhadap dunia luar, ketakutan terhadap id, dan ketakutan terhadap superego.
Perbedaan antara ketiga kecemasan itu tidak berarti bahwa seseorang yang mengalami kecemasan itu mengetahui sumbernya. Ia mungkin berpikir bahwa ia takut terhadap sesuatu dari dunia luar, sedangkan sebenarnya ketakutannya itu bersumber pada suatu bahaya dari dalam dirinya atau dari sebuah ancaman terhadap superego. Perlu diketahui pula bahwa suatu keadaan cemas mungkin memiliki lebih dari satu sumber. Kecemasan itu mungkin saja merupakan campuran antara dua dari tiga jenis kecemasan di atas, atau gabungan dari ketiganya.
[1] Tempat berasalnya kesadaran (dalam bahasa latin berarti “aku”)
[2] Keadaan bawah sadar (the unconscious) di dalam pikiran yang terlahir bersama kita.
[3] Pemantau perilaku, si yang memutuskan apa yang bisa diterima dan mengendalikan tabu
Referensi
Hall, Calvin. S. Suatu Pengantar ke dalam Ilmu Jiwa Sigmund Freud. Pustaka Sarjana PT. Pembangunan. 1980