Pengembangan-pertanian-di-era-revolusi-industri-4.0

Peluang dan Tantangan Pengembangan Sektor Pertanian di Tengah Gaung Revolusi Industri 4.0

Sekarang ini dunia telah memasuki era baru yang disebut dengan Revolusi Industri 4.0. Sama halnya dengan revolusi industri sebelumya, revolusi industri 4.0 merupakan suatu bentuk pembangunan industri yang tidak dapat dihindari perkembangannya. Memasuki era revolusi industri 4.0, berbagai aktivitas sosial, pendidikan, ekonomi dan sebagainya selalu dikaitkan dengan penggunaan mesin-mesin otomasi yang terintegrasi dengan jaringan internet. Kecanggihan teknologi era ini membuat banyak kondisi berubah. Semua sektor seperti bisnis, pendidikan, pertanian, bahkan politik pun telah berevolusi.

Sektor pertanian lambat laun akan semakin terpapar sistem otomatisasi dan penggunaan internet di dalam proses produksinya. Dengan kata lain, sektor pertanian juga akan menjadi subjek revolusi industri 4.0, yakni tahapan industri yang menggunakan pertukaran data sebagai basis utama proses produksi.

Perlu diketahui bahwa kontribusi sektor pertanian yang besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, kini tidak lagi menjadi salah satu sumber perekonomian terbesar di Indonesia. Untuk mencukupi kebutuhan penduduk yang terus bertambah, dunia pertanian kemudian mengadopsi istilah “Revolusi Pertanian 4.0” dimana pertanian diharapkan melibatkan teknologi digital dalam proses pengembangannya.

Pertanian merupakan sektor penting karena sebagai pemegang kendali ketahanan dan kedaulatan pangan. Ketahanan pangan diartikan sebagai sistem yang menyangkut ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan yang direfleksikan sebagai pasokan pangan, akses masyarakat terhadap pangan, serta pemanfaatan atas produk pangan. Ada 4 esensi yang merupakan barometer ketahanan pangan yaitu : (1) Ketersediaan pangan, (2) Stabilitas pangan, (3) Aksesibilitas pangan dan (4) Kualitas pangan. Semua esensi tersebut merupakan sebuah sistem yang terintegrasi dan tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain. Ketersediaan pangan tidak akan berarti jika kualitasnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kualitas pangan yang baik tidak akan berarti jika tidak mampu diakes, baik karena harga maupun distribusi yang ekslusif.

Stabilitas pangan juga tidak akan menjadi kenyaataan jika tidak ada relasi yang intensif antara pemangku kepentingan pangan dan petani. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan telah dikembangkan berbagai teknologi peningkatan produksi pertanian, seperti pengembangan pertanian tekno-ekologis. Pertanian tekno-ekologis adalah model pertanian yang dikembangkan dengan memadukan pertanian ekologis dengan pertanian berteknologi maju. Kekuatam utama dari sistem pertanian ini terletak pada integrasi fungsional dari beragam sumberdaya, termasuk fungsi lahan dan komponen biologis, sehingga stabilitas dan produktifitas sistem usahatani dapat ditingkatkan dan basis sumberdaya alam dapat dilestarikan

Pengembangan teknologi terbaru di bidang pertanian menurut Passinggi (2018) antara lain :

  1. Soiless Culture
    Soiless culture adalah budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah, contohnya hidroponik dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Keuntungan menanam secara hidroponik antara lain a) Tidak membutuhkan lahan yang luas, b) Tidak menghasilkan polusi nutrisi ke lingkungan, c) Steril dan bersih, e) Bebas dari tumbuhan pengganggu.
  2. Vertical Farming
    Vertical Farming merupakan sebuah cara untuk mengelola tanaman pada bidang vertikal. Keuntungan vertikal farming antara lain a) produktifitas tanaman tinggi pada luas lahan yang terbatas, b) Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil karena tidak menggunakan mesin pertanian seperti traktor dan mesin pembajak.
  3. Pertanian di Daerah Pantai
    Lahan-lahan pertanian di daerah pantai biasanya bercirikan tekstur tanahnya banyak mengandung pasir dan kadar salinitas yang relatif tinggi. Hal ini dapat dimodifikasi dengan pemberian amelioran, sehingga lahan-lahan tersebut yang tadinya tidak bisa dimanfaatkan untuk usaha pertanian menjadi bisa dimanfaatkan untuk usaha pertanian.
  4. Rekayasa Genetik
    Persilangan-persilangan pada tanaman yang telah dilakukan pemulia-pemulia tanaman telah menghasilkan varietas-varietas unggul baru yang selain berproduksi tinggi juga toleran lingkungan rawan seperti salinitas tinggi, tanah masam.
  5. Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi
    Perkembangan teknologi ini dimanfaatkan untuk diseminasi hasilhasil riset sehingga teknologi baru hasil riset dapat diketahui dan diterapkan oleh masyarakat secara luas. Teknologi informasi dan komunikasi tersebut juga dapat dimanfaatkan secara maksimal terutama untuk pemasaran produk-produk pertanian.

Peluang Pengembangan Pertanian 4.0

Mekanisme pertanian merupakan salah satu kompnen penting dalam pertanian modern untuk mencapai peningkatan produksi, daya saing bahkan swasembada pangan berkelanjutan. Implementasi industri 4.0 di sektor pertanian, diharapkan proses usahatani menjadi semakin efisien, produktivitas, dan daya saing meningkat. Untuk mendukung revolusi industri 4.0, sektor pertanian sedang bereksperimen dengan model dan inovasi bisnis baru, yaitu: pertanian presisi, pertanian vertikal, pertanian pintar (smart farming), pemanfaatan sensor dan drone, internet pertanian dan otomatisasi alsintan.

Pemanfaatan Internet of Thing (IoT) dalam bidang pertanian bertujuan menghubungkan peralatan dengan internet melalui smartphone, gadget dan alat lainnya. Hal tersebut bertujuan mengembangkan praktik pertanian modern yang selama ini sudah dijalankan termasuk pemanfaatan irigasi, pengolahan lahan, penggunaan pupuk/pestisida, pengolahan, hingga pemasaran.

Melalui tindakan cepat dari Kementerian Pertanian di Indonesia konsep pengembangan pertanian yang banyak dikembangkan pada saat ini adalah konsep pertanian cerdas, yang biasa juga disebut smart farming atau precision agriculture. Konsep ini merujuk pada penerapan teknologi informasi dan komunikasi pada bidang pertanian. Dengan tujuan utama target swasembada pangan berkelanjutan dan melakukan optimasi berupa peningkatan hasil (kualitas dan kuantitas) dan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada.

Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) juga telah mendukung pengembangan Pertanian 4.0 bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu:

  1. Memanfaatkan teknologi-teknologi cloud computing, mobile internet dan mesin cerdas (artificial intelligence), kemudian digabung menjadi generasi baru yang dimanfaatkan untuk menggerakkan traktor sehingga mampu beroperasi tanpa operator (autonomous tractor), dan robot grafting untuk mendeteksi unsur hara.
  2. Pemanfaatan Internet of Thing (IoT) dalam Internet Pertanian adalah untuk mengkoneksi benda-benda sekitar kita yakni alat-alat prtanian ataupun komponen penunjang dalam bertani dengan internet melalui smartphone maupun gadget lainnya. Hal tersebut melengkapi dan mengembangkan praktek pertanian modern yang selama ini sudah dijalankan termasuk dalam pemanfaatan irigasi, pengolahan lahan, penggunaan pupuk dan pestisida, pengembangan varietas tanaman baru, pengolahan pasca panen, hingga pemasaran.
  3. Meluncurkan teknologi yang dikembangkan dengan kombinasi antara teknologi cloud computing dengan mobile internet, yaitu: UPJA Smart Mobile dan SAPA MEKTAN. UPJA Smart Mobile adalah aplikasi android yang digunakan untuk melakukan usaha jasa pengolahan tanah, jasa irigasi, jasa penanaman padi, jasa panen padi, jasa penggilingan padi, jasa jual benih, jasa jual gabah, jasa pelatihan untuk operator alsintan, perawatan dan perbaikan alsintan, dan jasa penjualan suku cadang alsintan.
    Selain dari teknologi tersebut masih banyak teknoogi baru yang sedang diteliti oleh balitbang seperti Smart irrigation, smart green house, telescoping boom sprayer, mobile dryer, penanam benih padi, alsin penanam tebu dan pemasang drip line irigasi, dan kandang ayam close system mendukung Program Bekerja (Bedah Kemiskinan, Rakyat Sejahtera) dimana inovasi tersebut masih diteliti pemanfaatannya agar efektif, efesien serta berkelanjutan.

Tantangan Pengembangan Pertanian 4.0

Revolusi industri 4.0 dalam sektor pertanian ternyata lebih dominan terjadi di Eropa. Hal ini disebabkan oleh adanya bencana demografi, yaitu keadaan dimana jumlah penduduk yang berusia produktif lebih sedikit dibanding penduduk yang berusia non-produktif sehingga tenaga penduduk harus digantikan dengan teknologi. Sedangkan di Indonesia sendiri, revolusi industri 4.0, terutama di sektor pertanian belum begitu berhasil berkembang hanya beberapa daerah saja yang sudah merasakan perkembangan tknologi pertanian 4.0.

Berikut adalah beberapa hal yang menjadi penyebab revolusi industri 4.0 belum berhasil diterapkan di seluruh Indonesia.

  1. Sumber Daya Manusia
    Faktanya, sebagian besar petani berusia lebih dari 40 tahun dan lebih dari 70 persen petani di Indonesia hanya berpendidikan setara SD bahkan di bawahnya. Pendidikan formal yang rendah tersebut menyebabkan pengetahuan dalam pengolahan pertanian tidak berkembang serta monoton. Petani hanya mengolah pertanian seperti biasanya tanpa menciptakan inovasi-inovasi terbaru demi peningkatan hasil pangan yang berlimpah.
  2. Kondisi Lahan Pertanian di Indonesia
    Tidak bisa dipungkiri bahwa penyebaran penduduk dan pembangunan di Indonesia belum sepenuhnya merata. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya “Lahan Tidur” atau lahan yang belum tergarap oleh masyarakat di daerah-daerah pedalaman, sementara, lahan di suatu wilayah strategis justru menjadi rebutan dengan harga mahal. Mengingat harga tanah yang semakin melonjak tinggi, luas kepemilikan lahan pertanian para petani di Indonesia pun rata-rata kecil. Bahkan, sebagian besar petani hanya bisa menggarap lahan milik orang lain sehingga hasilnya pun harus dibagi dua. Selain itu, dampak akibat konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yang mencapai 150-200 ribu per tahun juga menyebabkan petani kekurangan lahan untuk bercocok tanam.
  3. Teknologi Belum Sepenuhnya Diterima Masyarakat
    Sistem pengalihan teknologi dari tradisional menjadi modern dalam pengelolaan pertanian belum mampu diterima secara luas oleh para petani yang masih banyak memilih menggunakan peralatan tradisional dibanding peralatan teknologi canggih. Selain karena keterbatasan biaya, keterbatasan pengetahuan juga menjadi faktor yang menghambat laju teknologi untuk merambah sektor pertanian secara luas.

Peran pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan edukasi yang cukup bagi para petani agar dapat memajukan sektor pertanian di era revolusi industri 4.0 ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan mungkin berupa memberikan penyuluhan besar-besaran dan melakukan demo penggunaan alat pertanian yang dilengkapi dengan teknologi modern. Teknologi masa kini memang telah merambah ke berbagai sektor hingga ke berbagai akses kehidupan. Namun, teknologi juga harus digunakan secara bijak dengan tetap melihat dampaknya dari berbagai sisi. Dalam pertanian misalnya, jangan sampai teknologi hanya dikuasai oleh segelintir orang atau merusak ekosistem yang ada tanpa mempedulikan keseimbangan lingkungan.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Reva Almalika

Seorang mahasiswa Agribisnis yang sedang berada pada tahun terakhir perkuliahan. Suka menuangkan pemikiran ke dalam suatu tulisan.

Artikel: 27

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *