“…….. Ajakan-ajakan untuk cinta produk-produk kita sendiri, produk-produk Indonesia harus terus digaungkan. Produk-produk dalam negeri gaungkan. Gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri. Bukan hanya cinta tapi juga benci. Cinta barang kita, benci produk dari luar negeri. Sehingga betul-betul masyarakat kita menjadi konsumen yang loyal sekali lagi untuk produk-produk Indonesia.”
Demikian sebagian sambutan yang di sampikan Presiden Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan 2021 bertempat di Istana Negara pada 4 Maret 2021. Dalam sambutannya, Presiden lebih menekankan kepada pemulihan ekonomi Indonesia di Tahun 2021 dengan cara kebijakan perdagangan yang di agendakan secara strategis, menjamin ketersediaan bahan pokok dengan harga yang terjangkau apalagi mendekati Bulan Ramadhan dan Idul Fitri Presiden menyampaikan untuk mengantisipasi hal tersebut, serta menghidupkan sektor perekonomian yang sempat terganggu baik itu dengan memberikan stimulus maupun intensif. Hal terpenting pula yang disampaikan ialah dalam menumbuhkan perekonomian tidak lain dengan menambah Investasi.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pun menjadi perhatian pemerintah saat ini. Kegiatan ekonomi masyarakat ini dianggap paling produktif dibandingkan dengan usaha besar lainnya. Kementerian Koperasi dan UKM RI melaporkan bahwa secara jumlah unit, UMKM memiliki pangsa sekitar 99,99% (62.9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia (2017), sementara usaha besar hanya sebanyak 0,01% atau sekitar 5400 unit. Usaha Mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), Usaha Kecil 5,7 juta (4,74%), dan Usaha Menengah 3,73 juta (3,11%); sementara Usaha Besar menyerap sekitar 3,58 juta jiwa. Artinya secara gabungan UMKM menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional, sementara Usaha Besar hanya menyerap sekitar 3% dari total tenaga kerja nasional!
Ini membuktikan gaungan “cintai produk dalam negeri” yang selama beberapa tahun belakangan terngiang cukup berpengaruh dalam meningkatkan keinginan dan kecintaan masyarakat Indonesia dalam mengolah sesuatu yang berada di dalam negeri membentuk usaha sendiri. Kita patut bangga Indonesia diberkahi oleh kekayaan Sumber Daya Alam yang dapat kita olah sendiri menjadi produk-produk untuk kebutuhan Bangsa sendiri tanpa perlu lagi Import. Namun sehatkah UMKM saat ini? ternyata selama 10 Tahun terakhir Pelaku Usaha tidak mengalami peningkatan menjadi usaha Kecil atau Menengah. Hal inilah yang membuat gaungan Cintai produk dalam negeri ditambahkan presiden menjadi “cintai produk dalam negeri dan benci produk luar negeri”.
Pasalnya, Produk asing masih unggul dibandingkan produk dalam negeri. Presiden juga mengundus adanya praktik perdagangan yang dapat membunuh Usaha Mikro dengan banyaknya Produk Import dalam e-commerce. Menurut Neilul Huda, Peneliti Indef, Isu soal keberadaan barang import versus lokal ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Menurutnya, saat e-commerce baru muncul dikawal sudah ada isu 97% diantaranya merupakan barang import. Jumlah itu terdiri dari barang yang diimpor langsung atau melalui reseller yang di Indonesia. Dia memperhitungkan jika barang yang dijual oleh lokal dihitung juga sebagai barang impor maka jumlahnya akan sangat tinggi. Presiden menyarankan agar menciptakan ekosistem e-commerce yang adil dan bermanfaat. Dengan begitu dapat menaikkan kelas pelaku usaha yang ada dalam negeri. Presiden Jokowi juga ingin praktik perdagangan digital harus meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), termasuk produk dalam negeri. Setidaknya bisa memberikan manfaat bagi pihak dalam negeri terutama UMKM.
Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang masih menganut Consumer Xenocentrisme. Consumer Xenocentrisme adalah kebalikan dari consumer ethnocentrism. Consumer xenocentrism dapat didefinisikan sebagai suatu orientasi di mana seseorang lebih menyukai produk dari negara lain ketimbang dari negeri sendiri dan menganggap produk dari negara lain lebih baik ketimbang produk dari negeri sendiri (Mueller and Broderick, 2010). Sifat xenocentrisme dapat menjelaskan mengapa seseorang tetap menyukai produk dari negara lain meskipun negara sendiri dapat membuat produk yang sama dengan kualitas sama atau bahkan lebih baik. Xenosentrisme dapat mengakibatkan kecenderungan penurunan minat terhadap produk domestik dan menggantikannya dengan produk buatan asing.
Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah apabila memakai produk buatan asing, maka akan terkesan elegan dan mewah karena harganya yang cenderung lebih tinggi dan menjanjikan kualitas kelas dunia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hamin and Elliot (2006) yang melakukan penelitian pada konsumen Indonesia, konsumen lebih menyukai membeli televisi merek Sony (buatan Jepang) dibandingkan televisi merek Polytron (buatan Indonesia). Sedangkan pada negara-negara maju, konsumen lebih mempercayai produk buatan dalam negerinya, karena merasa negaranya memiliki image yang lebih baik.
Belum sempat kita memahami arti dari “cinta” produk dalam negeri, Gaungan dikembangkan menjadi “benci” produk asing. Sungguh hal ini tak ubahnya semacam paradoks. Dalam Jurnal penelitiannya, Xenocentrism : Perilaku Pembelian Konsumen Indonesia Pada Produk Asing Di Era Perdagangan Bebas, Nofita Menemukan kesimpulan bahwa Masyarakat Indonesia umumnya telah melakukan pengaturan pada pola pikir mereka bahwa produk buatan asing selalu atau bahkan selamanya memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan produk dalam negeri. Demi kecintaan mereka terhadap produk luar negeri, konsumen rela mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkannya. Hal tersebut bertolak belakang dengan produk dalam negeri yang memiliki image buruk di mata konsumen Indonesia. Tidak sedikit dari mereka yang bahkan berpikir bahwa membeli barang produksi dalam negeri sama saja dengan membuang-buang uang. Salah satu alasan masyarakat Indonesia lebih memilih produk luar negeri adalah asumsi bahwa produk luar negeri memiliki kualitas yang lebih bagus dan lebih berkelas. Produk dalam negeri dianggap memiliki kualitas rendah tetapi dipatok dengan harga yang cukup tinggi. Berbeda dengan produk luar negeri yang dianggap sebanding antara kualitas dan harga yang ditawarkan. Oleh karena itu, meskipun produk luar negeri memiliki harga yang lebih mahal, konsumen tidak segan untuk mengeluarkan lebih banyak uang untuk membelinya.
Hal inilah yang merisaukan Presiden lalu kemudian memberikan tugas kepada Menteri Perdaganagn untuk melakukan strategi agar Produk Indonesia memiliki kualitas yang unggul dan mampu bersaing dalam pasar global. Dalam sambutannya, beberapa tugas Menteri Perdagangan ialah sebagai berikut : Mendorong UMKM memasuki Pasar digital, Menambah dan Memperbesar kapasitas produk, Meningkatkan mutu produksi, dan Memperhatikan proses Packaging dan Branding Produk. Selanjutnya juga Presiden menyampaikan jika di Mall-mall produk-produk lokal di letakan di tempat yang strategis dan produk asing di letakkan di tempat yang tidak strategis. Gaungkan cinta pada produk lokal dengan bangga akan produk lokal agar masyarakat selalu dekat dengan produk bangsanya sendiri. Layaknya Cinta dan Benci dalam kehidupan nyata, kedua kata tersebut tidak hanya sekedar dalam gaungan semata. “Cinta” berarti kita dengan penuh kesadaran dan jiwa nasionalis percaya bahwa produk dalam negeri juga berkualitas dan penting untuk ditanamkan dalam diri menjadi habit dalam mengkonsumsi produk lokal. “Benci” bukan berarti menganggap remeh produk asing, tetapi karena kita cinta dengan Produk lokal dan menganggapnya sebagai tindakan yang kompetitf. Artinya Produk Indonesia layak di ekspor secara massif dan mendunia.
Referensi :
ww.cnbcindonesia.com
https://www.ukmindonesia.id/baca-artikel/62