Saya pernah berkhayal ketika saya berusia lanjut nanti, saya akan menempati rumah sederhana dengan pekarangan yang cukup untuk berkebun dengan kolam ikan minimalis dan juga satu set kursi teras untuk menikmati lanskap itu bersama secangkir teh hangat di sore hari. Suasana yang sangat indah untuk menjelang peristirahatan terakhir. Tapi sebelum kesana saya ingin berbagi cerita tentang kebun di pekarangan yang saya maksud di atas, kebun minimalis yang memanfaatkan ruang terbuka di sekitar rumah.
Urban farming adalah sebutan bagi pemanfaatan ruang terbuka yang tersisa dari fasilitas publik maupun swasta di perkotaan menjadi ruang hijau untuk menghasilkan produk pertanian. Jika berkebun untuk menghasilkan produk pertanian kerap kali berasal dari pedesaan yang mana masih berlimpah ruang terbuka dan lahan yang cukup dalam membudidayakan berbagai macam komoditi pertanian, maka urban farming hadir sebagai konsep pertanian di perkotaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat terkhusus pada kebutuhan pangan.
Urban farming juga bisa melibatkan agrokomplek seperti peternakan, budidaya perairan, dan hortikultura. Dalam arti luas, urban farming dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem yang mendeskripsikan proses produksi pangan yang terjadi di perkotaan. Jika dilihat di kota besar dalam praktiknya Urban Farming mengarah pada pembangunan pertanian yang memiliki nilai estetik dan juga memiliki nilai kebermanfaatan lebih luas untuk lingkungan dan juga psikologis masyarakat.
Dalam keadaan pandemi seperti ini kegiatan di ruang publik sangat terbatasi, sehingga masyarakat yang berdomisili di perkotaan banyak mengalihkan aktivitasnya di dalam rumah dan sekitarnya. Sehingga trend urban farming selama pandemi sangat meningkat pesat. Kepala Bidang Pertanian Dinas Ketahan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (KPKP) DKI Jakarta Mujiati menerangkan bahwa terdapat lonjakan permintaan benih selama tiga bulan PSBB dan tercatat 900 titik urban farming di Jakarta. Rinciannya sebanyak 600 titik dikelola oleh masyarakat dalam program Gang Hijau dan 300 titik lainnya dikelola Karang Taruna.
Lalu bagaimana awal mula trend hidup sehat ini berasal?.
Terdapat liletaratur yang menyebutkan konsep pertanian kota ini berasal dari ketegangan politik Internasional antara Kuba dan Amerika dengan melahirkan keputusan embargo perdagangan, ekonomi dan keuangan yang ditetapkan Amerika terhadap Kuba pada Oktober dua tahun setalah rezim Batista dijatuhkan oleh Revolusi Kuba.
Terdapat juga kesamaan konsep urban farming dengan Victory Garden (Kebun Kemenangan atau Kebun Makanan untuk Pertahanan Perang) pada masa Perang Dunia ke-I dan Perang Dunia ke-II yang diterapkan di kediaman umum maupun pribadi di Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada, dan juga Jerman. Selama perang pemerintah medorong orang untuk menanam kebun kemenangan sebagai pemenuhan kebutuhan ransum dan juga meningkatkan moral rakyat dalam mendukung upaya perang secara tidak langsung.
Terdapat juga sebuah program yang bernama P-Patch yaitu sebidang properti yang digunakan untuk berkebun di Seattle, Washington DC. Yang dibawa oleh keluarga Picardo dalam sebuah taman keluarga di lingkungan Wedgwood Seattle. Hingga huruf P dalam P-Patch diambil dari inisial keluarga Picardo.
Dalam karya The Peri-Urban Interface: A tale of two cities oleh Brook dan Davila menjelaskan bahwa 50% penduduk dunia hidup dalam perkotaan. Bahkan diprediksi pada tahun 2035 mendatang terdapat 68% penduduk Indonesia tinggal berada di wilayah urban. Hal ini akan berdampak negatif bila tidak diimbangi kemandirian pangan, sebab akan meningkatkan budaya konsumtif, juga menyumbangkan kerusakan ekologis dari efek yang ditimbulkan distribusi pangan yang menggunakan alat transportasi. Dengan kata lain pemakaian bahan bakar fosil akan meningkat dan emisi gas rumah kaca melalui jejak karbon.
Jika urban farming diterapkan akan sangat berdampak positif, selain mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan efek rumah kaca. Sebab ketika suatu kota menerapkan Urban Farming, tanaman yang berfotosintesis memerlukan Karbondioksida (co2) sebagai unsur yang akan di ubah menjadi molekul zat gula atau glukosa (C6H12O6) untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman. Hingga jejak karbon suatu kota akan dapat dikurangi dengan tanaman sebagai pembenam karbon (Carbon Sink) dan juga Sekuestrasi Karbon dapat menyerap emisi karbon yang umumnya sangat tinggi di daerah perkotaan.
Selain itu juga dapat menjadi dekontaminasi tanah, bahwa dengan kepadatan penduduk dan tingkat mobilitas masyarakat di perkotaan akan meningkatkan air kelabu atau air limbah dari aktifitas domestik yang akan mencemari air tanah. Secara teoritis urban farming akan menekan dampak buruk tersebut dengan cara meremidiasi kondisi tanah dengan tanaman non-pangan. Dalam proses ini disebut dengan Fitoremidiasi yaitu jenis tanaman yang memiliki kemampuan mendegradasi, menyerap, dan mengubah senyawa toksik inert seperti logam berat raksa dan timah hitam, senyawa anorganik yang mengandung arsen dan juga uranium, lalu senyawa organik seperti organoklorida dan minyak bumi.
Diluar manfaat lingkungan yang disebabkan oleh penerapan urban farming, terdapat juga manfaat psikologi dan sosial yang akan berdampak sangat baik dimasa pandemi seperti ini. Proses interaksi dengan tanaman dapat meningkatkan ketenangan pikiran dan juga media rileksasi. Tugas berulang yang dilakukan dalam merawat tanaman seperti menyiram, memeberi pupuk, menyiangi gulma sampai tanaman tumbuh akan menjadi media latihan fisik dan juga pikiran. Serta aktifitas berkebun secara urban farming akan memposisikan keadaan sosial bertetangga lebih sering melakukan kontak disebabkan aktifitas perawatan tanaman di ruang terbuka yang juga akan sama dilakukan oleh tetangga.
Aktifitas fisik sebagai aktifitas primier berkebun sangat bermanfaat pada kesehatan fisik masyarakat perkotaan, dengan mencangkul dan membersihkan tanaman dari hama lebih menyenangkan dari pada berolahraga di Gymnasium.
urban farming juga menjadi solusi dan menjadi pertahan terakhir dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat kota bila terjadi krisis pangan atau keadaan yang tidak pernah terduga seperti pandemi kali ini. Pada pertengahan tahun 2020 distribusi pangan sangat sulit karena upaya pembatasan penyebaran virus Covid-19 dari suatu wilayah ke wilayah lain. Hal ini mengakibatkan peningkatan harga pangan di wilayah perkotaan, dan sebaliknya di daerah pedesaan sebagai produsen utama bahan pangan mengalami surplus hasil panen dengan penyerapan pasar yang sedikit. Dengan begitu urban farming akan menyediakan kebutuhan bahan pangan untuk masyarakat kota yang digunakan secara pribadi atau lebih dari pada itu dapat pula menajadi produksi mikro.
Namun sayangnya urban farming di Indonesia masih dilakukan oleh kesukarelaan individu, sangat jarang menjadi program khusus kolektif maupun pemerintah daerah dalam menyebarluaskan serta mengakomodir upaya urban farming. Juga masyarakat kota yang memiliki pekerjaan di luar rumah dapat menyita waktu seharian penuh akan menjadi penghambat urban framing skala domestik. Sebagai contoh dan motivasi, di Jepang terdapat perusahaan yang memperaktikan Urban Farming dalam dinamika hariannya. Perusahaan yang bernama Pasona02 tersebut membangun Urban Farming di lantai dasarnya dengan luas 3000-an meter persegi. Mengupayakan menanam padi dan sayur dengan bantuan teknologi yang mampu menggantikan sinar matahari secara langsung, sehingga dapat merekayasa kebutuhan tanaman dalam berfotosintesis. Ketika jam makan siang, karyawan bisa memanen dan membawa hasil kebun ke dapur untuk dimasakkan sesuatu, hal ini akan menghemat waktu dan energi serta ekonomis dari pada harus makan diluar perusahaan. Selain itu karyawan dapat merileksasikan diri dengan melakukan aktifitas berkebun.
Jika membayangkan sebuah kota yang padat namun selaras dengan hijau dedaunan, taman yang indah, serta pepohonan yang rimbun sangat terkesan utopis, hal itu akan semakin utopis bila masyarakat kota tidak memulai dengan memilihara satu atau dua tanamana di rumahnya. Barang tentu dapat membuat pekarangan dan taman sendiri di rumah, hal yang begitu utopis akan sangat mungkin terealisasikan.