LPKN, Jakarta – Vaksinasi digadang-gadang menjadi solusi ampuh untuk Indonesia keluar dari krisis akibat pandemi. Dari penghitungan pemerintah, dibutuhkan waktu sekitar 15 bulan untuk menuntaskan vaksinasi ini. Dengan harapan tercipta kekebalan kelompok atau herd immunity.
Namun, 15 bulan tampaknya menjadi waktu yang cukup lama bagi kalangan pengusaha untuk bertahan dari pandemi. Sejak kemunculan kasus pertama pada Maret 2020, dunia usaha sudah kadung menderita.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengusulkan agar pemerintah membuka ruang bagi kalangan pengusaha untuk melakukan vaksinasi secara mandiri. Rosan menyebutnya sebagai vaksin gotong royong.
Rosan mengklaim mendapat dukungan dari para pengusaha kelas atas, menengah, hingga bawah. Ia juga mengklaim terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, BUMN, dan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekomoni Nasioal (KCP PEN).
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisaksi, Trubus Rahadiansyah menilai, program vaksinasi mandiri ini rawan potensi penyalahgunaan dan penyimpangan. Ia khawatir vaksinasi mandiri malah dikomersialisasikan oleh pengusaha.
Trubus meminta pemerintah membuat payung hukum mengenai sanksi bagi pengusaha yang menyalahgunakan program vaksinasi mandiri.
“Kalau menurut saya ini pengawasannya harus betul-betul tegas, ketat gitu ya. Jangan sampai nanti terjadi penyimpangan-penyimpangan di lapangan. Di mana kemudian malah justru menghambat vaksin yang dilakukan oleh pemerintah,” kata Trubus.
Trubus juga menyarankan agar pemerintah melakukan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) terlebih dahulu kepada masyarakat. Beberapa poin yang harus diperjelas yakni mengenai data penerima vaksinasi mandiri dan batasan penggunaannya. Sehingga data penerima vaksinasi mandiri tidak tumpang tindih dengan vaksinasi dari pemerintah.
Sedari awal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah mewanti-wanti pelaksanaan vaksinasi mandiri ini supaya bisa dipertanggungjawabkan. Ketua KPK Firli Bahuri memastikan, lembaganya akan memonitor dan mengawal pelaksanaan vaksinasi mandiri tersebut.
Kementerian Kesehatan memastikan akan berhati-hati dalam merumuskan aturan mengenai vaksinasi mandiri. Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengklaim, masih mendengar masukan dari berbagai pihak. Nadia belum bisa memastikan kapan program vaksinasi mandiri ini dijalankan.
“Jadi mohon ditunggu saja terkait vaksinasi gotong royong ini. Karena memang kita belum menelurkan kebijakannya. Karena masih dalam proses internal serta juga berdiskusi dengan berbagai kementerian dan lembaga,” kata Nadia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyambut baik usulan vaksinasi mandiri ini. Menurut Jokowi, vakasinasi mandiri memang diperlukan untuk mempercepat terciptanya herd immunity atau kekebalan kelompok. Jokowi juga telah meneken Peraturan Presiden tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Dalam Perpres tersebut, pelaksanaan vaksinasi bisa dilakukan melalui badan usaha.
Target Vaksinasi
Pemerintah menargetkan vaksinasi Covid-19 dari Januari hingga Juni 2021 mencapai 40 juta orang. Sampai hari ini sebanyak 12 juta vaksin telah distribusikan ke 34 provinsi dan 514 kabupaten serta kota. Untuk mempercepat vaksinasi, pemerintah menargetkan dalam satu hari sebanyak satu juta orang mendapatkan vaksin.
Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat skala mikro di Pulau Jawa dan Bali dinilai Jokowi menunjukkan hasil positif.
Sementara itu, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, ada empat skema yang akan dilakukan pemerintah dalam melakukan vaksinasi massal, salah satunya metode jemput bola. Budi mengatakan skema-skema itu dilakukan sebagai upaya percepatan vaksinasi bagi masyarakat.
“Empat tipe-tipe pertama kita datang ke faskes, tipe yang kedua kita datangi in ke kantor-kantor atau tempat mereka bekerja, kaya TNI-Polri kita kasih aja ke mereka kan mereka bisa suntik sendiri, model ketiga seperti ini kita datang ke tempat keramaian, model tempat kita bikin satu tempat penyuntikkan massal dan orang datang ke sana,” ujar Budi Gunadi, di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (17/02/2021).
Menkes Budi Gunadi juga mengatakan, penerapan 4 skema vaksinasi ini akan diatur sesuai jenis pekerjaan dan lokasi pekerjaannya. Menurut Budi, perlu ada penyesuaian petugas dalam pemberian vaksinasi secara masal di setiap lokasi.
Menurut Budi, jika pada saat kementerian kesehatan melakukan tes covid masal banyak masyarakat yang takut dan enggan, berbeda dengan vaksin, menurut Budi, masyarakat terlihat antusias mengikuti program tersebut. Ia juga mengatakan pemerintah menargetkan akan segera memvaksin 55 ribu pedagang pasar, salah satunya Pasar Tanah Abang.
Update Vaksinasi
Selasa, 2 Maret 2021, Satgas Covid-19 (Covid-19.go.id) memperbarui data perkembangan vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Mengutip laman resmi Satgas Covid-19, angka vaksinasi Covid-19 ke-1 di Indonesia bertambah 214.955. Dengan penambahan itu, total jumlah vaksinasi Covid-19 ke-1 mencapai 1.935.478 orang.
Pada vaksinasi tahap pertama, sasaran vaksinasi tertuju kepada para pekerja di bidang kesehatan (Tenaga Kesehatan). Pemerintah memasang total sasaran Tenaga Kesehatan yang akan mendapat vaksinasi Covid-19 sebanyak 1.468.764.
Sejak Rabu, 17 Februari 2021 vaksinasi Covid-19 memulai vaksinasi tahap ke-2 yang membidik kepada para petugas layanan publik, termasuk pelayan toko dan pedagang di pasar. Vaksinasi Covid-19 produksi Sinovac dilakukan dua kali terhadap setiap penerima. Vaksinasi pertama dilakukan sekitar 14 hari sebelum vaksinasi ke-2. Setelah vaksinasi ke-2 baru diharapkan antibodi terhadap virus corona muncul di tubuh penerima vaksin Covid-19.
Pada 2 Maret 2021 vaksinasi Covid-19 ke-2 bertambah 45.070, sehingga total vaksinasi tahap ke-2 di Indonesia mencapai 1.047.288. Pemerintah Indonesia memasang target total vaksinasi Covid-19 sebanyak 181.554.565.
Jika dibandingkan dengan total sasaran Covid-19 tersebut, selama 42 hari sejak vaksinasi pertama (13 Januari 2021) hingga 3 Maret 2021, vaksinasi Covid-19 ke-1 baru mencapai 1,07%. Begitu pula, vaksinasi Covid-19 dosis ke-2 di Indonesia terbilang masih minim 0,58%.