Sebagaimana penulis pernah menjelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Hal ini didasarkan definisi Negara Kepulauan yang terdapat di dalam Pasal 46 UNCLOS 1982 serta penarikan garis pangkal kepulauan pada Pasal 47. Hasil dari adanya peraturan garis pangkal kepulauan, maka perairan kepulauan Indonesia (Indonesia Archipelagic Waters) sangat luas dibandingkan negara-negara pantai biasa.
Namun dalam perkembangannya, walaupun perairan kepulauan Indonesia sangat luas dan mempunyai kedaulatan atasnya, Indonesia harus tetap mengakui pelayaran bebas kapal-kapal asing yang melintas di perairannya. Hal ini disebabkan karena pada zaman Romawi terdapat prinsip Res Communis dimana laut itu bebas dan terbuka untuk semua umat manusia. Prinsip ini juga didukung oleh salah satu ahli hukum internasional, Hugo Grotius, yang mengatakan bahwa laut itu tidak ada yang punya sehingga terbuka untuk semua manusia atau prinsip ini bisa disebut Mare Liberum. Oleh karena laut itu bebas dan prinsip-prinsip tersebut telah dipakai sejak lama, maka Indonesia juga harus memberikan hak lintas agar kapal-kapal asing dapat berlayar dalam Perairan Kepulauannya walaupun konsep Negara Kepulauan telah diterima dalam Konvensi UNCLOS 1982. Pertanyaan berikutnya, apakah dengan adanya hak-hak lintas kapal asing maka kapal-kapal tersebut bebas berlayar semau mereka?
Sebagai pemulanya, harus diketahui terlebih dahulu bahwa terdapat 3 hak lintas yang diakui di dunia hukum laut internasional, yaitu:
- Hak lintas damai
- Hak lintas transit; dan
- Hak lintas alur kepulauan.
Selain di dunia internasional, ketiga hak tersebut telah diakui oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (UU No. 6 / 1996)
Hak Lintas Damai
Pengaturan hak lintas damai terdapat di dalam Pasal 17-32, 45, serta Pasal 52 (bagi Negara Kepulauan) UNCLOS 1982. Sedangkan dalam undang-undang nasional Indonesia terdapat di dalam Pasal 11-17 UU No. 6 / 1996 serta peraturan pelaksana yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing dalam menjalankan Hak Lintas Damai melalui Perairan Indonesia (PP No. 36 / 2002). Definisi Lintas yang dimaksud dalam Lintas Damai yaitu terdapat dalam Pasal 18 UNCLOS 1982, dikatakan:
- Passage means navigation through the territorial sea for the purpose of:
- traversing that sea without entering internal waters or calling at a roadstead or port facility outside internal waters; or
- proceeding to or from internal waters or a call at such roadstead or port facility.
- Passage shall be continuous and expeditious. However, passage includes stopping and anchoring, but only in so far as the same are incidental 31 to ordinary navigation or are rendered necessary by force majeure or distress or for the purpose of rendering assistance to persons, ships or aircraft in danger or distress.
Dari definisi tersebut dapat ditarik dua poin. Pertama, bahwa lintas damai harus terjadi di laut territorial suatu negara. Kapal dapat melintas baik tanpa memasuki perairan pedalaman (fasilitas pelabuhan) maupun dengan tujuan dari atau ke perairan pedalaman (fasilitas pelabuhan). Namun sebenarnya hak lintas damai juga dapat diterapkan pada selat yang dikecualikan pada Ps 38 ayat 1 UNCLOS 1982 (Ps 45 (1) (a) UNCLOS 1982) dan selat yang menghubungkan satu bagian laut bebas / ZEE dan laut territorial suatu negara (Ps 45 (1) (b) UNCLOS 1982). Pada selat-selat tersebut hak lintas damai tidak dapat ditangguhkan (Ps 45 (2) UNCLOS 1982). Kedua, lintas tersebut harus terus menerus langsung dan secepat mungkin termasuk buang jangkar sepanjang dalam pelayaran normal atau dalam keadaan memaksa (force majeure). Pengertian ini sama persis dengan Pasal 11 UU No. 6 / 1996. Selanjutnya dalam PP No. 36 / 2002 terdapat apa saja hak-hak dan kewajiban kapal asing saat melaksanakan lintas damai serta larangan apa saja yang harus dihindari. Inti dari larangan-larangan yang tercantum dalam PP yaitu bersifat dua yaitu yang bersifat militer seperti meluncurkan alat-alat militer diatas kapal, menaikan pesawat udara di atas kapal, melakukan propaganda, dsb (Ps 4). Yang terakhir yaitu kegiatan yang bersifat non militer (civil) seperti membongkar muat komoditi yang melanggar peraturan kepabeanan, fiscal maupun imigrasi, illegal fishing, riset tanpa izin, dsb (Ps 5). Selain itu Pemerintah Indonesia juga telah menyediakan Alur Laut dan Skema Pemisah yang bertujuan untuk keselamatan pelayaran beserta penangguhan hak lintas damai jika terjadi pelanggaran perdamaian alur yang telah ditentukan (Ps 12-14). Otoritas yang dapat melakukan penangguhan hak lintas damai yaitu Panglima TNI dengan memberitahukan kepada Kementerian Luar Negeri RI agar melanjutkan pemberitahuan penangguhan tersebut kepada negara-negara asing. Tujuannya yaitu agar tidak ada kapal-kapal asing yang lewat demi menjaga keamanan dan pertahanan negara dalam sementara waktu. Penangguhan akan berlaku paling cepat 7 hari sejak pemberitahuan yang dilakukan Kementerian Luar Negeri. Namun sampai kapan penangguhan hak lintas damai tersebut berlaku tidak diatur di dalam PP. Hanya saja ditentukan oleh Panglima TNI (Ps 14). Menurut penulis tindakan penegakan hukum tersebut sangat positif bagi keamanan dan pertahanan negara. Namun jika dilihat dari sisi tujuan komersil atau perdagangan bagi kapal-kapal asing, tentu akan timbul kerugian dan ketidakpastian aturan. Akibatnya kapal-kapal tersebut harus mengambil jalur-jalur lain yang tentu memakan waktu lama dan juga biaya yang cukup besar. Mengenai kapal, hak lintas damai mengenal 3 klasifikasi yaitu,
- Untuk semua jenis kapal (To all ships)
- Untuk kapal-kapal dagang dan kapal-kapal pemerintahan dengan tujuan komersial (To merchant ships and government ships for commercial purpose)
- Untuk kapal-kapal perang dan kapal-kapal pemeritahan lainnya dengan tujuan non komersial (To warships and other government ships for noncommercial purpose)
Terdapat ciri khas dari Hak Lintas Damai yang membedakan dari hak lintas lainnya, terutama pada kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya yaitu wajib untuk berlayar diatas permukaan air (Ps 20 UNCLOS 1982). Perlu diingat kembali juga bahwa Hak Lintas Damai tidak berlaku bagi pesawat udara kecuali dalam Force Majeure.
Hak Lintas Transit
Pengaturan hak lintas transit terdapat di dalam Pasal 37 – 44 UNCLOS 1982 dan juga Pasal 20-21 UU No. 6 / 1996. Tidak ada peraturan pelaksana di Indonesia bagi hak lintas transit. Definisi Hak Lintas Transit yaitu “Semua kapal dan pesawat udara asing mempunyai kebebasan pelayaran dan penerbangan semata-mata untuk tujuan transit yang terus-menerus, langsung dan secepat mungkin melalui laut teritorial Indonesia di selat antara satu bagian laut atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia lainnya.” (Ps 20 UU No. 6 / 1996). Setidaknya terdapat 3 poin dari definisi tersebut. Pertama, tidak ada pembedaan kategori atau jenis kapal atau pesawat udara yang melakukan hak lintas transit. Hal ini senada dengan Pasal 38 (1) Konvensi UNCLOS 1982 mengatakan;
In straits referred to in article 37, all ships and aircraft enjoy the right of transit passage, which shall not be impeded.
Terdapat kata “all” ships and aircraft yang artinya yaitu berlaku untuk semua kapal dan pesawat udara baik militer maupun non-militer. Kedua, lintas harus terus-menerus, langsung dan cepat. Yang terakhir yaitu hak lintas transit harus terjadi di selat internasional. Selat internasional yang dimaksud yaitu selat yang dipakai dalam pelayaran internasional yang menghubungkan satu bagian dari laut bebas atau ZEE dengan bagian lain dari laut bebas atau ZEE (Ps 37 UNCLOS 1982 dan Ps 20 UU No. 6 / 1996). Contoh selat internasional yang ada di Indonesia yaitu Selat Malaka dan Selat Singapura. Walaupun Indonesia belum mempunyai peraturan pelaksana untuk hak lintas transit, namun telah terdapat bentuk kerjasama internasional antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura seperti Tripartite Technical Expert Groups pada tahun 2005, 2006 dan 2007 yang menghasilkan beberapa kesepakatan dan Malacca Strait Foundation dalam forum ASEAN. Tujuan dari ada kerjasama ini tentu untuk keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan perairan di ketiga negara tersebut mengingat selat ini banyak dilewati kapal asing dan terkadang mengalami pencemaran minyak seperti tumpahan minyak Kapal Tanker Showa Maru pada tahun 1975. Selanjutnya, tentang aktivitas-aktivitas di selat ini kapal-kapal asing dan pesawat udara juga tidak boleh melakukan kegiatan yang dilarang oleh Negara Indonesia seperti yang telah disebutkan pada Hak Lintas Damai. Ciri khas dari hak lintas transit ini yaitu tidak ada kewajiban terutama bagi kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya untuk menunjukkan bendera dan berlayar di atas permukaan air. Selain itu dalam hak lintas transit tidak ada kata penangguhan jika terjadi pelanggaran (Ps 44 UNCLOS 1982).
Hak Lintas Alur Kepulauan
Peraturan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan diatur dalam Ps 53 UNCLOS 1982 serta Ps 18-19 UU No. 6 / 1996. Selain itu terdapat peraturan pelaksana yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan (PP No. 37 / 2002). Definisi dari Alur Laut Kepulauan ini terdapat di dalam Ps 53 ayat 3 UNCLOS 1982 yang mengatakan;
Archipelagic sea lanes passage means the exercise in accordance with this Convention of the rights of navigation and overflight in the normal mode solely for the purpose of continuous, expeditious and unobstructed transit between one part of the high seas or an exclusive economic zone and another part of the high seas or an exclusive economic zone.
Definisi ini juga terdapat di dalam Ps 1 (8) UU No. 6 / 1996. Namun dalam Ps 1 (8) tersebut menambahkan dan menegaskan kembali bahwa hak lintas alur laut kepulauan terjadi pada perairan kepulauan dan laut territorial Indonesia yang berdampingan dengan satu bagian laut bebas / ZEE dengan bagian lain laut bebas / ZEE. Hak lintas ini bisa dikatakan serupa namun tidak sama dengan Hak Transit. Hak lintas alur laut kepulauan ada karena adanya pengakuan Negara Kepulauan dalam UNCLOS 1982. Untuk menjamin kebebasan pelayaran, maka negara kepulauan harus memberikan hak lintas kapal asing. Negara kepulauan dapat menentukan sendiri alur laut kepulauan sesuai Ps 53 (1) UNCLOS 1982. Tidak ada pembagian klasifikasi kapal dan pesawat udara baik militer maupun nonmiliter sesuai Ps 53 (2) yang mengatakan;
All ships and aircraft enjoy the right of archipelagic sea lanes passage in such sea lanes and air routes.
Mengenai alur-alur laut, Indonesia telah membagi ke dalam 3 Alur Laut Kepulauan Indonesia (3 ALKI) dengan beberapa bagian (Ps 11 PP No. 37 Tahun 2002) yaitu;
- ALKI I: Laut Cina Selatan – Samudera Hindia (Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda)
- ALKI II: Laut Sulawesi – Samudera Hindia (Selat Makassar, Laut Flores, dan Selat Lombok)
- ALKI IIIA: Samudera Pasifik – Samudera Hindia (Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu)
- ALKI IIIB: Samudera Pasifik – Samudera Hindia (Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, dan Selat Leti)
- ALKI IIIC: Samudera Pasifik – Laut Arafura (Laut Maluku, Laut Seram, dan Laut Banda)

Bagi Selat Ombai dan Selat Leti yang berbatasan dengan Timor Timur, maka hak lintas alur laut kepulauan Indonesia. Pelayaran kapal dan pesawat penerbangan juga tidak boleh menyimpang lebih dari 25 mil laut ke kedua sisi dari garus sumbu alur laut dan tidak berlayar dan terbang dekat ke pantai kurang dari 10% jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut. Selain itu kegiatan-kegiatan yang dilarang juga telah diatur sama seperti dengan hak lintas transit baik di konvensi internasional maupun undang-undang nasional Indonesia. Pada intinya sama yaitu tentu tidak menganggu pertahanan dan keamanan negara serta tidak melakukan pencemaran air di wilayahnya yang mengakibatkan kerugian pada Negara Indonesia (Ps 3 – 9 PP No. 37 / 2002). Selain itu karena hak ini serupa dengan hak lintas transit, maka khusus kapal-kapal selam dan kendaraan bawah air laut lainnya tidak wajib untuk berlayar di atas permukaan laut.
Jadi untuk menjawab apakah kapal-kapal asing dapat melintas semau mereka di Negara Indonesia? Tentu jawabannya tidak. Pada intinya kapal-kapal asing tetap harus menghormati kedaulatan Negara Indonesia atas lautnya walaupun telah diberikan hak-hak lintas asing. Jika terjadi tindakan yang melanggar perdamaian atau pertahanan dan keamanan negara, maka Indonesia berhak untuk melakukan penegakan hukum sesuai zonasi laut yang telah ditetapkan dan dapat juga meminta pertanggung jawaban kepada negara bendera kapal. Seperti contoh pada Januari 2021 dimana Kapal Tanker Iran dan Panama diduga telah melakukan transfer minyak secara ilegal di perairan dekat Pontianak. Kedua kapal tersebut dilaporkan telah berhenti di tengah perairan, mematikan mesin, dan menutup bendera kapal. Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) sebagai badan yang mempunyai otoritas untuk melakukan penegakan hukum di perairan Indonesia melakukan penyitaan pada kedua kapal tersebut. Tindakan hukum tersebut sudah benar untuk melindungi keamanan dan mencegah pencemaran lingkungan di perairan Indonesia mengingat setiap hak lintas kapal asing harus terus menerus, langsung dan normal. Namun kejadian tersebut tentu memerlukan penyelidikan dan bukti yang lebih mendalam jika memang terdapat unsur kesengajaan untuk berhenti di perairan Indonesia. Jangan sampai kedua negara kapal tersebut menyerang balik / menggugat balik Indonesia dengan alasan kurangnya bukti pelanggaran sehingga merugikan perjalanan kedua kapal tersebut. Selain itu penulis menyarankan ada pemisahan alur laut dan aturan antara kapal-kapal yang digunakan untuk tujuan kegiatan militer serta kegiatan niaga / perdagangan agar ada kepastian hukum yang jelas dan tidak terganggunya lalu lintas pelayaran dan penerbangan terutama dalam hak lintas damai dan juga hak lintas alur laut kepulauan.
Referensi:
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
- Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing
- Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan
- UNCLOS 1982
- Aida, Melly, M. Farid Al Rianto. 2014. Kerjasama Regional dalam Pengelolaan dan Perlindungan Laut di Selat Malaka (Dalam Seri Monograf Hukum Laut Internasional Dalam Perkembangan). Bandar Lampung; BP Justice Publisher FH Univ. Lampung.
- Kusumaatmadja, Mochtar. 1978. Hukum Laut Internasional. Bandung: Bina Cipta.
- Sunyowati, Dina, Enny Narwati. 2019. Buku Ajar Hukum Laut. Surabaya: Airlangga University Press.
- Akbar Kurnia Putra, Hak Lintas Damai (Right of Innocent Passage) berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982). Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 7, Nomor 2, Oktober 2016.
- Irawati, Pengaturan tentang Hak Lintas Kapal Asing di Perairan Negara Kepulauan Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 dan Implementasinya di Indonesia.
- Karin M. Burke and Deborah A. DeLeo. 1983. Innocent Passage and Transit Passage in the United Nations Convention on the Law of the Sea. The Yale Journal of World Public Order, Vol. 9;389.
- Said Mahmoudi. 2008. Transit Passage. Oxford Public International Law, Max Planck Encyclopedia of Public International Law.
- https://www.bbc.com/indonesia/dunia-55761108 (akses 16 Maret 2021)