Pernikahan Dini dan Peran Daerah dalam Mengatasinya

Merebaknya kasus pernikahan dini di masa pandemi Covid-19 sungguh memilukan. Salah satu kasus lama yang belum dapat diselesaikan secara tuntas, namun ketika di kondisi pandemi seperti ini justru kasus tersebut semakin meningkat. Hal ini akan mengakibatkan dampak buruk bagi anak-anak yang melakukan pernikahan dini, orang tua, bahkan bangsa ini.

Berbagai macam alasan bermunculan yang menjadi penyebab kasus pernikahan dini di masa pandemi terjadi peningkatan. Adanya waktu luang yang cukup banyak akibat tidak adanya kegiatan belajar mengajar di sekolah secara langsung sehingga aktivitas anak tidak terkontrol hingga sang anak terjun ke dalam pergaulan bebas. Oleh karena itu, tidak heran jika ada yang kebablasan bersama kekasihnya ketika mengikuti belajar daring, terutama ketika tidak ada pengawasan dari orang tua.

Pandemi Covid-19 juga berdampak buruk terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Akibatnya, banyak masyarakat yang harus mengurangi jam kerja atau mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini yang mengakibatkan pendapatan menjadi menurun bahkan tidak ada pendapatan sama sekali. Karena menganggap anak sebagai beban keluarga terutama anak perempuan sehingga orang tua tersebut mengizinkan jika anak-anak mereka melakukan pernikahan di bawah umur. Selain itu, anak merupakan populasi yang sangat rentan dan bergantung kepada kehadiran orang-orang di sekitarnya, termasuk orang tua sehingga sang anak akan bersedia menerima tawaran pernikahan dini dari orang tua.

Anak-anak yang melakukan pernikahan dini, mereka menganggap seakan-akan pernikahan adalah kunci meraih kebahagiaan tanpa mengalami kesulitan karena hidup bersama sang kekasih. Lain halnya dengan pemikiran orang tua yang mengizinkan anak-anak mereka untuk melakukan usia dini, mereka menganggap bahwa melalui pernikahan dini dapat menyelamatkan anak-anak mereka dari kesengsaraan hidup. Namun, kenyataannya pernikahan dini justru berdampak negatif terhadap sang anak dan orang tua. Hal ini dikarenakan sang anak belum siap dalam hal fisik maupun mental.

Dalam bidang pendidikan, dampak negatif pernikahan dini yaitu anak akan mengalami putus sekolah, terutama anak perempuan. Hal ini dikarenakan pihak perempuan jika dianugerahi anak, ia akan mengalami fase mengandung, melahirkan, dan menyusui. Selain itu, ia pun harus merawat anaknya yang masih kecil. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Susenas tahun 2018 menunjukkan bahwa laki-laki (8,06 tahun) maupun perempuan (7,92 tahun) yang melakukan pernikahan di bawah usia 18 tahun.

Akibat tidak dapat melanjutkan sekolah sehingga berdampak buruk terhadap anak yang melakukan pernikahan dini. Anak tersebut tidak mudah dalam memperoleh pekerjaan yang layak sehingga penghasilannya sangat kecil. Akibatnya, lagi-lagi anak tersebut mengalami kondisi kemiskinan. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2018 persentase perempuan usia 20-24 tahun yang kawin sebelum usia 18 tahun yaitu sebesar 26,76 persen yang berada di kelompok dengan tingkat kesejahteraan terendah. Adapun hanya sebesar 11,14 persen yang berada di kelompok dengan tingkat kesejahteraan tertinggi.

Dalam bidang kesehatan, terjadinya kehamilan dini dapat menjadi penyebab kematian sang ibu. Selain itu, apabila selama mengandung mengalami kondisi mental yang tidak baik sehingga akan berdampak buruk terhadap bayi yang akan dilahirkan. Secara psikologis, anak belum siap mengandung dan ketika masa mengandung pun bukanlah perkara yang mudah. Sosok calon ibu harus berupaya menjaga kondisi bayinya sehingga dirinya harus memiliki mental yang baik serta makan makanan yang bergizi dalam jangka waktu sekitar 9 bulan 10 hari. Dampak buruknya lagi yaitu menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2020) ibu remaja yang memiliki usia 10-19 tahun menghadapi risiko eklampsia, endometritis nifas, serta infeksi sistemik yang lebih tinggi dibandingkan perempuan berusia 20-24 tahun. Adapun bayi yang lahir dari ibu di bawah usia 20 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi untuk lahir dengan berat badan rendah, kelahiran prematur, serta kondisi neonatal yang parah.

Selain berdampak terhadap pendidikan dan kesehatan, pernikahan dini dapat mengakibatkan terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga. Hal ini dikarenakan anak yang melakukan pernikahan dini belum memiliki bekal yang cukup dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Apabila kondisi keluarga yang tidak harmonis yang sebagaimana di dalamnya terdapat kekerasan sehingga berpengaruh negatif juga terhadap anak kandung yang mereka miliki.

Beberapa langkah telah dilakukan oleh beberapa pihak dalam menangani kasus pernikahan dini. Namun, apabila tidak dibekali dengan ilmu agama dan kesadaran diri sendiri maka kasus tersebut akan semakin banyak terutama di masa pandemi Covid-19. Tidak hanya anak yang perlu dibekali ilmu agama, namun orang tua juga harus mempelajarinya. Selain itu, sebaiknya pihak sekolah memotivasi anak-anak didiknya untuk semangat melanjutkan sekolah dan selalu melibatkan Tuhan di dalam menjalani kehidupan mereka. Terutama di masa pandemi seperti ini, pihak sekolah sebaiknya mengawasi peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dikarenakan telah terjadi banyak kasus bahwa masih terdapat peserta didik yang kesulitan dalam belajar secara online maupun kesulitan dan membeli kuota internet. Adanya kesinergisan oleh beberapa pihak diharapkan kasus pernikahan dini di Indonesia tidak semakin melonjak. Hal ini dikarenakan pernikahan dini bukanlah solusi untuk mengatasi kemiskinan maupun kejenuhan.

Berikut ini peran-peran pihak daerah dalam mengatasi pernikahan dini yaitu; Pertama, Program “YES I DO”. Program tersebut dapat menurunkan kasus pernikahan usia dini di Lombok Barat. Program YES I DO adalah program non pemerintah yang berusaha untuk terus mendukung kegiatan pencegahan terjadinya perkawinan anak, kehamilan remaja, praktik tidak baik terhadap kesehatan reproduksi wanita, dan berkomitmen secara penuh dalam pendewasaan usia perkawinan. Pemerintah daerah yang didorong oleh Program YES I DO telah menerbitkan Peraturan Bupati berkaitan dengan perkawinan usia dini dan pada tahun 2019 telah memiliki peraturan daerah mengenai pendewasaan usia perkawinan. Selain itu, Program YES I DO melibatkan peran-peran dinas terkait, tokoh masyarakat, tokoh yang memiliki entitas kuat terhadap masalah tersebut, serta tokoh agama. Hal ini dikarenakan sangat penting apabila masyarakat diberikan pemahaman mengenai dampak pernikahan dini. Pernikahan dini adalah pintu masuk terjadinya kelahiran generasi yang lemah dari banyak sisi seperti sisi kesehatan, ekonomi, kecerdasan. Kemudian apabila para guru hendak mengakhiri proses pembelajaran maka sang guru menyampaikan nasihat berkaitan dengan dampak pernikahan dini. Selain itu, peran orang tua adalah menjaga anaknya, kemana anaknya pergi, dan bersama siapa. Terdapat empat desa di Lombok Barat yang telah diintervensi Program YES I DO yaitu Desa Jagaraga Indah, Desa Kediri, Desa Sekotong Timur, dan Desa Lembar Selatan.

Kedua, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat berhasil mengesahkan Perda mengenai pencegahan dan perkawinan anak. Perda tersebut memiliki sanksi bagi masyarakat yang melanggar dan terdapat reward bagi masyarakat yang mampu mencegah perkawinan usia anak. Perda tersebut dibuat dikarenakan dalam waktu lima tahun terakhir, Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki kasus pernikahan usia anak yang tinggi.

Ketiga, Program Multi Level Marketing Generasi Berencana (MLM Genre) dapat menurunkan jumlah kasus pernikahan dini. Program tersebut merupakan gagasan dari Dinas Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Pasuruan. Program MLM Genre memiliki tiga pendeketan cara yaitu Komunitas Genre, Safari Genre, dan Hello Genre. Komunitas Genre merupakan komunitas yang anggotanya harus menyatakan ikrar tertulis dan surat pernyataan agar tidak menikah hingga usia 20 tahun. Safari Genre merupakan cara pendekatan dengan strategi sosialisasi mengenai tiga resiko yang dihadapi oleh remaja yang berkaitan dengan seksualitas, HIV/AIDS dan NAPZA, serta mencegah pernikahan dini ke sekolah, dan remaja desa dengan bekerja sama lintas sektor. Adapun Hello Genre merupakan pendekatan dengan cara memberikan kartu nama dan nomor telepon Komunitas Genre kepada para remaja di sekolah yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan Safari Genre. Pelaksanaan Program MLM Genre pun melibatkan peran banyak pihak seperti BKKBN, dinas kesehatan, dinas pendidikan, KUA, dan pihak-pihak lainnya.

Keempat, Surat Edaran Gubernur Provinsi Jawa Timur. Akibat kasus pernikahan dini di Provinsi Jawa Timur meningkat sehingga pemerintah Provinsi Jawa Timur menerbitkan Surat Edaran yang ditunjukkan kepada bupati dan walikota serta melibatkan peran KUA, camat, lurah atau kepala desa, ketua RT, serta masyarakat dalam mencegah terjadinya pernikahan dini. Langkah-langkah yang dilakukan seperti tidak memperbolehkan terjadinya perkawinan di bawah 19 tahun untuk pihak laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan, memfasilitasi seluruh masyarakat agar dapat menikmati Program Wajib Belajar 12 tahun, mengajak pemerintah daerah untuk mempersiapkan sarana dan prasarana Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang memiliki tugas untuk memberikan layanan konseling kepada keluarga.

Kelima, Provinsi D.I. Yogyakarta berhasil menurunkan kasus pernikahan dini melalui peran pemerintah daerah yang memberikan pemahaman mengenai pentingnya menempuh pendidikan bagi anak. Akibatnya, anak sibuk sekolah dan tidak melakukan pernikahan dini. Sebelumnya, daerah tersebut kurang mementingkan pendidikan untuk anak perempuan. Namun, karena Yogyakarta dikenal sebagai Kota Pelajar sehingga pemerintah daerah mensosialisasikan pentingnya pendidikan di kalangan masyarakat.

Referensi:
https://lombokbaratkab.go.id/program-yes-i-do-mampu-menurunkan-angka-pernikah-usia-dini-di-lombok-barat/
https://news.detik.com/berita/d-5354856/sah-ntb-punya-perda-cegah-perkawinan-anak-sanksinya-bisa-pidana/1
https://www.pasuruankab.go.id/berita-4534-mlm-genre-berhasil-turunkan-kasus-pernikahan-dini-di-kabupaten-pasuruan-.html

Angka Pernikahan Dini di Jatim Tinggi, Gubernur Terbitkan SE Pencegahan


https://nasional.kompas.com/read/2019/03/08/17282561/yogyakarta-provinsi-dengan-tingkat-perkawinan-anak-paling-rendah

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Dyah Makutaning Dewi, S.Tr.Stat.

Saya memiliki hobi menulis sejak SMA. Semoga karya-karya saya yang dibantu Allah tersebut dapat bermanfaat meskipun saya telah tiada nantinya.

Artikel: 12

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *