Setelah minum air dalam kemasan, botol atau gelas dibuang. Setelah masak mi instan, bungkus dibuang. Setelah makan nasi kotak, kotak dibuang. Walaupun sudah tidak lagi digunakan, sampah kering semacam botol plastik, bungkus mi instan, dan kotak nasi sejatinya masih bisa dimanfaatkan, bahkan bisa menjadi alat pembayaran. Di bawah ini adalah beberapa contoh penerapan pembayaran dengan sampah kering.
1. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Bandung
Pernah terpikir membayar pajak dengan sampah? Warga Kecamatan Mandalajati, Bandung sudah melakukannya. Mereka membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan menyerahkan sampah kering, seperti kardus, kaleng, dan botol plastik yang telah mereka kumpulkan sebelumnya.
Tentu saja tidak benar-benar membayar dengan sampah. Sampah yang dikumpulkan warga akan ditimbang oleh petugas di bank sampah, kemudian warga akan memperoleh sejumlah uang berdasarkan berapa kilogram hasil timbangan sampah tersebut.
Uang hasil warga mengumpukan sampah kering akan ditransfer melalui aplikasi Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan Sampah). Untuk pembayaran PBB, saldo pada Kang Pisman akan didebet oleh bank bjb, BUMD yang ditunjuk untuk bekerja sama dalam program pembayaran PBB dengan sampah.
Apabila saldo pada Kang Pisman masih belum cukup untuk membayar PBB, warga bisa menambahnya dengan uang mereka (uang pribadi warga yang tidak berasal dari hasil mengumpulkan sampah).
Pembayaran PBB dengan sampah kering mulai dilaksanakan pada 2020 di bawah komando Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD) Kota Bandung. Program tersebut merupakan salah satu dari tujuh relaksasi pajak yang diterapkan Pemkot Bandung untuk meringankan beban warga di masa pandemi Covid-19.
Bekasi
Dari Bandung, pindah ke Bekasi. Sama seperti di Bandung, warga di Bekasi, tepatnya di Kelurahan Mustikajaya juga menggunakan sampah kering untuk membayar PBB. Jika di Bandung dimulai pada 2020, di Bekasi sudah dimulai lebih awal, yakni pada 2019. Nama programnya Trash for Tax.
Trash for Tax memang baru dimulai pada 2019, akan tetapi program bank sampah sudah dimulai sejak 2014. Kala itu, uang hasil mengumpulkan sampah digunakan untuk berbelanja keperluan Lebaran. Pada 2019, barulah digunakan untuk membayar PBB.
Sampah kering yang sudah disetorkan warga ke PBB akan ditimbang, lalu dijual ke pengepul. Yang paling murah ialah sampah plastik yang per kgnya dihargai Rp500, sedangkan yang paling malah ialah besi dan aluminium yang per kgnya dihargai Rp7.000—Rp10.000. Uang dari pengepul akan menjadi saldo tabungan warga. Nantinya, saldo tabungan tersebut akan dipotong untuk membayar PBB.
Bukan tanpa halangan ketika awal mula menyelenggarakan program bank sampah di Kelurahan Mustikajaya. Warga masih enggan, sampai-sampai harus disogok dengan gula dan minyak goreng terlebih dahulu. Namun, lambat laun, kesadaran warga mulai tumbuh, hingga akhirnya banyak yang berpartisipasi pada program bank sampah dan memetik manfaatnya.
2. Pembayaran Biaya Berobat ke Klinik
Malang
Ketika berobat ke klinik, kalian tentu mengeluarkan uang, bukan untuk membayar jasa dokter dan membeli obat? Di Malang, biaya berobat ke klinik bisa dibayar hanya dengan bermodalkan sampah kering. Klinik yang menerapkan program tersebut dinamakan Klinik Asuransi Sampah.
Tidak seperti pada poin sebelumnya di mana warga datang ke bank sampah untuk menyerahkan sampah, di Malang, petugas kliniklah yang datang ke rumah warga untuk mengumpulkan sampah. Mereka datang dua kali dalam seminggu.
Sampah kering yang diserahkan warga ditampung petugas di gerobak, kemudian dipilah-pilah dan dijual kepada pengepul sampah. Warga yang menyerahkan sampah mendapat imbalan Rp10.000 yang tidak dicairkan dalam bentuk uang tunai, tetapi premi asuransi.
Premi asuransi itulah yang digunakan untuk membayar biaya pengobatan di klinik. Warga pun bisa menikmati layanan klinik secara “gratis”, misalnya pemeriksaan penyakit tertentu, pemeriksaan rutin gula darah, dan layanan rawat inap.
Program pembayaran biaya berobat ke klinik dengan sampah kering berlangsung sejak 2010. Penggagasnya adalah dr. Gamal Albinsaid. Hal yang mendorongnya adalah saat mengetahui ada seorang pemulung yang tidak sanggup membawa anaknya berobat karena keterbatasan biaya. Dari itu, ia lantas merancang program agar warga yang tidak mampu secara ekonomi tetap bisa mengakses layanan kesehatan.
Cianjur
Dari Malang, pindah ke Cianjur. Di sana, ada Klinik Harapan Sehat yang didirikan dr. Yusuf Nugraha. Di klinik yang eksis sejak 2008 tersebut, warga yang kurang mampu secara ekonomi bisa berobat tanpa perlu membayar dengan uang, tetapi dengan sampah kering berupa botol plastik.
Alasan dr. Yusuf mendirikan Klinik Harapan Sehat adalah untuk memfasilitasi warga yang terkendala biaya agar tetap dapat berobat sekaligus untuk menyelamatkan lingkungan. Botol-botol plastik yang dibawa oleh warga ke klinik lantas diolah menjadi kerajinan tangan yang cantik oleh ibu-ibu setempat.
Ketika awal dibuka, klinik masih sepi. Melihat hal tersebut, dr. Yusuf pun lebih getol menyosialisasikan kepada warga mengenai pengobatan “gratis” di klinik yang didirikannya itu. Usaha itu membuahkan hasil. Perlahan-lahan, warga mulai memanfaatkan klinik itu dan lambat laun, jumlahnya makin banyak.
3. Pembayaran Tarif Naik Bus
Surabaya
Ingin bepergian dengan menumpang bus tanpa mengeluarkan uang sama sekali? Cobalah naik Suroboyo bus di Kota Surabaya. Cukup dengan menyerahkan sampah kering berupa botol atau gelas plastik, kalian bisa duduk nyaman di dalam bus berwarna dan berpelat merah itu.
Untuk sekali perjalanan dengan Suroboyo bus, kalian wajib menyerahkan salah satu dari tiga pilihan sampah kering berikut: 3 botol ukuran 1,5 liter, 5 botol ukuran 600 mililiter, atau 10 gelas ukuran 240 mililiter. Sampah tersebut kalian bawa ketika hendak naik bus, lalu serahkan kepada petugas.
Kalau tidak ingin repot membawa sampah tiap kali hendak naik bus, kalian bisa menukarkan sampah dengan karcis di halte depan Hotel Bumi (Jalan Basuki Rahmat) atau di halte seberang swalayan Giant (Jalan Rajawali). Satu karcis bisa dipakai untuk naik bus sebanyak 21 kali.
Suroboyo bus dilengkapi pendingin ruangan dan kursi dengan dudukan dan senderan empuk. Beberapa kursi berwarna merah dan merah muda yang artinya diperuntukkan bagi wanita. Suroboyo bus juga bebas lampu merah, lo. Bagaimana bisa?
Begini, Suroboyo bus terhubung dengan Surabaya intelligent transportation system. Berkat sistem itu, tiap kali Suroboyo bus mendekati lampu lalu lintas, lampu yang menyala langsung berubah menjadi warna hijau. Tidak ada ceritanya bus berhenti sekian menit di depan lampu merah. Sungguh nyaman, bukan?
Mulanya, bus milik Pemkot Surabaya yang diresmikan pada 2018 tersebut hanya melayani rute Terminal Purabaya—jembatan merah dan sebaliknya. Kini, juga melayani rute Jalan Mayjen Yono Suwoyo—bundaran Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan sebaliknya.
*) Diolah dari berbagai sumber
*) Sumber gambar: https://mediasumbawa.com/mapin-beru-beli-sampah-anorganik-masyarakat/