
Lazimnya, manusia hidup secara berdampingan dengan manusia lain dan saling tolong menolong untuk meringankan beban kehidupan. Hal ini karena manusia merupakan makhluk sosial yang hidup secara berkelompok dan menjalani rutinitas bersama dengan manusia lain.
Namun, apa jadinya jika suatu Negara dihuni oleh orang-orang yang antisosial dan menarik diri dari pergaulan? Seperti halnya yang terjadi di Jepang, di mana fenomena tersebut disebut dengan hikikimori.
Hikikimori merupakan perilaku atau sikap yang senang menyendiri dan tidak keluar dari rumah. Perilaku yang mendominasi masyarakat Jepang tersebut kemudian menimbulkan permasalahan baru dalam lingkup sosial.
Menteri Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan Jepang mendefinisikan bahwa hikikimori merupakan istilah bagi orang-orang yang enggan untuk pergi ke luar rumah dalam jangka waktu lebih dari enam bulan.
Pada dasarnya, masih terlalu dini jika menyebutkan bahwa hikikimori merupakan kelainan mental. Hingga kini, fenomena hikikimori masih menjadi penelitian bagi para ilmuwan, terutama ilmuwan Jepang. Namun, ada suatu penyakit mental yang mirip dengan hikikimori, yaitu agoraphobia. Agoraphobia sendiri merupakan suatu gangguan kecemasan yang membuat penderitanya merasa takut dengan situasi-situasi tertentu, di mana ia merasa terjebak, tidak berkutik dan merasa malu.
Dilansir dari Berita Satu (27/1/2018), tercatat statistik pemerintah Jepang menunjukkan bahwa pada tahun 2015, sebanyak 541.000 penduduknya mengalami hikikimori. Adapun individu yang mengalami sindrom tersebut berada pada rentang usia 15-39 tahun. Pemerintah berpendapat bahwa jumlah tersebut dapat lebih besar dikarenakan masih banyak keluarga yang enggan melaporkan kondisi tersebut pada pemerintah.
Oleh karena itu, pemerintah Jepang menganggap bahwa hal ini bukanlah fenomena biasa yang dapat dianggap remeh. Sebab, jika dibiarkan berkepanjangan, maka Jepang akan kehilangan banyak sumber daya manusia yang cakap karena mereka memilih untuk mengisolasi diri alih-alih menunjukkan kemampuannya pada dunia luar.
Orang-Orang yang Menderita Sindrom Hikikimori

Mayoritas orang yang menderita hikikimori adalah remaja dan orang dewasa yang berusia 20-29 tahun. Namun, banyak pula orang-orang yang telah lanjut usia dan menjalani hidup secara hikikimori selama puluhan tahun.
Umumnya, orang yang menderita hikikimori adalah laki-laki. Akan tetapi, dalam beberapa kasus, wanita juga dapat menunjukkan gejala atau perilaku menarik diri dari pergaulan tersebut.
Dikutip dari IDN TIMES (23/11/19), orang yang memiliki intelektual tinggi juga tidak sedikit yang memutuskan untuk menjalani hidup secara hikikimori. Hal yang memprihatikan adalah bahwasanya mereka termasuk golongan orang terpelajar dan memiliki kompetensi unggul.
Mayoritas dari para intelektual yang memilih jalan hidup hikikimori adalah mereka yang lulus dari universitas. Apabila mereka yang cerdas memilih hidup menyendiri dan menghindari hubungan sosial, tentu hal ini dapat menjadi masalah besar bagi kelangsungan ekonomi Negara Jepang.
Penyebab Hikikimori
Menjadi seseorang yang memiliki kepribadian hikikimori tentu datang bukan tanpa alasan. Salah satu penyebabnya yaitu karena tingginya tekanan sosial yang diderita orang-orang tersebut. Contohnya, ketika gagal menjadi juara kelas, gagal masuk universitas ternama atau kegagalan lainnya, maka orang hikikimori akan cenderung mengisolasi diri dari pergaulan dan dunia luar.
Banyak pula kasus di mana penderita hikikimori adalah orang yang pernah mengalami perundungan, baik di sekolah maupun di lingkungan kerja. Sehingga, berada seharian di rumah merupakan pilihan terbaik bagi dirinya karena tidak ingin terlibat hubungan sosial dengan orang lain yang dinilai merepotkan.
Pada dasarnya, hikikimori bukan suatu penyakit menular, melainkan sindrom gangguan sosial yang terjadi pada setiap penderitanya. Ketika mengalami sindrom tersebut, orang hikikimori lebih membutuhkan dukungan moral dari keluarga, sahabat ataupun orang-orang terdekatnya.
Ciri-ciri Penderita Hikikimori

Bagi orang yang menderita hikikimori, ia cenderung menarik diri dari kehidupan sosial dan menjalani hidup aman di dalam rumahnya. Orang-orang dengan kondisi psikis tersebut menganggap bahwa dunia luar merupakan musuh yang berpotensi melukai perasaan ataupun fisiknya. Oleh karena itu, mereka mengisolasi diri dengan cara yang ekstrim.
Dikutip dari Journal Sociolla (2019), seorang psikiater Jepang bernama Tamaki Saito mengungkapkan bahwa pada dasarnya, penderita hikikimori memiliki pikiran yang tersiksa dan ingin keluar dari tempat persembunyiannya (rumah). Jauh dari lubuk hati, mereka sebetulnya juga ingin berbaur dengan orang lain. Hanya saja, mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut.
Tips Agar Terhindar dari Perilaku Hikikimori
Walaupun istilah hikikimori berasal dari Jepang, akan tetapi bukan berarti fenomena tersebut tidak bisa terjadi di Negara lain. Di Indonesia sendiri, banyak orang yang juga mengalami hal tersebut. Sayangnya, isu mengenai “mengurung diri di rumah” tidak menjadi perhatian lebih bagi masyarakat Indonesia. Bisa jadi, orang-orang yang berada di sekitar kita juga mengalami fenomena yang sama dan tidak ada yang mampu memahami kondisinya.
Oleh karena itu, untuk mengatasi sindrom hikikimori, ada beberapa tips yang dapat diterapkan, diantaranya sebagai berikut:
Memperbaiki hubungan dengan keluarga, terutama orang tua
Orang tua merupakan orang terdekat dalam kehidupan Anda. Oleh karena itu, jika masih ada di dunia, hendaknya Anda memperlakukan mereka dengan sebaik mungkin. Sebab, orang tua merupakan tempat “pulang” dari segala penat dan kesulitan dalam hidup yang Anda alami.
Puasa gadget
Ada kalanya, Anda perlu puasa sejenak dari gadget atau alat virtual lain yang dapat menjauhkan Anda dari interaksi sosial. Mungkin, bisa saja Anda menjalin komunikasi dengan orang lain melalui gadget. Hanya saja, hal tersebut akan semakin melemahkan kemampuan komunikasi verbal Anda. Oleh karena itu, komunikasi virtual juga harus diimbangi dengan komunikasi langsung.
Perbanyak intensitas mengobrol dengan orang lain
Sekali-kali, Anda perlu keluar dari rumah dan melihat cahaya matahari lebih dekat. Mungkin akan terasa aneh dan asing, sekalipun itu adalah lingkungan tempat Anda tumbuh sejak kecil. Namun, jika tidak dibiasakan—maka tidak akan ada perubahan yang positif dari dalam diri Anda.
Mulailah dengan membeli sesuatu di warung dekat rumah Anda. Minta tolonglah kepada tetangga Anda jika membutuhkan bantuan. Dengan mulai dari hal-hal terkecil, maka kemampuan komunikasi Anda perlahan-lahan dapat dibangun.
Konsultasi ke psikiater
Langkah terakhir yang bisa Anda coba yaitu dengan berkonsultasi ke psikiater. Ingatlah bahwa hikikimori bukan suatu perilaku yang normal bagi manusia. Sebab, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang senang berbaur dengan orang lain. Oleh karena itu, jika muncul gejala seperti ingin menarik diri dari lingkungan dan hubungan sosial, maka konsultasikan hal tersebut pada psikiater. Dengan begitu, Anda telah memilih langkah yang tepat untuk menyembuhkan kondisi mental Anda.
Itu dia penjelasan mengenai fenomena hikikimori yang terjadi di Jepang. Jika sudah merasakan munculnya gejala hikikimori pada diri sendiri, maka segera halau perasaan tersebut dengan cara bergaul dengan orang lain. Sebab, pada dasarnya yang bermasalah bukanlah orang lain atau lingkungan Anda, melainkan pikiran dan perasaan Anda sendiri. Seperti halnya yang dikatakan oleh Seneca, “Kita lebih menderita di pikiran kita dibanding dengan kenyataan yang sebenarnya.”