Belum lama ini Microsoft telah mengeluarkan hasil survei (terbit pada bulan Februari 2021) mengenai adab, nilai sopan santun, etiket para pengguna teknologi informasi dan komunikasi lebih khususnya yang berkaitan dengan perilaku penggunaan aplikasi/platform media sosial yang terhubung dengan internet di dunia maya.
Microsoft melakukan survei di 32 negara (Asia-Pasifik) menyatakan bahwa indeks digital civility atau keberadaban di ruang digital/maya untuk orang Indonesia masih tergolong rendah. Indonesia berada diurutan 29 terbawah dari 32 negara yang di survei yang artinya negara (masyarakat) Indonesia tergolong orang yang tidak “beradab” ketika berada di dunia maya menggunakan/memanfaatkan teknologi informasi komunikasi
Pertanyaannya adalah apa kategori/kriteria yang disurvei oleh Microsoft sehingga muncul hasilnya berupa Digital Civility Index (DSI) dimana Indonesia berada di urutan ke 29 terbawah dari 32 negara yang ikut di survei.
Survei tersebut meninjau 21 risiko daring di internet, terbagi jadi 4 kategori, yakni: seksual, perilaku, reputasi, dan pribadi. Dalam berinteraksi secara daring, dari hasil survei tersebut terkuak perilaku yang paling banyak dilakukan/dirasakan oleh masyarakat pengguna (responden) adalah yang berhubungan dengan Hoax dan Penipuan (47%), ujaran kebencian (27%), dan diskriminasi (13%), sementara 5 dari 10 responden pun mengaku terlibat dalam perundungan digital; dengan 47% responden terlibat dalam insiden itu, sedangkan 19% mengaku sebagai target perundungan.
Seperti biasa ketika warga net membaca hasil survei ini dengan angka DSI dan Indonesia berada diurutan terbawah menjadi “berang” tidak terima dengan “kenyataan” faktual seperti ini. Alih-alih melakukan introspeksi malah melakukan aksi amok secara virtual terhadap akun IG Microsoft.
Apa yang perlu dilakukan?
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah membentuk Komite Etika Berinternet atau Net Ethics Committee (NEC) sebagai upaya mewujudkan ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika, produktif dan memberikan keadilan bagi masyarakat. Pembentukan NEC ini dengan tujuan paling tidak sebagai langkah awal bukti bahwa “negara hadir” untuk menyadarkan masyarakat (warganet/netizen khususnya) tentang perlunya etika, adab, sopan santun berperilaku-berinteraksi di dunia maya dengan menggunakan jaringan (internet).
Salah satu tugas dari NEC ini adalah merumuskan panduan praktis terkait budaya serta etika berinternet dan bermedia sosial untuk dapat mendorong-meningkatkan literasi digital para pengguna TIK dan juga akan mendorong pelaksanaan panduan praktis terkait budaya serta etika berinternet dan bermedia sosial bersama dengan seluruh ekosistem multi-stakeholders. Mudah-mudahan panduan ini dalam waktu dekat sudah dapat direalisasikan dan diterima masyarakat.
Sebelum dan sambil menunggu terbitnya panduan budaya dan etika berinternet yang digagas oleh Kemenkoinfo, tidak ada salahnya kita “mengulang” kembali salah satu mata kuliah/mata pelajaran yang pernah kita dapatkan di bangku kuliah/sekolah yaitu Etiket Berinternet
Ada baiknya kita, terutama yang “aktif” di dunia maya, mempelajari kembali garis-garis netiket dan etiket yang diharapkan dapat membentuk kembali sikap saling menghargai sesama pengguna dunia maya lainnya. Tidak mudah menyakiti, tidak menyinggung perasaan, tidak meremehkan, tidak merendahkan, tidak membangkitkan kemarahan orang lain, serta tidak mengungkit kekurangan orang lain dengan sengaja.
Makna netiket dan etiket adalah bentuk sopan santun dalam pergaulan dan pekerjaan. Tidak dipungkiri walaupun semua orang sudah tahu dan mengerti makna keduanya, pertanyaannya adalah sampai sejauh mana hal tersebut telah dipraktikkan dalam pergaulan (dunia maya) yang semakin luas ini?
Perlu diingat, dunia maya dapat menembus berbagai negara dengan mudah dan harus kita sadari tiap negara dan bangsa memiliki budaya dan istiadat berbeda, dengan adanya perbedaan itulah yang harus diwaspadai. Bisa saja di negara kita (Indonesia) sesuatu hal yang sudah dianggap biasa dan dianggap sopan baik dari aspek norma maupun peraturan tapi bisa terjadi di negara (bangsa) lain hal tertentu tersebut dianggap tidak sopan, atau bisa juga sebaliknya, memperhatikan hal tersebut maka muncullah kepentingan dan keharusan masyarakat perlu mengetahui dan mempelajari dasar-dasar netiket.
Netiket pada dasarnya membentuk tata krama atau sopan santun yang sebaiknya dilakukan ketika berkomunikasi dengan orang lain agar hubungan tetap terjaga dengan baik. Dalam hal ini, hadirnya netiket memberikan batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggar agar tidak terjadi miskomunikasi.
Sementara itu, etiket (etiquette) adalah bentuk sopan santun dalam pergaulan (utamanya luring), mengatur mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Etiket seperti ini berlaku pada dunia pergaulan sehari-hari maupun dalam dunia pekerjaan atau dimanapun kita berada.
Tidak ada salahnya mungkin kita simak kembali apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan berkaitan dengan Netiket seperti berikut ini :
- Selama berinteraksi baik secara luring mapun daring kita tetap memperhatikan etika/sopan santun pada umumnya, karena kita berinteraksi dengan manusia;
- Gunakan kata-kata yang sopan sehingga tidak terjadinya kesinggungan;
- Jangan memberikan info-info yang belum valid;
- Perhatikan kata-kata yang ditulis;
- Jangan menggunakan kata-kata yang mengandung SARA;
- Berhati-hati ketika memberikan data-data privasi
- Jangan memberi hal-hal pribadi, hanya kita saja yang boleh tahu;
- Hindari Perselisihan;
- Hati-hati ketika menggunakan huruf kapital atau kata kapital;
- Meminta maaf ketika kita melakukan kesalahan, memberi maaf ketika orang lain melakukan kesalahan.
Mengapa ini kita perlukan, mengingat ketika kita berada dalam jaringan internet disitu akan ada beragam suku, kehidupan yang berbeda-beda, dan sebagainya.
Peran, tugas dan fungsi Kementerian Kominfo
Seiring dengan pesatnya perkembangan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan tuntutan akan ketersediaan layanan TIK di seluruh lapisan masyarakat, tugas dan fungsi utama Kementerian Komunikasi dan Informatika selain mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, adalah merumuskan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang komunikasi dan informatika yang meliputi pos, telekomunikasi, penyiaran, teknologi informasi dan komunikasi, layanan multimedia dan diseminasi informasi.
Kominfo dengan rekam jejaknya sudah banyak kegiatan yang dilakukan melalui unit kerjanya dalam upaya memberikan pencerahan, informasi dan meningkatkan literasi digital- informasi masyarakat.
Salah satu yang sedang dilakukan sekarang ini adalah menyusun pedoman/panduan budaya dan etika berinternet melalui sebuah komite yang dibentuk yaitu Komite Etika Berinternet atau Net Ethics Committee (NEC), tidak ada kata terlambat untuk suatu tindakan menuju perbaikan, kita tetap berpegang pada azas positive thinking walau kita faham seandainya Microsoft tidak melakukan survei berkaitan dengan etika dan adab, nilai sopan santun, etiket menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang terhubung dengan internet di dunia maya, bukan berarti Kominfo tinggal diam saja, membiarkan masyarakatnya “terjebak” dalam ketidak tahuan tentang etiket dan netiket atau bahkan menjadikan masyarakat ignorance.
Kita menjadi miris dan prihatin ketika menyimak attitude, behavior (sebagian besar) para netizen sekarang ini dalam melakukan kegiatan dan berinteraksi melalui beberapa platform media sosial/jaringan internet tanpa mengindahkan etiket apalagi mereka tidak menyadari konsekuensi hukum yang senantiasa bisa “menjeratnya” jika postingan, konten yang dibuat dianggap melanggar hukum/UU (ITE).
Ilustrasi : Data harian Kominfo tentang Berita Hoax
Jadi bisa dibayangkan setiap harinya berapa ribu berita hoaks dengan berbagai jenis yang beredar di jagat maya ini melalui platform yang sudah dikenal dan dimiliki oleh setiap orang. Katakanlah dari 5 Platform populer di masyarakat ini setiap orang memilik 3 applikasi platform, sudah bisa kita hitung perkiraan angka dan kemungkinan orang melakukan tindakan atau perbuatan yang tidak terpuji menyebar dan membuat berita bohong/hoax
Melihat data diatas, platform Facebook paling banyak menyumbang berita hoax, apakah sudah demikian produktifnya “kinerja” para facebooker – netizen kita ini dalam memproduksi berita hoax?
Jadi hendaknya masyarakat (netizen) jangan “ngambek” dan “ngamuk” ketika ada institusi sekelas Microsoft melakukan survei tentang perilaku etiket masyarakat berinteraksi dan beraktivitas menggunakan jaringan internet dan hasilnya diumumkan, inilah gambaran umum yang didapat. Saatnya kini kita melakukan perbaikan dan tidak lagi membuat/menyebarkan tulisan, posting, konten yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga masyarakat pengguna media sosial manakala berinteraksi di jagat maya menjadi masyarakat yang santun beradab sama halnya ketika mereka berinteraksi di dunia nyata yang sudah dikenal dan diakui bahwa orang Indonesia dikenal ramah, dikenal sopan santunnya mau menjaga kebersamaan dan menerima adanya perbedaan.
Kita berharap dengan dibentuknya Komite Etika Berinternet atau Net Ethics Committee (NEC) dan adanya wacana revisi UU ITE berkaitan dengan pasal-pasal kontroversial di dalamnya yang mengatur soal perilaku warganet dan pasca dirilisnya hasil survei Microsoft yang menempatkan Indonesia pada ranking 29 terbawah dari 32 negara yang berpartisipasi, masyarakat (Indonesia) khususnya warganet dari hari ke hari akan bertambah meningkat literasi digital – komunikasi/informasi nya………Amiiiin
Sudah siapkah kita secara regional menjadi sejajar dengan masyarakat Singapura, Malaysia dalam beretika menggunakan teknologi informasi dan komunikasi?