Arsip Inaktif: Disimpan di Mana dan Oleh Siapa?

I. Pendahuluan

Arsip inaktif merupakan bagian integral dari sistem kearsipan yang sering luput dari perhatian publik. Setelah dokumen dinas melewati masa aktifnya dan tidak lagi dibutuhkan untuk operasional rutin, dokumen tersebut harus tetap disimpan sesuai jadwal retensi untuk keperluan hukum, historiografi, dan pertanggungjawaban administratif. Artikel ini mengupas secara mendalam segala aspek tentang arsip inaktif-mulai dari hakikatnya, dasar hukum, lokasi penyimpanan, pihak yang bertanggung jawab, hingga teknologi dan praktik terbaik dalam pelaksanaannya. Dengan pemahaman yang komprehensif, ASN dan pengelola arsip dapat menjamin arsip inaktif tetap terjaga keamanan, keutuhan, dan ketersediaannya bagi kepentingan masa depan.

II. Pengertian Arsip Inaktif

Arsip inaktif adalah kumpulan dokumen pemerintahan yang masa kegunaannya untuk operasional telah usai, namun masih memiliki nilai hukum, administratif, atau historiografis. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, arsip inaktif dibedakan dari:

  1. Arsip Aktif, yang masih rutin dipakai dalam kegiatan administrasi sehari-hari.
  2. Arsip Permanen, yang memiliki nilai sejarah tinggi dan disimpan selamanya.

Arsip inaktif menempati ‘tengah’ antara kedua kategori tersebut. Meski tidak lagi dipakai, arsip ini masih wajib disimpan-bisa bertahan bertahun-tahun-sebelum akhirnya dimusnahkan atau dipindahkan ke arsip permanen apabila memenuhi kriteria historiografis.

III. Klasifikasi dan Nilai Arsip Inaktif

Setiap arsip inaktif diklasifikasikan berdasarkan nilai guna dan masa retensi:

  • Nilai Administratif: Keperluan bukti administratif, audit, dan pertanggungjawaban. Contoh: laporan keuangan tahun sebelumnya.
  • Nilai Hukum: Bukti legal untuk Sengketa, audit korupsi, atau penegakan hukum. Contoh: kontrak kerja, dokumen perencanaan proyek.
  • Nilai Informasi: Sumber data untuk penelitian, statistik, dan perumusan kebijakan.
  • Nilai Sejarah (Historis): Menyumbang pada pemahaman perjalanan organisasi atau negara.

Klasifikasi ini selanjutnya memengaruhi durasi masa simpan-misalnya arsip nilai hukum mungkin disimpan 10-25 tahun, sedangkan arsip administratif bisa 5-10 tahun sebelum dinilai layak dimusnahkan.

IV. Dasar Hukum Pengelolaan Arsip Inaktif

Beberapa payung hukum mengatur pengelolaan arsip inaktif di Indonesia:

  • UU No. 43/2009 tentang Kearsipan, mengamanatkan penetapan Kode Retensi Arsip (KRA) dan prosedur retensi.
  • PP No. 28/2012 tentang Pelaksanaan UU Kearsipan, menjabarkan ketentuan teknis retensi, penyimpanan, dan pemusnahan.
  • Perka ANRI No. 13/2017 tentang Kode Retensi Arsip di Lembaga Pemerintah, menentukan periode retensi minimum untuk berbagai jenis arsip.
  • PermenPANRB No. 34/2012 tentang Klasifikasi Naskah Dinas, membantu penentuan kode klasifikasi sebelum menjadi arsip inaktif.

Kepatuhan pada regulasi ini wajib ditaati oleh seluruh ASN demi menjaga akuntabilitas dan tata kelola dokumen negara.

V. Tujuan Penyimpanan Arsip Inaktif

  1. Menjamin Ketersediaan Bukti Administratif
    Ketika terjadi pemeriksaan atau audit, arsip inaktif menjadi rujukan sah untuk membuktikan kebijakan dan tindakan masa lalu.
  2. Melindungi Kepentingan Hukum
    Dokumen kontrak, perjanjian, atau surat keputusan yang menjadi dasar tindakan pemerintah perlu disimpan hingga batas waktu tertentu demi kepastian hukum.
  3. Mendukung Penelitian dan Kebijakan
    Data historis dan statistik dari arsip inaktif membantu perumus kebijakan, akademisi, dan masyarakat dalam memahami perkembangan instansi atau negara.
  4. Mengelola Risiko
    Penyimpanan teratur meminimalkan risiko kehilangan dokumen krusial, mencegah sengketa, dan memudahkan pemusnahan sesuai jadwal retensi.

VI. Lokasi Penyimpanan Arsip Inaktif

A. Di Instansi Pembentuk Arsip

Setiap unit kerja memiliki ruang arsip inaktif tersendiri-umumnya terletak di gudang penyimpanan khusus di bawah pengawasan Pegawai Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) atau pejabat kearsipan.

B. Unit Kearsipan Daerah/Nasional

Arsip inaktif dengan nilai permanen historis atau dengan masa retensi panjang sering dipindahkan ke Unit Arsip Daerah (UAD) atau Unit Arsip Nasional (ANRI). Prosedurnya meliputi:

  1. Permohonan mutasi arsip.
  2. Penyusunan daftar mutasi (DAK-1).
  3. Penyerahan fisik dan berkas pendukung.

C. Lembaga Kearsipan Terpadu (LKAN)

Beberapa provinsi atau kabupaten menyiapkan LKAN yang dikelola bersama OPD, memusatkan arsip inaktif dari berbagai instansi untuk efisiensi ruang, keamanan, dan standarisasi.

D. Pihak Ketiga (Jasa Penyimpanan Arsip)

Dalam praktik tertentu, instansi memilih vendor arsip eksternal untuk menyimpan arsip inaktif-umumnya berbasis gudang arsip komersial dengan fasilitas keamanan tinggi. Kontrak mencakup:

  • Jaminan keamanan fisik dan kebakaran.
  • Prosedur akses dan permintaan dokumen.
  • Ketentuan retensi dan pemusnahan.

VII. Pihak-pihak yang Bertanggung Jawab

A. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

PPID bertugas memfasilitasi penyimpanan, akses, dan diseminasi dokumen di instansi, termasuk arsip inaktif, sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik.

B. Arsiparis

Arsiparis adalah ASN yang memiliki sertifikasi kearsipan dan bertanggung jawab terhadap penataan, klasifikasi, dan penilaian arsip inaktif, serta menyiapkan arsip untuk mutasi atau pemusnahan.

C. Pengurus Arsip Inaktif

Di setiap unit kerja, biasanya terdapat pegawai yang ditunjuk sebagai pengurus arsip-mencatat daftar retensi, memantau kondisi fisik, dan melaksanakan transfer ke unit kearsipan.

D. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Dinas Arsip Daerah

ANRI dan dinas arsip provinsi/kabupaten membimbing teknis, memberikan persetujuan mutasi, serta menyimpan arsip permanen dan sebagian inaktif yang bernilai tinggi.

VIII. Proses dan Prosedur Pengiriman Arsip Inaktif

  1. Penilaian Retensi
    Arsiparis memeriksa jadwal retensi (KRA) untuk menentukan kapan arsip menjadi inaktif.
  2. Inventarisasi dan Pengemasan
    Dokumen disusun dalam box arsip terstandardisasi (ukuran, bahan, label), lengkap dengan daftar isi dan kode klasifikasi.
  3. Penyusunan Daftar Mutasi (DAK-1)
    Formulir resmi yang memuat identitas arsip, kode retensi, periode, dan jumlah box.
  4. Penyerahan dan Berita Acara
    Arsip diserahkan ke unit kearsipan pusat atau ANRI, disertai berita acara pengiriman yang ditandatangani kedua belah pihak.
  5. Verifikasi dan Penerimaan
    Petugas penerima memeriksa kesesuaian dokumen fisik dengan DAK-1, lalu menandatangani berita acara penerimaan.
  6. Pencatatan di Sistem
    Semua proses dicatat di Sistem Informasi Kearsipan Nasional (SIKN) atau aplikasi lokal, sehingga arsip dapat dilacak status dan lokasinya.

IX. Infrastruktur dan Fasilitas Penyimpanan

Properti fisik penyimpanan arsip inaktif harus memenuhi standar:

  • Rak Arsip Tahan Api: Melindungi isi box dari kebakaran sementara.
  • Pengendali Lingkungan: Suhu (18-22 °C) dan kelembaban relatif (45-55 %) terjaga untuk mencegah jamur dan kerusakan kertas.
  • Pencahayaan Terbatas: Lampu dengan timer untuk meminimalkan paparan cahaya ultraviolet.
  • Sistem Keamanan: Akses terkontrol (kartu elektronik, sidik jari), alarm kebakaran, dan pemadam otomatis (sprinkler).
  • Jalur Evakuasi: Rute aman untuk evakuasi cepat dalam situasi darurat.

Fasilitas ini dapat dibangun oleh instansi sendiri atau disewa dari vendor komersial.

X. Teknologi dan Sistem Informasi Kearsipan

Dalam era digital, pengelolaan arsip inaktif dapat ditunjang oleh:

  1. Sistem Informasi Kearsipan Elektronik (SIKEP/EDMS)
    Menyimpan metadata fisik dan digital, memudahkan pencarian berdasarkan kode klasifikasi, periode, atau kata kunci.
  2. Barcode/RFID
    Setiap box diberi label barcode atau RFID, memungkinkan tracking lokasi real-time dan inventarisasi cepat dengan scanner portable.
  3. Digitalisasi
    Dokumen fisik dipindai menjadi PDF/A, disimpan sebagai arsip inaktif elektronik. Salinan digital dapat di-replicate untuk keamanan maupun kemudahan akses.
  4. Cloud Backup dan DRaaS
    Salinan metadata dan file digital direplikasi ke cloud government-grade, menjamin availability apabila terjadi bencana lokal.
  5. Security & Audit Trail
    Log access dan perubahan terekam otomatis. Fitur enkripsi data at rest dan in transit menjaga confidentiality.

XI. Jadwal Retensi dan Pemusnahan Arsip

Retensi arsip ditetapkan berdasarkan nilai guna:

  • 5-10 Tahun: Arsip administratif rutin (surat undangan, memo internal).
  • 10-25 Tahun: Arsip hukum dan kontrak.
  • >25 Tahun atau Permanen: Arsip strategis, dokumen sejarah, arsip permanen.

Setelah melewati masa retensi, arsip inaktif dapat:

  • Dihapus secara Digital: File elektronik dihapus lewat prosedur yang menciptakan audit trail.
  • Dimusnahkan Fisik: Dokumen kertas dimusnahkan dengan mesin penghancur (cross-cut shredder) sesuai standar keamanan.
  • Dimutasi ke Permanen: Jika memenuhi kriteria historiografis, arsip dialihkan ke unit permanen.

Setiap proses pemusnahan harus didokumentasikan dengan berita acara.

XII. Pengelolaan Arsip Inaktif dalam Era Digital

Digitalisasi mengubah paradigma:

  • Hybrid Archives: Arsip inaktif fisik dipasangkan dengan metadata digital.
  • Virtual Reading Room: Peneliti dapat mengakses salinan digital lama tanpa harus memindahkan box fisik.
  • AI-Assisted Classification: Machine learning mempelajari isi dokumen dan merekomendasikan kode klasifikasi untuk efisiensi.
  • Blockchain for Integrity: Hash dokumen dicatat di blockchain permissioned untuk menjamin tidak ada perubahan tak terdeteksi.

Meskipun demikian, tantangan seperti migrasi format, keandalan storage digital jangka panjang, dan perlindungan terhadap serangan siber harus terus diantisipasi.

XIII. Studi Kasus: Arsip Inaktif di Kabupaten Y

Latar Belakang:
Kabupaten Y memiliki ratusan box arsip inaktif di gudang OPD dan UAD regional. Kurangnya standarisasi membuat pencarian memakan waktu berhari-hari.

Intervensi:

  1. Barcode Implementation: Setiap box diberi kode barcode, diintegrasikan ke sistem kearsipan elektronik.
  2. Centralized Warehouse: Gudang terpusat dibangun dengan kontrol suhu otomatis dan sistem sprinkler.
  3. Staff Training: 50 pegawai kearsipan dilatih penggunaan RFID scanner dan prosedur mutasi arsip.
  4. Review Retention: KRA dioptimalkan sehingga dokumen usang segera dimusnahkan, mengurangi volume gudang.

Hasil:

  • Waktu pencarian arsip menurun dari rata-rata 48 jam menjadi 4 jam.
  • Volume box di gudang berkurang 20% melalui pemusnahan terjadwal.
  • Kepuasan OPD terhadap layanan kearsipan naik 40%.

XIV. Tantangan dan Solusi

Tantangan Solusi
Keterbatasan Anggaran Kemitraan dengan perguruan tinggi, hibah ANRI, atau skema outsourcing
Kekurangan SDM Terlatih Program sertifikasi arsiparis, pelatihan berkelanjutan
Infrastruktur Fisik Usang Renovasi bertahap, penggunaan vendor komersial terakreditasi
Perubahan Format Digital Strategi migrasi format, refreshing storage setiap 5-7 tahun
Keamanan Siber Firewall, SIEM, backup offsite, pelatihan kesadaran keamanan

Tabel di atas merangkum sebagian tantangan utama beserta solusi praktis yang dapat diadopsi.

XV. Rekomendasi dan Best Practices

  1. Kembangkan Kebijakan Arsip Inaktif Terpadu
    Satukan pedoman retensi, mutasi, dan pemusnahan dalam satu dokumen kebijakan instansi.
  2. Implementasi Teknologi BertahapMulai dengan barcode, lalu tingkatkan ke RFID, dan akhirnya digitalisasi penuh.
  3. Jaringan Kolaborasi
    Bentuk forum ilmiah kearsipan antar-daerah untuk berbagi praktik terbaik dan studi kasus.
  4. Audit dan Penilaian Berkala
    Lakukan audit minimal setahun sekali untuk menilai kepatuhan, kondisi fisik, dan risiko.
  5. Kesadaran dan Budaya Arsip
    Kampanye “Arsipku Tanggung Jawab Bersama” untuk menanamkan kebiasaan penyerahan dan penataan arsip inaktif yang disiplin.
  6. Rencana Kontinjensi
    Siapkan Business Continuity Plan (BCP) dan Disaster Recovery Plan (DRP) khusus kearsipan inaktif.

XVI. Kesimpulan

Arsip inaktif bukanlah “sampah dokumen” yang bisa diabaikan begitu masa aktifnya habis. Sebaliknya, arsip inaktif kerap menyimpan bukti hukum, rekam jejak kebijakan, dan warisan informasi berharga. Dengan memahami pengertian, dasar hukum, lokasi penyimpanan, pihak yang bertanggung jawab, hingga teknologi dan praktik terbaik, ASN dan pengelola arsip dapat menata arsip inaktif secara optimal.

Kunci keberhasilan pengelolaan arsip inaktif terletak pada sinergi kebijakan yang jelas, ruang penyimpanan yang memadai, tenaga ahli yang terlatih, dan pemanfaatan teknologi yang tepat. Melalui upaya kolektif dan komitmen berkelanjutan, arsip inaktif akan tetap aman, utuh, dan tersedia bagi tuntutan masa depan-sebagai bagian tak terpisahkan dari pertanggungjawaban publik dan warisan bangsa.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Tim LPKN

LPKN Merupakan Lembaga Pelatihan SDM dengan pengalaman lebih dari 15 Tahun. Telah mendapatkan akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Pemegang rekor MURI atas jumlah peserta seminar online (Webinar) terbanyak Tahun 2020

Artikel: 882

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *