Apa Itu Perpres 46 Tahun 2025? Ini Penjelasan Sederhananya

Pendahuluan

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 merupakan amandemen kedua atas Perpres 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP). Dokumen ini disahkan pada 30 April 2025 dengan tujuan memperbarui ketentuan PBJP agar selaras dengan perkembangan zaman, mendorong digitalisasi, serta memperkuat pemberdayaan produk dalam negeri (PDN) dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) . Bagi masyarakat awam, teks Perpres seringkali terasa teknis dan sulit dipahami. Artikel ini menyajikan penjelasan sederhana tentang Perpres 46/2025, mulai dari latar belakang lahirnya hingga poin‐poin kunci yang mesti diketahui oleh instansi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat umum.

1. Latar Belakang Terbitnya Perpres 46/2025

1.1 Dinamika PBJP Sejak 2018

Ketika Perpres 16/2018 diterbitkan, tujuannya adalah menyatukan berbagai ketentuan pengadaan yang semula tersebar di peraturan menteri dan keputusan presiden. Regulasi tersebut menekankan transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan dalam proses PBJP. Namun seiring berjalannya waktu, beberapa tantangan muncul, antara lain:

  • Perkembangan Teknologi: Adopsi sistem e‐purchasing dan e‐Kontrak masih bersifat pilihan, sehingga belum terwujud digitalisasi penuh.
  • Kebutuhan PDN dan UMKM: Kebijakan afirmatif untuk mendukung produk lokal dan UMKM belum memiliki target atau kuota yang wajib dipenuhi.
  • Skenario Darurat dan Prioritas Nasional: Respon cepat terhadap situasi darurat (misalnya pandemi atau bencana) membutuhkan fleksibilitas metode pengadaan yang lebih besar.

Perubahan pertama melalui Perpres 12/2021 belum sepenuhnya menjawab semua kebutuhan di atas. Oleh karena itu, pemerintah menyusun Perpres 46/2025 dengan berbagai pembaruan substansial .

2. Apa Itu Perpres 46/2025?

Secara resmi, Perpres 46/2025 berjudul “Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.” Dokumen ini memuat ketentuan‐ketentuan baru yang menggantikan atau menambah beberapa pasal di Perpres 16/2018. Inti dari Perpres 46/2025 adalah:

  • Mengatur PBJP bagi Semua Entitas Pengguna Dana Publik: Selain Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah, Perpres ini menambahkan entitas lain seperti Pemerintah Desa dan “Institusi Lainnya” yang menggunakan dana APBN/APBD.
  • Mewajibkan Digitalisasi Proses: Menetapkan e‐Purchasing sebagai mekanisme wajib jika barang/jasa tersedia di e‐Katalog, mewajibkan penggunaan e‐Kontrak, dan mendukung lokapasar (e‐Marketplace) sebagai saluran resmi.
  • Mendorong PDN dan UMKM: Menetapkan kuota minimal 40% anggaran PBJP untuk produk UMKM/ koperasi dalam negeri, serta memperkenalkan sistem pelapisan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk memprioritaskan produk lokal berkualitas.
  • Menyediakan Metode Kontrak yang Lebih Fleksibel: Memperkenalkan konsep “Supply by Owner,” kontrak berbasis kinerja, dan kontrak turnkey yang menitikberatkan pada hasil akhir.
  • Menegaskan Aspek Keberlanjutan dan Etika: Mewajibkan pertimbangan lingkungan (produk ramah lingkungan), melibatkan Standar Nasional Indonesia (SNI), dan memperketat aturan konflik kepentingan.

Singkatnya, Perpres 46/2025 adalah upaya pemerintah untuk menjadikan PBJP lebih modern, inklusif, dan mampu merespons tantangan masa kini .

3. Tujuan Utama Perpres 46/2025

Perpres 46/2025 dirancang dengan beberapa tujuan strategis yang mencakup aspek teknis, sosial, dan ekonomi. Adapun tujuan‐tujuan tersebut adalah:

  1. Memperluas Cakupan PBJP
    Menjamin semua entitas yang menggunakan dana publik-termasuk Pemerintah Desa dan institusi lainnya-mengikuti prinsip PBJP yang sama, sehingga tercipta keseragaman pengelolaan anggaran dan akuntabilitas.
  2. Mendukung Pertumbuhan Industri Dalam Negeri dan UMKM
    Menyediakan ruang yang lebih luas bagi produk lokal untuk bersaing dengan menetapkan kuota 40% anggaran bagi UMKM/ koperasi, serta memberikan preferensi harga untuk penyedia dengan TKDN tinggi .
  3. Mendorong Digitalisasi dan Transparansi
    Mengurangi interaksi tatap muka, mempercepat proses, dan mempermudah audit melalui penerapan wajib e‐Purchasing, e‐Kontrak, dan pemanfaatan lokapasar sebagai kanal resmi.
  4. Mempercepat Respon Terhadap Kondisi Darurat
    Dengan memperluas kewenangan PA/KPA untuk menyesuaikan metode pengadaan, kontrak, dan nilai kontrak dalam situasi darurat (bencana alam, pandemi, force majeure), diharapkan pemerintah dapat merespon lebih cepat tanpa terkendala birokrasi yang berbelit .
  5. Mengintegrasikan Pengadaan Berkelanjutan dan Etika
    Memastikan setiap aktivitas PBJP memperhatikan aspek lingkungan (produk ramah lingkungan), sosial, dan tata kelola yang baik (ESG). Konflik kepentingan diatur lebih jelas untuk mencegah praktik korupsi dan nepotisme .

Dengan pencapaian tujuan‐tujuan di atas, pemerintah berharap PBJP akan lebih efisien, akuntabel, serta berkontribusi pada pembangunan ekonomi lokal secara berkelanjutan.

4. Ruang Lingkup dan Definisi Kunci

4.1 Entitas Pengguna Dana Publik

  • Perpres 16/2018 menekankan Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah sebagai entitas utama.
  • Perpres 46/2025 memperluas definisi menjadi:
    • Kementerian/Lembaga (K/L).
    • Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota).
    • Pemerintah Desa (menggunakan APB Desa).
    • BUMN, BUMD, dan BUMDes.
    • Institusi Lainnya: Entitas yang menggunakan dana APBN/APBD, seperti lembaga pendidikan negeri, badan riset, atau lembaga yang mendapat hibah/pinjaman dalam negeri .

4.2 Definisi Istilah Penting

  1. Produk Dalam Negeri (PDN)
    Barang/jasa yang bahan baku, proses produksi, atau tenaga kerjanya sebagian besar berasal dari Indonesia. Dalam Perpres 46/2025, PDN dikategorikan ke dalam beberapa lapisan berbasis TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) untuk menentukan prioritas pemilihan .
  2. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
    Pengelompokan ini diatur secara teknis sesuai dengan kriteria omzet dan aset, namun pada intinya, UMKM adalah usaha dengan skala kecil hingga menengah yang diberikan kuota minimal 40% dalam penggunaan anggaran PBJP.
  3. E‐Purchasing
    Mekanisme pembelian barang/jasa menggunakan sistem elektronik (e‐Catalog, lokapasar). Jika barang/jasa tersedia di e‐Catalog, maka PPK wajib melakukan pembelian melalui platform elektronik ini.
  4. Kontrak Berbasis Kinerja
    Kontrak yang tidak hanya berorientasi pada penyerahan input (bahan baku atau tenaga kerja), tetapi juga menitikberatkan pada pencapaian indikator kinerja tertentu (misalnya tingkat pelayanan, hasil produksi, atau milestone kerja).
  5. Supply by Owner
    Model kontrak di mana sebagian sumber daya (misalnya peralatan atau material kritis) disediakan oleh instansi pemerintah (owner), sedangkan penyedia hanya menyediakan sisa pekerjaan.

Dengan memahami istilah‐istilah di atas, pembaca awam akan lebih mudah menangkap makna setiap ketentuan yang tercantum dalam Perpres 46/2025 .

5. Prinsip‐Prinsip Utama dalam Perpres 46/2025

Perpres 46/2025 menekankan beberapa prinsip yang menjadi landasan penyelenggaraan PBJP. Prinsip‐prinisp ini meliputi:

  1. Transparansi dan Akuntabilitas
    • Setiap tahapan pengadaan harus tercatat secara elektronik (e‐Kontrak, e‐Purchasing).
    • Data kontrak, nilai paket, dan hasil evaluasi dapat diakses publik melalui portal resmi LKPP atau website instansi terkait .
  2. Efisiensi dan Efektivitas
    • Metode pengadaan yang beragam (e.g. e‐Purchasing, tender, penunjukan langsung, kontrak berbasis kinerja) memudahkan instansi memilih cara paling tepat berdasarkan nilai paket, kompleksitas, dan urgensi.
    • Batas nilai pengadaan langsung untuk pekerjaan konstruksi dinaikkan menjadi Rp 400 juta (dari Rp 200 juta sebelumnya), sehingga proyek kecil dapat diproses lebih cepat.
  3. Keadilan dan Keterbukaan Bersaing
    • Kuota minimal 40% untuk UMKM/ koperasi dalam negeri, serta preferensi harga hingga 25% untuk penyedia lokal dengan TKDN tinggi pada paket bernilai di atas Rp 1 miliar.
    • Sistem lapisan TKDN memastikan produk dengan komponen lokal lebih tinggi diutamakan.
  4. Keberlanjutan (Sustainable Procurement)
    • Pertimbangan aspek lingkungan diakomodasi dengan memprioritaskan “Produk Ramah Lingkungan” yang memenuhi SNI dan sertifikasi hijau.
    • Setiap pemilihan penyedia yang berdampak pada lingkungan harus mempertimbangkan prinsip pelestarian lingkungan dan sosial.
  5. Etika dan Integritas
    • Konflik kepentingan diatur secara tegas: pejabat pengadaan wajib bebas dari kepentingan pribadi atau keluarga penyedia.
    • Sanksi administratif dan disipliner bagi instansi atau pejabat yang melanggar pakta integritas.

Dengan berlandaskan prinsip‐prinsip tersebut, Perpres 46/2025 ingin memastikan PBJP tidak hanya soal “cara membeli,” tetapi juga memegang teguh nilai‐nilai tata kelola yang baik, inklusif, dan berkelanjutan .

6. Ruang Cakupan dan Pengaturan Teknis

6.1 Ruang Cakupan Perpres 46/2025

  • Entitas: Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, BUMN/BUMD/BUMDes, dan Institusi Lainnya yang menggunakan dana APBN/APBD.
  • Sumber Dana:
    • APBN/APBD reguler.
    • APB Desa.
    • Pinjaman/ hibah dalam negeri (Realokasi dana dari donor dalam negeri).
  • Obyek Pengadaan: Barang, Pekerjaan Konstruksi, Jasa Lain (jasa konsultansi, jasa lainnya).

6.2 Tahapan Umum Pengadaan

Secara garis besar, tahapan PBJP dalam Perpres 46/2025 terdiri dari:

  1. Perencanaan
    • Penyusunan dokumen perencanaan (Rencana Umum Pengadaan/RUP).
    • Rumusan kebutuhan teknis, penyusunan spesifikasi, perhitungan HPS (Harga Perkiraan Sendiri).
    • Identifikasi produk yang tersedia di e‐Catalog.
  2. Pelaksanaan/Pemilihan Penyedia
    • E‐Purchasing (Wajib jika tersedia di e‐Catalog): Jika paket tersedia, PPK harus melakukan pembelian melalui e‐Catalog (disertai HPS minimal Rp 100 juta).
    • Tender/Seleksi/Penunjukan Langsung: Pilihan metode berdasarkan nilai, urgensi, dan kriteria teknis-misalnya, penunjukan langsung dapat dilakukan untuk program prioritas, bantuan pemerintah, atau kebutuhan mendesak (darurat).
    • Supply by Owner: Instansi dapat menyediakan peralatan/material tertentu, sementara penyedia mengerjakan sisanya.
    • Kontrak Berbasis Kinerja: Bekerja dengan indikator kinerja terukur, misalnya target produksi atau tingkat layanan.
    • Kontrak Turnkey: Penyedia bertanggung jawab penuh atas seluruh rangkaian (dari desain hingga serah terima), meminimalkan koordinasi langsung antar banyak pihak.
  3. Pelaksanaan Kontrak
    • Penandatanganan e‐Kontrak, pencatatan jaminan pelaksanaan (untuk paket > Rp 200 juta).
    • Pembayaran awal (uang muka) untuk UMKM minimal 50% pada paket < Rp 200 juta.
    • Pemantauan fisik dan kinerja penyedia melalui sistem digital.
  4. Pengawasan dan Administrasi Kontrak
    • Monitoring digital: Setiap perubahan kontrak, addendum, atau perpanjangan kontrak wajib dicatat di e‐Kontrak.
    • Evaluasi kinerja penyedia: Data kinerja otomatis tersimpan untuk referensi paket selanjutnya.
    • Penanganan pengaduan melalui platform elektronik, sebelum proses administratif lebih lanjut.

Setiap tahapan di atas harus selaras dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan yang telah diuraikan sebelumnya .

7. Peran Pelaku Pengadaan

Dalam ekosistem PBJP, beberapa pihak memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Berikut ringkasan peran utama menurut Perpres 46/2025:

  1. Pengguna Anggaran (PA)
    • Membuat keputusan strategis dan penetapan anggaran.
    • Diberi wewenang lebih besar untuk melakukan penunjukan langsung pada program prioritas nasional, bantuan pemerintah, atau arahan Presiden.
    • Bertanggung jawab memastikan pemenuhan target PDN/UMKM.
  2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
    • Membantu PA dalam menetapkan metode pengadaan, kontrak, dan nilai kontrak khususnya saat darurat atau kekosongan hukum.
    • Dalam kondisi tertentu, KPA dapat merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
  3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
    • Melaksanakan perencanaan hingga penandatanganan kontrak.
    • Wajib memiliki sertifikasi sesuai tipologi pekerjaan (misalnya konstruksi, jasa konsultansi, barang).
    • Menggunakan e‐Purchasing jika barang/jasa tersedia di e‐Catalog.
    • Melakukan penilaian kinerja penyedia secara digital.
  4. Kelompok Kerja Pemilihan (Pokja Pemilihan)
    • Melaksanakan proses e‐Purchasing non‐pembelian langsung (mini‐kompetisi).
    • Melaksanakan evaluasi teknis dan harga, serta menyusun rekomendasi penetapan pemenang.
  5. Pejabat Pengadaan dan Pengawas Internal
    • Memastikan setiap paket sesuai dengan dokumen perencanaan.
    • Melakukan audit digital dan analisis kepatuhan terhadap target TKDN/UMKM.
  6. Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ)
    • Diperuntukkan bagi instansi yang memiliki elemen pelaksana di daerah atau luar negeri.
    • Melakukan koordinasi dan standarisasi sistem pengadaan di tingkat instansi.

Dengan peran‐peran yang lebih terperinci dan standar kompetensi berbasis tipologi, diharapkan profesionalisme SDM PBJP meningkat dan proses pengadaan lebih terjaga kualitasnya .

8. Kunci Digitalisasi dalam Perpres 46/2025

Perpres 46/2025 menempatkan digitalisasi sebagai fondasi utama peningkatan transparansi dan efisiensi. Berikut poin‐poin penting seputar digitalisasi:

  1. E‐Purchasing (Pembelian Elektronik) Wajib
    • Setiap kebutuhan barang/jasa yang tersedia di e‐Katalog harus dibeli melalui e‐Purchasing.
    • HPS wajib disusun untuk pembelian elektronik di atas Rp 100 juta, jaminan pelaksanaan wajib untuk paket > Rp 200 juta.
    • Swakelola Tipe III dan IV mendapat masa transisi satu tahun untuk beralih ke e‐Purchasing sepenuhnya.
  2. E‐Kontrak
    • Setiap kontrak PBJP harus diunggah dan dipantau secara elektronik.
    • Addendum, perubahan nilai kontrak, atau perpanjangan wajib dicatat di e‐Kontrak.
    • Data e‐Kontrak menjadi basis evaluasi kinerja penyedia pada paket selanjutnya.
  3. Lokapasar (E‐Marketplace)
    • E‐kurie (serupa e‐Marketplace internal pemerintah) dibuka bagi semua entitas, termasuk kelompok masyarakat dan individu, untuk menjadi penyedia.
    • Melalui lokapasar, UMKM dapat memperkenalkan produknya dan bersaing secara digital.
  4. Pengaduan Digital
    • Mekanisme awal pengaduan dugaan penyimpangan dilakukan via sistem digital.
    • Pengaduan ini diproses terlebih dahulu di tingkat administrasi internal sebelum naik ke jalur yudikatif bila perlu.
  5. Integrasi Sistem
    • Keterpaduan antara sistem keuangan instansi, sistem logistik, dan sistem e‐Kontrak untuk mempermudah monitoring real‐time.
    • Sistem yang terintegrasi memudahkan unit audit internal untuk melakukan analisis kepatuhan, sekaligus memudahkan publik untuk mengakses data pengadaan .

Dengan digitalisasi yang dipaksakan menjadi kewajiban, diharapkan praktik pengadaan tidak lagi bergantung pada interaksi tatap muka dan dokumen kertas, melainkan berbasis data yang dapat diakses secara daring kapan saja.

9. Dukungan bagi Produk Dalam Negeri dan UMKM

Salah satu sorotan utama Perpres 46/2025 adalah upaya afirmatif untuk mendorong pertumbuhan PDN dan UMKM. Berikut penjabaran kebijakan tersebut:

  1. Kuota Minimal 40% untuk UMKM/Koperasi
    • Setiap instansi pemerintah wajib mengalokasikan setidaknya 40% anggaran PBJP kepada produk atau jasa dari UMKM atau koperasi dalam negeri.
    • Hal ini diberlakukan untuk seluruh jenis paket, baik barang, jasa, maupun konstruksi, guna memastikan keterlibatan UMKM yang lebih luas .
  2. Sistem Pelapisan TKDN (Layering System)
    • Lapisan 1: Produk yang memiliki TKDN + Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) > 40% dan TKDN > 25%.
    • Lapisan 2-6: Berbagai kriteria TKDN dan BMP menurun hingga produk non‐industri namun dideklarasikan sebagai produk dalam negeri.
    • Jika produk TM I (lapisan 1) tersedia, penyedia dari lapisan yang lebih rendah tidak akan dipertimbangkan. Impikasinya, produk lokal berkualitas tinggi memperoleh prioritas utama .
  3. Preferensi Harga
    • Dalam tender bernilai di atas Rp 1 miliar, instansi dapat memberikan preferensi harga hingga 25% bagi penyedia produk yang memenuhi minimal TKDN 25% (untuk barang/jasa lain) atau sesuai ketentuan minimal untuk konstruksi.
    • Penyedia lokal dengan komponen dalam negeri tinggi dapat memenangkan tender meski harga tawar sedikit lebih tinggi.
  4. Uang Muka Afirmatif bagi UMKM
    • UMKM mendapatkan uang muka minimal 50% untuk paket senilai di bawah Rp 200 juta. Tujuannya adalah meringankan beban modal di awal bagi UMKM agar mereka dapat membeli bahan dan memulai pekerjaan tanpa harus menunggu pembayaran akhir.
    • Kebijakan ini diharapkan meningkatkan kemampuan UMKM untuk bersaing dan menumbuhkan ekosistem usaha kecil di seluruh daerah.
  5. Indeks Kepatuhan PDN dan Sanksi
    • Setiap instansi akan dievaluasi berdasarkan indeks pemenuhan target PDN dan UMKM.
    • Instansi dengan indeks tinggi berpeluang mendapatkan penghargaan, sedangkan yang gagal memenuhi target dapat dikenai peringatan administratif bahkan sanksi disipliner bagi pejabat terkait.

Dengan kebijakan afirmatif tersebut, pemerintah ingin memastikan bahwa belanja publik secara langsung mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, meningkatkan kesempatan kerja, dan menciptakan rantai pasok yang lebih mandiri .

10. Implikasi bagi Para Pemangku Kepentingan

10.1 Instansi Pemerintah (K/L/PD/Desa)

  1. Penyesuaian SOP dan Prosedur Internal
    • Memutakhirkan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk menerapkan e‐Purchasing wajib, e‐Kontrak, dan penilaian kinerja penyedia secara digital.
    • Menyusun rencana pelatihan dan sertifikasi berbasis tipologi bagi seluruh personel PBJP, khususnya PPK.
  2. Pembentukan atau Penguatan UKPBJ
    • Bagi instansi yang memiliki elemen pelaksana di daerah atau luar negeri, wajib membentuk Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ).
    • Kepala UKPBJ dan personel di dalamnya wajib memiliki standard kompetensi sesuai ketentuan PBJ .
  3. Integrasi Sistem Informatika
    • Memastikan sistem keuangan, logistik, dan e‐Kontrak terintegrasi agar data pengadaan dapat dimonitor secara real‐time.
    • Menyediakan infrastruktur IT yang memadai agar e‐Purchasing dan e‐Kontrak berjalan tanpa hambatan.
  4. Pengawasan Internal dan Pelaporan
    • Unit Inspektorat Jenderal dan Inspektorat Daerah perlu meningkatkan kapasitas audit digital untuk memantau kepatuhan TKDN, UMKM, serta aspek keberlanjutan dan etika.
    • Menyusun laporan berkala mengenai capaian kuota UMKM, TKDN, dan penggunaan produk ramah lingkungan.

10.2 Pelaku Usaha (Penyedia, UMKM, Koperasi)

  1. Pendaftaran di e‐Katalog dan Lokapasar
    • Segera mendaftarkan produk/jasa ke e‐Catalog pemerintah (LKPP) dan lokapasar.
    • Pastikan kelengkapan dokumen kelayakan, terutama sertifikat TKDN dan SNI.
  2. Penghitungan dan Pengelolaan TKDN
    • Pelajari cara menghitung komponen lokal (TKDN) dan menyusun dokumen pendukung (faktur pembelian bahan baku, sertifikat supplier).
    • Usahakan meningkatkan komponen lokal agar masuk lapisan 1 (TKDN + BMP > 40% dan TKDN > 25%).
  3. Manajemen Keuangan untuk Uang Muka
    • Siapkan administrasi dan rekening bisnis yang memungkinkan proses pencairan uang muka 50% bagi UMKM pada kontrak bawah Rp 200 juta.
    • Kelola arus kas agar tetap sehat, karena penerimaan pencairan selanjutnya akan bergantung pada progres pekerjaan.
  4. Beradaptasi dengan Kontrak Berbasis Kinerja
    • Pahami indikator kinerja yang ditetapkan dalam kontrak (misalnya target output, tenggat waktu).
    • Siapkan mekanisme pelaporan dan monitoring internal agar dapat memenuhi indikator tersebut.

10.3 Masyarakat dan Pihak Pengawas

  1. Pemantauan Publik
    • Manfaatkan portal LKPP atau website resmi instansi untuk melihat data paket pengadaan, nilai kontrak, dan nama pemenang tender.
    • Cermati capaian indeks PDN/UMKM sebagai barometer efektivitas belanja pemerintah.
  2. Pelaporan dan Pengaduan Digital
    • Jika menemukan indikasi penyimpangan, laporkan melalui mekanisme pengaduan elektronik yang telah disediakan instansi.
    • Gunakan data e‐Kontrak dan bukti digital lainnya sebagai dasar laporan agar proses tindak lanjut lebih cepat dan transparan.

11. Tips Praktis untuk Memahami Perpres 46/2025

Agar pembaca semakin mudah memahami dan mengimplementasikan ketentuan Perpres 46/2025, berikut beberapa tips:

  1. Pelajari Secara Bertahap
    • Mulailah dengan memahami definisi‐definisi kunci (PDN, TKDN, e‐Purchasing, e‐Kontrak).
    • Baca ringkasan tiap pasal yang terkait secara spesifik dengan peran Anda (misal: pelaku usaha fokus pada pasal PDN/UMKM, instansi pemerintah fokus pada pasal e‐Purchasing dan e‐Kontrak).
  2. Ikuti Pelatihan atau Webinar PBJ
    • Banyak penyelenggara pelatihan yang kini menyesuaikan modulnya dengan Perpres 46/2025.
    • Pastikan pelatihan mencakup simulasi perhitungan TKDN, penggunaan e‐Katalog, dan manajemen kontrak berbasis kinerja.
  3. Manfaatkan Sumber Daya Online
    • Portal resmi LKPP menyediakan dokumen lengkap Perpres 46/2025 dan petunjuk teknis pelaksanaannya.
    • Video tutorial penggunaan e‐Purchasing dan e‐Kontrak sering diunggah di website atau kanal resmi kementerian/lembaga.
  4. Jaga Dokumentasi Digital
    • Simpan setiap bukti transaksi e‐Purchasing, e‐Kontrak, dan dokumen pendukung TKDN/UMKM dalam folder digital yang terstruktur.
    • Dokumen lengkap mempermudah audit internal maupun eksternal, serta menjadi bukti dalam proses evaluasi kinerja.
  5. Bangun Jaringan Kolaborasi
    • Instansi pemerintah dapat berkolaborasi dengan perguruan tinggi atau pelatih PBJ untuk pendampingan implementasi.
    • Pelaku UMKM sebaiknya bergabung dalam asosiasi atau komunitas, agar dapat bertukar informasi mengenai cara memenuhi TKDN dan berpartisipasi di e‐Katalog.

12. Kesimpulan

Perpres 46 Tahun 2025 hadir sebagai penyempurnaan menyeluruh atas Perpres 16/2018. Inti pembaruan mencakup:

  • Perluasan Cakupan: Menambah Pemerintah Desa dan “Institusi Lainnya” sebagai entitas pengguna dana publik.
  • Digitalisasi Wajib: E‐Purchasing dan e‐Kontrak menjadi kewajiban ketika barang/jasa tersedia di e‐Katalog.
  • Afirmasi PDN dan UMKM: Kuota minimal 40% untuk UMKM, sistem lapisan TKDN, serta preferensi harga hingga 25%.
  • Metode Kontrak Fleksibel: Kontrak berbasis kinerja, Supply by Owner, dan peningkatan batas nilai pengadaan langsung konstruksi menjadi Rp 400 juta.
  • Keberlanjutan dan Etika: Produk ramah lingkungan prioritas, penerapan SNI, dan aturan konflik kepentingan yang lebih ketat.
  • Pengawasan dan Sanksi Lebih Tegas: Indeks kepatuhan PDN/UMKM, jaminan pelaksanaan wajib, serta sanksi administratif dan disipliner yang lebih konkret.

Bagi masyarakat awam, Perpres 46/2025 pada dasarnya menjawab kebutuhan untuk membuat proses PBJP yang lebih modern, transparan, dan berpihak pada kepentingan nasional: mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, memantapkan tata kelola yang baik, dan memastikan anggaran negara dikelola secara optimal serta berkelanjutan. Dengan memahami arti dan implikasi kebijakan ini, instansi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat umum dapat berperan aktif dalam mewujudkan PBJP yang akuntabel, efisien, dan inklusif .

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Tim LPKN

LPKN Merupakan Lembaga Pelatihan SDM dengan pengalaman lebih dari 15 Tahun. Telah mendapatkan akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Pemegang rekor MURI atas jumlah peserta seminar online (Webinar) terbanyak Tahun 2020

Artikel: 918

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *