Pendahuluan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 memperkenalkan fleksibilitas baru bagi pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah. Salah satunya adalah kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mengubah metode kontrak di tengah pelaksanaan PBJP, khususnya ketika terjadi kondisi khusus seperti darurat bencana atau kekosongan hukum/pemerintahan. Bagi banyak orang awam, istilah “mengubah metode kontrak” mungkin terdengar teknis-padahal, kebijakan ini dirancang agar proses pengadaan tidak terhambat oleh aturan yang kaku saat situasi memerlukan percepatan. Artikel ini akan menguraikan siapa itu KPA, apa yang dimaksud metode kontrak, jenis kondisi khusus yang dimaksud, serta mekanisme dan syarat bagi KPA untuk melakukan perubahan tersebut .
1. Siapa Itu KPA dan Apa Tugasnya?
1.1 Definisi KPA
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah pejabat yang mewakili Pengguna Anggaran (PA) untuk melaksanakan sebagian atau seluruh tugas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penggunaan anggaran untuk PBJP.
- Dalam rantai kewenangan, PA → KPA → Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), KPA bertugas menetapkan strategi dan kebijakan pengadaan sesuai arahan PA serta berkoordinasi dengan PPK untuk menjalankan kontrak.
1.2 Kewenangan Umum KPA
- Menetapkan metode pengadaan (tender umum, penunjukan langsung, e-purchasing, swakelola, dsb.) berdasarkan nilai paket, urgensi, dan kompleksitas.
- Mengawasi pelaksanaan anggaran, memastikan setiap rupiah digunakan sesuai rencana dan prinsip akuntabilitas.
- Memantau dan mengevaluasi kinerja PPK, termasuk menandatangani berkas pengadaan yang memerlukan persetujuan KPA.
Secara default, KPA tidak menandatangani kontrak-kewenangan penandatanganan kontrak ada pada PPK. Namun dalam kondisi tertentu, Perpres 46/2025 memungkinkan KPA mengubah metode kontrak atau bahkan merangkap PPK, agar proses pengadaan dapat dipercepat .
2. Apa Itu “Metode Kontrak” dalam PBJP?
2.1 Pengertian Metode Kontrak
- Metode kontrak merujuk pada cara atau skema yang digunakan untuk memilih jenis kontrak dan mekanisme pelaksanaan PBJP. Contohnya:
- Tender Umum: Penawaran terbuka untuk semua penyedia.
- Tender Terbatas: Hanya penyedia yang telah diseleksi dahulu yang boleh ikut.
- Penunjukan Langsung: Pemilihan satu penyedia tanpa proses kompetisi, dengan syarat tertentu.
- E-Purchasing: Pembelian barang/jasa melalui sistem elektronik (e-Catalog).
- Swakelola: Pelaksanaan oleh instansi pemerintah sendiri tanpa menyewa penyedia eksternal.
- Jenis kontrak mencakup:
- Kontrak Lump Sum: Harga tetap menyeluruh.
- Kontrak Satuan Harga: Pembayaran berdasarkan volume pekerjaan.
- Kontrak Turnkey: Penyedia bertanggung jawab penuh mulai desain hingga serah terima.
- Kontrak Berbasis Kinerja: Penekanan pada hasil/indikator terukur, bukan sekadar input.
- Supply by Owner: Instansi (Owner) menyediakan sebagian peralatan/material, sedangkan penyedia menyelesaikan sisanya.
Pemilihan metode kontrak memengaruhi durasi, biaya, dan tingkat risiko. Ketika aturan normal menghambat percepatan, KPA boleh mengubah metode kontrak sesuai ketentuan Perpres 46/2025 .
3. Definisi “Kondisi Khusus” yang Memungkinkan Perubahan
3.1 Kekosongan Hukum dan/atau Stagnasi Pemerintahan
Perpres 46/2025 menjelaskan bahwa KPA dapat mengubah metode kontrak apabila terjadi “kekosongan hukum dan/atau stagnasi pemerintahan”. Secara umum, kondisi ini mencakup:
- Kekosongan Hukum
- Belum adanya peraturan pelaksana (juknis) yang mengatur secara rinci mekanisme pengadaan tertentu.
- Perubahan regulasi baru yang belum diikuti aturan turunannya, sehingga prosedur teknis tertentu belum jelas.
- Stagnasi Pemerintahan
- Situasi di mana struktur pemerintahan sedang mengalami transisi (misalnya pergantian kepala daerah atau pelantikan PA/KPA baru belum tuntas).
- Kondisi darurat seperti bencana alam (banjir, gempa, kebakaran besar), pandemi, atau kejadian luar biasa lain yang memerlukan percepatan pengadaan barang/jasa esensial.
Dengan adanya klausul ini, Perpres 46/2025 memastikan proses pengadaan tidak berhenti ketika aturan teknis belum tersedia atau pemerintah sedang sibuk mengatasi situasi darurat.
3.2 Contoh Situasi Darurat
- Bencana Alam: Gempa bumi menyebabkan jembatan amblas. Proses tender normal butuh waktu berbulan-bulan. KPA yang merangkap PPK dapat memilih metode penunjukan langsung dengan kontrak turnkey miring supply-by-owner untuk mempercepat perbaikan .
- Pandemi: Rumah sakit membutuhkan ventilator dan APD mendesak. Meski belum ada juknis khusus untuk harga pasar APD, KPA dapat mengubah metode kontrak ke kontrak berbasis kinerja sehingga penyedia dapat langsung bergerak dengan indikator hasil, tanpa menunggu penetapan HPS tradisional.
4. Syarat bagi KPA untuk Mengubah Metode Kontrak
4.1 Sertifikasi dan Kompetensi
- KPA harus memiliki sertifikasi PPK sesuai tipologi pekerjaan yang hendak diubah. Misalnya, jika mengubah metode kontrak untuk pengadaan konstruksi darurat, KPA wajib memiliki sertifikat PPK Konstruksi yang masih berlaku.
- Sertifikat ini diperlukan agar KPA memiliki kompetensi teknis untuk mengawasi pelaksanaan kontrak, mengambil keputusan, dan menandatangani kontrak jika merangkap PPK.
4.2 Penilaian Kondisi Khusus
- Surat Pernyataan atau SK DARURAT
- PA/KPA membuat Surat Keputusan (SK) tertulis yang menyatakan alasan darurat, seperti:”Karena gempa bumi XXX, jembatan Y perlu diperbaiki segera.”
- Surat ini mencantumkan dasar peraturan (Perpres 46/2025 Pasal 7 ayat 1 huruf d) dan jangka waktu pelaksanaan.
- Verifikasi Teknis dan Legal
- Tim Pokja atau sekretariat PBJP melakukan verifikasi: apakah kondisi tersebut benar darurat dan apakah belum ada aturan teknis lengkap (juknis) untuk menjalankan paket.
- Dokumen pendukung (laporan BPBD, surat Gubernur/Bupati, dsb.) dilampirkan agar proses tidak sebatas klaim sepihak.
4.3 Penetapan Keputusan Merangkap
- Jika KPA merangkap sebagai PPK, PA menerbitkan Surat Keputusan (SK) penunjukan resmi yang mencakup rincian:
- Nama KPA yang ditunjuk merangkap PPK.
- Jenis pengadaan dan metode kontrak yang diubah (misal dari tender umum menjadi penunjukan langsung).
- Durasi penugasan (misal 3 bulan terhitung sejak SK dikeluarkan).
- Syarat-syarat administratif dan teknis (sertifikat PPK, dokumen pendukung darurat).
- SK ini wajib diunggah ke sistem e-Kontrak untuk mencatat jejak (audit trail) dan memudahkan pengawasan .
5. Prosedur Mengubah Metode Kontrak oleh KPA
5.1 Identifikasi Paket dan Kebutuhan Darurat
- Rapat Koordinasi Darurat
- PA/KPA mengumpulkan tim PBJP dan Pokja Pemilihan untuk meninjau paket-paket yang terdampak darurat atau kekosongan hukum.
- Penentuan Jenis Metode Baru
- Tentukan metode kontrak pengganti, misalnya:
- Penunjukan Langsung → Supply by Owner (untuk konstruksi).
- Tender Umum → Kontrak Berbasis Kinerja (untuk pengadaan alat medis).
- Tentukan metode kontrak pengganti, misalnya:
5.2 Penyiapan Dokumen SK dan Rincian Teknis
- Draft SK Penetapan Darurat
- Cantumkan dasar hukum, alasan darurat, dan nama KPA/Pokja.
- RKS (Rancangan Kerja dan Syarat)
- Revisi RKS agar sesuai dengan metode baru, meliputi: ruang lingkup pekerjaan, indikator kinerja (jika berbasis kinerja), atau daftar peralatan (jika supply by owner).
- HPS Darurat
- Hitung Harga Perkiraan Sendiri (HPS) khusus untuk situasi darurat-mungkin menggunakan data pasar sementara atau harga e-Katalog (jika barang tersedia).
- Dokumen Persetujuan Teknis
- Lampirkan rekomendasi teknis dari dinas terkait (konstruksi, kesehatan, atau lainnya) yang menjelaskan spesifikasi minimal agar perubahan metode tidak menimbulkan cacat teknis.
5.3 Pelaksanaan dan Pengawasan
- Penetapan Penyedia
- Karena metode diubah, KPA/PPK dapat memilih penyedia unggulan (penunjukan langsung) yang telah diverifikasi kelayakannya.
- Jika berbasis kinerja, penyedia diukur berdasarkan pencapaian indikator (contoh: jumlah alat yang terpasang dalam 7 hari).
- Penandatanganan e-Kontrak
- KPA merangkap PPK menandatangani e-Kontrak sesuai metode baru. Semua addendum atau revisi dokumen juga diunggah di sistem untuk transparansi.
- Pemantauan Berkala
- Buat laporan mingguan atau triwulan kepada PA/Inspektorat Jenderal mengenai progres fisik, serapan anggaran, dan pencapaian indikator kinerja (jika berlaku).
- Jika ditemukan hambatan baru, KPA dapat mengeluarkan addendum e-Kontrak untuk menyesuaikan skema pemenuhan (misal penambahan alat, perpanjangan waktu).
6. Implikasi dan Manfaat Kebijakan
6.1 Bagi Pemerintah dan Instansi
- Percepatan Tindakan Darurat
- Paket yang sebelumnya harus menunggu proses tender panjang kini bisa dieksekusi dalam hitungan hari/hari kerja, menyelamatkan kerugian sosial dan ekonomi.
- Efisiensi Biaya dan Waktu
- Dengan mengubah metode langsung, biaya administrasi tender dapat ditekan, dan waktu persiapan/dokumen dapat diminimalkan.
- Penguatan Kesiapsiagaan
- Kebijakan ini menjadi bagian dari manajemen risiko BPBJ-siap merespons bencana atau kondisi tak terduga yang memerlukan kelincahan aturan.
6.2 Bagi KPA dan PPK
- Penambahan Tanggung Jawab
- KPA yang merangkap PPK memikul tanggung jawab ganda: menyusun kebijakan pengadaan sekaligus melaksanakan dan menandatangani kontrak.
- Namun, di sisi lain, KPA memperoleh pengalaman langsung dalam aspek teknis pelaksanaan kontrak, memperkaya kompetensi PBJP.
- Tantangan Pengawasan
- KPA perlu memastikan pengawasan internal tetap kuat meski memegang dua fungsi, agar tidak terjadi konflik kepentingan atau kelalaian teknis.
6.3 Bagi Penyedia dan UMKM
- Kepastian Akses Pasar
- Ketika metode kontrak diubah demi kebutuhan darurat, penyedia yang direkomendasikan mendapatkan jaminan kontrak lebih cepat tanpa bersaing panjang di tender.
- UMKM lokal yang telah terdaftar di e-Katalog atau lokapasar dapat langsung ditunjuk sebagai penyedia, terutama jika prioritas lokal diperlukan.
- Peningkatan Kepercayaan
- Proses pengadaan darurat yang transparan melalui e-Kontrak dan sistem elektronik membangun kepercayaan antara penyedia dan instansi pemerintah.
7. Tantangan dan Cara Mengatasinya
7.1 Tantangan Pelaksanaan
- Potensi Salah Interpretasi
- Istilah “kekosongan hukum” bisa diperlakukan terlalu longgar, memicu penyalahgunaan kewenangan KPA untuk mengubah metode tanpa dasar yang benar.
- Kapasitas SDM Terbatas
- KPA yang merangkap PPK harus memiliki pemahaman teknis mendalam. Jika sertifikasi belum memadai, risiko kesalahan teknis meningkat.
- Pengawasan Lebih Kompleks
- Karena KPA merangkap PPK, proses audit memerlukan perhatian ekstra agar tidak terjadi tumpang tindih otoritas.
7.2 Solusi Praktis
- Pedoman Internal yang Jelas
- Buat standar operasional prosedur (SOP) yang mendetail tentang kriteria “kekosongan hukum” dan “stagnasi pemerintahan,” lengkap dengan contoh situasi.
- Pelatihan Sertifikasi Berkelanjutan
- Pastikan setiap KPA yang berpotensi merangkap mengikuti pelatihan dan ujian sertifikasi PPK sesuai tipologi pekerjaan. Lembaga pelatihan dapat disinergikan dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
- Pembentukan Tim Audit Internal
- Bentuk tim khusus yang memantau pelaksanaan paket darurat-menguji kesesuaian dokumen SK, RKS, HPS darurat, dan progres lapangan.
- Lakukan audit sampling untuk memastikan prosedur perubahan metode kontrak sesuai aturan, tidak dimanfaatkan untuk korupsi atau kolusi.
- Evaluasi Berkala Kebijakan
- Setiap tahun, tinjau efektivitas mekanisme perubahan metode kontrak. Apakah KPA merangkap terlalu sering? Apakah proses pengadaan darurat berjalan efisien? Hasil evaluasi dapat menjadi bahan revisi SOP atau juknis PBJP.
8. Kesimpulan
Perpres 46/2025 memberikan fleksibilitas penting dengan memungkinkan KPA mengubah metode kontrak pada saat kondisi khusus (kekosongan hukum atau darurat bencana). Syarat utamanya:
- Sertifikasi PPK Sesuai Tipologi: KPA harus memenuhi persyaratan sertifikasi teknis sebagai PPK.
- Penetapan Kondisi Darurat: PA/KPA wajib membuat SK resmi yang menjelaskan alasan darurat dan dasar hukum mengganti metode kontrak.
Dengan demikian, proses pengadaan yang biasanya memakan waktu panjang-seperti tender umum-dapat bergeser ke metode yang lebih cepat (penunjukan langsung, kontrak turnkey, atau berbasis kinerja). Manfaat jangka panjang meliputi percepatan pemulihan pasca-bencana, efisiensi anggaran, dan penguatan kapasitas SDM PBJP. Meski demikian, implementasi kebijakan ini harus disertai pedoman internal yang jelas, pengawasan ketat, dan pelatihan berkelanjutan agar tidak terjadi penyimpangan atau konflik kepentingan.
Bagi instansi pemerintah, langkah praktisnya adalah memetakan KPA bersertifikat, menyiapkan SOP perubahan metode kontrak, serta membentuk tim audit internal. Bagi KPA sendiri, pastikan sertifikasi PPK valid, siap merangkap tugas dengan pemahaman teknis lengkap, dan secara aktif berkoordinasi dengan PA serta tim audit untuk menjaga akuntabilitas. Dengan demikian, potensi percepatan pengadaan dapat dioptimalkan tanpa melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas.