Perbedaan Kontrak Turnkey Lama dan Baru

Pendahuluan

Kontrak Turnkey merupakan salah satu metode pengadaan yang diatur dalam Perpres tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP). Di era Perpres 16 Tahun 2018, bentuk dan ketentuan Turnkey sifatnya masih umum, sementara dalam Perpres 46 Tahun 2025, kontrak Turnkey dijabarkan dengan rincian yang lebih ketat dan fungsional. Bagi pelaku pengadaan-baik instansi pemerintah, penyedia, maupun masyarakat awam-memahami perbedaan Turnkey lama dan baru sangat penting agar proses pelaksanaan proyek sesuai ketentuan, terukur, dan akuntabel. Artikel ini menjelaskan secara sederhana:

  1. Pengertian Kontrak Turnkey versi lama (Perpres 16/2018)
  2. Pengertian Kontrak Turnkey versi baru (Perpres 46/2025)
  3. Perbedaan pokok antara keduanya
  4. Implikasi bagi instansi, penyedia, dan masyarakat
  5. Tips praktis untuk penerapan Kontrak Turnkey baru

1. Kontrak Turnkey Versi Lama (Perpres 16/2018)

1.1 Definisi Umum

Dalam Perpres 16/2018, Kontrak Turnkey diartikan sebagai kontrak yang memberikan beban penuh kepada penyedia untuk menyelesaikan seluruh rangkaian pekerjaan hingga siap pakai, mulai dari perencanaan/ desain, pengadaan material, pelaksanaan, hingga serah terima akhir kepada instansi pemerintah. Intinya, instansi hanya menetapkan kriteria hasil akhir; penyedia bertanggung jawab atas keseluruhan proses.

1.2 Ciri-Ciri Kontrak Turnkey Lama

  • Ruang lingkup umum: Penyedia mengerjakan “mulai dari nol”-desain, pelaksanaan, hingga siap dipakai tanpa perlu pendampingan instansi secara teknis.
  • Pembayaran berbasis progres: Biasanya menggunakan mekanisme lump sum atau satuan harga, dengan jadwal pembayaran yang mengacu pada milestone fisik.
  • Jaminan pelaksanaan minimum: Untuk proyek bernilai di atas ambang jaminan (umumnya Rp 200 juta), diperlukan jaminan pelaksanaan, tetapi detail jaminan belum diatur secara mendalam.
  • Pengawasan institusi: Pengawasan kontrak tetap pada instansi, tetapi kriteria teknis dalam RKS (Rancangan Kerja dan Syarat) masih bersifat umum, sehingga potensi interpretasi berbeda cukup besar.

1.3 Kelemahan Kontrak Turnkey Lama

  • Spesifikasi hasil akhir masih bersifat luas, memungkinkan penyedia menawarkan desain dan material yang kurang sesuai ekspektasi instansi.
  • Jaminan pelaksanaan belum menekankan aspek jaminan mutu, sehingga bila penyedia gagal, instansi sering terhambat proses klaim ganti rugi atau perbaikan.
  • Monitoring teknis oleh instansi cenderung tertumpu pada pengawasan fisik, sementara detail kinerja (misalnya kualitas, efisiensi biaya) tidak dikuantifikasi dengan ketat.

2. Kontrak Turnkey Versi Baru (Perpres 46/2025)

2.1 Definisi dan Penyempurnaan

Perpres 46/2025 merinci Kontrak Turnkey sebagai kontrak yang menitikberatkan beban pelaksanaan pada penyedia untuk menghasilkan “proyek jadi” sesuai spesifikasi teknis, standar mutu, dan indikator kinerja yang terukur. Fokusnya bukan hanya pada penyelesaian fisik, tetapi juga pada hasil akhir sesuai standar nasional (SNI) dan TKDN.

2.2 Ciri-Ciri Kontrak Turnkey Baru

  1. Spesifikasi Hasil Akhir Terukur
    • RKS mencantumkan indikator kinerja kuantitatif (misalnya kapasitas, durabilitas, efisiensi energi) yang harus dipenuhi penyedia.
    • Ketentuan TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) dimasukkan dalam kriteria pemilihan penyedia.
  2. Metode Pembayaran Berbasis Kinerja
    • Selain lump sum, diperkenalkan skema “Pay for Performance”: sebagian pembayaran dikaitkan pada capaian indikator kinerja (misalnya kinerja operasional perangkat setelah serah terima selama 3 bulan awal).
  3. Jaminan Pelaksanaan dan Mutu Lebih Ketat
    • Jaminan pelaksanaan tidak hanya berupa bank garansi senilai 5-10% kontrak, tetapi juga jaminan mutu (defect liability period) minimal 1 tahun, di mana penyedia wajib memperbaiki cacat tanpa biaya tambahan.
  4. Pengawasan Digital dan Audit Berkala
    • Penyedia wajib melakukan pelaporan progres melalui e-Monitoring (sistem elektronik), sehingga instansi dapat memantau real-time.
    • Data kinerja tersimpan terintegrasi dengan e-Kontrak, memudahkan audit pasca-proyek.
  5. Keterlibatan Serta Aspek Keberlanjutan
    • Bahan dan desain harus memperhatikan aspek lingkungan (produk ramah lingkungan bersertifikat SNI Misalnya material hemat energi).
    • Sertifikat TKDN minimal 25% untuk barang/ material utama menjadi persyaratan utama.

2.3 Penekanan pada Supply by Owner dan Kolaborasi Lokal

Dalam Kontrak Turnkey Baru, diperkenalkan pula model Supply by Owner sebagai opsi: instansi (owner) menyediakan peralatan atau material kritis yang sulit diperoleh (misalnya alat berat), dan penyedia hanya mengerjakan proses instalasi, pengujian, dan serah terima. Tujuannya:

  • Mempercepat jalannya proyek karena instansi menyiapkan material khusus langsung.
  • Mengurangi risiko logistik jika material utama berasal dari sumber yang sudah diverifikasi instansi.

3. Perbedaan Utama Antara Kontrak Turnkey Lama dan Baru

Aspek Kontrak Turnkey Lama (Perpres 16/2018) Kontrak Turnkey Baru (Perpres 46/2025)
Ruang Lingkup Hasil Akhir Bersifat umum: penyedia bertanggung jawab “menyelesaikan proyek,” tanpa indikator kinerja terukur yang rinci. Terukur: mencantumkan indikator kinerja (kapasitas, efisiensi, mutu) dan standar SNI/TKDN wajib, sehingga hasil akhir lebih terjamin kualitasnya.
Metode Pembayaran Umumnya lump sum atau satuan harga berdasarkan progress fisik. Lump sum + Pay for Performance: pembayaran sebagian dikaitkan capaian indikator kinerja pasca-serah terima (misalnya after-sales performance).
Jaminan Pelaksanaan & Mutu Minimal jaminan pelaksanaan standar (bank garansi), periode defect liability tidak diatur khusus. Jaminan pelaksanaan + jaminan mutu minimal 1 tahun: penyedia wajib menanggung perbaikan cacat selama periode defect liability tanpa biaya tambahan.
Pengawasan & Audit Pengawasan fisik lapangan oleh instansi; dokumen kontrak dan progress secara manual. E-Monitoring & e-Kontrak: progres dilaporkan lewat sistem elektronik, data kinerja tersimpan, memudahkan audit real-time dan pasca-kontrak.
Aspek Keberlanjutan & Lingkungan Hanya menyebutkan penerapan standar teknis minimal; aspek “go green” belum kuat ditekankan. Produk ramah lingkungan (SNI hijau), TKDN minimal 25%, BMP: bahan dan desain diarahkan pada praktik pengadaan berkelanjutan sesuai ESG (Environmental, Social, Governance).
Peran Instansi (Owner) Lebih pasif: instansi hanya menetapkan RKS dan menerima hasil akhir. Aktif: instansi dapat supply by owner untuk material kritis, memonitor kinerja lewat platform digital, dan menetapkan standar kinerja serta spesifikasi lingkungan lebih tegas.
Resiko dan Tanggung Jawab Penyedia menanggung risiko hingga serah terima, tetapi kerangka penalti tidak terperinci. Penyedia bertanggung jawab penuh pada hasil akhir dan kinerja pasca-serah terima; penalti lebih jelas (pengurangan pembayaran jika KPI tidak tercapai, klaim jaminan mutu otomatis).

4. Implikasi bagi Para Pemangku Kepentingan

4.1 Instansi Pemerintah (PA/KPA/PPK)

  1. Penyesuaian SOP dan RKS
    • RKS harus memuat indikator kinerja kuantitatif (misalnya minimal 95% efisiensi energi) dan dokumen persyaratan lingkungan (material bersertifikat SNI hijau).
    • Prosedur award tender Turnkey perlu memasukkan evaluasi sertifikat TKDN minimal 25% dan BMP.
  2. Penggunaan Sistem E-Monitoring
    • Siapkan infrastruktur TI agar penyedia dapat melaporkan progres di e-Monitoring. Data ini menjadi basis audit dan evaluasi kinerja.
    • Tim audit internal (Inspektorat) dapat mengakses laporan real-time, meminimalkan risiko penyimpangan.
  3. Perencanaan Supply by Owner
    • Jika instansi memilih model Supply by Owner, harus memastikan ketersediaan material atau peralatan kritis sebelum pembuatan kontrak, sehingga penyedia tahu batasan yang harus mereka kerjakan.
  4. Fokus pada Pengawasan Mutu Pasca-Serah Terima
    • Pastikan mekanisme pelaporan bug atau cacat selama periode defect liability diatur dengan jelas di kontrak, serta ada prosedur inspeksi pasca-serah terima (misalnya kunjungan 3 bulan setelah operasi awal).

4.2 Penyedia (Kontraktor/ Konsultan/ Firma Teknik)

  1. Peningkatan Kapasitas Teknis
    • Harus mempersiapkan tim engineering yang mampu memenuhi indikator kinerja (contoh: memiliki sertifikat energi terbarukan jika proyek melibatkan panel surya).
    • Siapkan sistem manajemen mutu internal agar defect liability dapat dipenuhi tanpa hambatan.
  2. Manajemen Keuangan
    • Karena sebagian pembayaran terkait kinerja pasca-serah terima, penyedia perlu merencanakan cashflow agar tidak kehabisan modal saat menutup komponen defect liability (perbaikan cacat).
    • Jika terpilih pada Supply by Owner, pertanggungjawaban terfokus pada instalasi dan pengujian, bukan pengadaan material utama.
  3. Dokumen TKDN dan BMP
    • Harus memverifikasi komponen lokal secara resmi dan melampirkan sertifikat TKDN untuk memanfaatkan preferensi harga pada tender Turnkey bernilai besar.
    • Menghitung BMP (Bobot Manfaat Perusahaan)-misalnya dampak sosial ekonomi produk-untuk masuk Lapisan 1 dan memprioritaskan penilaian.

4.3 Masyarakat dan Pengawas Publik

  1. Keterbukaan Informasi
    • Akses e-monitoring dan e-Kontrak memungkinkan masyarakat memantau progres fisik dan kinerja lingkungan proyek.
    • Jika proyek gagal mencapai indikator kinerja, masyarakat dapat mengajukan pengaduan melalui platform yang disediakan instansi.
  2. Audit Independen
    • Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau perguruan tinggi dapat melakukan audit lapangan untuk memastikan standar lingkungan dan kualitas terpenuhi sesuai indikator di RKS.
    • Hasil audit dapat menjadi dasar rekomendasi perbaikan atau sanksi administratif jika tekanan kinerja tidak dipenuhi.

5. Tips Praktis untuk Penerapan Kontrak Turnkey Baru

  1. Rinci Indikator Kinerja di RKS
    • Buat indikator yang spesifik, terukur, dan realistis (SMART)-misalnya “Output produksi minimal 100 unit/hari dengan konsumsi listrik ≤ 5 kWh per unit.”
    • Sertakan kriteria lingkungan (misalnya “material ramah lingkungan bersertifikat SNI hijau”).
  2. Verifikasi Sertifikat TKDN dan BMP Sejak Awal
    • Pastikan penyedia melampirkan sertifikat TKDN dan dokumen BMP (contoh: laporan dampak sosial ekonomi).
    • Lakukan cek silang dengan database Kemenperin untuk memastikan keaslian sertifikat.
  3. Buat Skema Pembayaran Jelas
    • Tentukan persentase pembayaran di awal, tengah, dan akhir-termasuk persentase yang dikaitkan pada KPI pasca-serah terima (misalnya 10% pembayaran dibiarkan sebagai retensi selama masa defect liability).
    • Susun jadwal milestone yang memungkinkan penyedia merencanakan sumber daya tanpa kekurangan modal.
  4. Maksimalkan Sistem E-Monitoring
    • Ajarkan penyedia cara menggunakan e-Monitoring: upload foto lapangan, dokumen progress, dan laporan jadwal.
    • Lakukan training singkat pada tim internal agar dapat memantau dashboard e-Monitoring dan menindaklanjuti temuan.
  5. Rencanakan Supply by Owner dengan Matang
    • Jika memilih model ini, pastikan sumber material/peralatan benar-benar tersedia: misalnya alat berat sudah di gudang, sehingga penyedia fokus pada instalasi.
    • Buat daftar “barang milik owner” yang mencakup spesifikasi teknis detail, agar tidak ada miskomunikasi.
  6. Persiapan Audit Defect Liability
    • Jelaskan prosedur klaim cacat dalam kontrak: waktu pemeriksaan pasca-serah terima, batas toleransi cacat, dan mekanisme perbaikan.
    • Sediakan tim teknis internal yang dapat membantu melakukan “uji mutu” bersama dengan inspektur eksternal pada periode defect liability.

Kesimpulan

Peralihan dari Kontrak Turnkey Lama (Perpres 16/2018) ke Kontrak Turnkey Baru (Perpres 46/2025) membawa sejumlah perubahan mendasar:

  1. Spesifikasi Indikator Kinerja Terukur
    • Lama: RKS umum tanpa kriteria kuantitatif.
    • Baru: RKS memuat indikator SMART (Sangat Terukur) dan persyaratan SNI/TKDN.
  2. Skema Pembayaran Berbasis Kinerja
    • Lama: Umumnya lump sum atau satuan harga.
    • Baru: Kombinasi lump sum dan Pay for Performance (pembayaran dikaitkan capaian kinerja pasca-serah terima).
  3. Jaminan Pelaksanaan & Mutu Lebih Ketat
    • Lama: Cukup jaminan pelaksanaan standar.
    • Baru: Jaminan mutu (defect liability minimal 1 tahun) + jaminan pelaksanaan standar.
  4. Pengawasan Digital Real-Time
    • Lama: Monitoring fisik manual.
    • Baru: E-Monitoring dan e-Kontrak untuk pelaporan progres dan audit digital.
  5. Aspek Keberlanjutan & Supply by Owner
    • Lama: Lingkungan belum jadi fokus.
    • Baru: Material ramah lingkungan (SNI hijau), TKDN minimal 25%, serta opsi Supply by Owner.

Dengan pemahaman perbedaan ini, instansi pemerintah dapat menyusun proyek Turnkey yang lebih akuntabel dan berkelanjutan, penyedia terdorong meningkatkan kapasitas teknis dan mutu, sementara masyarakat dapat berperan aktif memantau kinerja dan kualitas proyek. Perubahan ini disusun agar pengadaan lebih responsif terhadap kebutuhan saat ini: cepat, transparan, dan berorientasi pada hasil.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Tim LPKN

LPKN Merupakan Lembaga Pelatihan SDM dengan pengalaman lebih dari 15 Tahun. Telah mendapatkan akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Pemegang rekor MURI atas jumlah peserta seminar online (Webinar) terbanyak Tahun 2020

Artikel: 927

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *