Apa yang Dimaksud Pengadaan Berkelanjutan?

Pendahuluan

Seiring komitmen pemerintah untuk menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG), Perpres Nomor 46 Tahun 2025 memperkenalkan konsep Pengadaan Berkelanjutan (Sustainable Procurement) sebagai bagian integral dari Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP). Bagi banyak pihak-baik pejabat pengadaan, penyedia, maupun masyarakat umum-istilah ini mungkin terdengar baru. Padahal, pengadaan berkelanjutan tidak hanya soal membeli barang ramah lingkungan, melainkan mencakup rangkaian praktek mulai perencanaan hingga evaluasi yang menjunjung tinggi aspek sosial, lingkungan, dan tata kelola yang baik.

Artikel ini akan menguraikan:

  1. Definisi dan prinsip dasar pengadaan berkelanjutan;
  2. Landasan kebijakan dalam Perpres 46/2025;
  3. Aspek lingkungan: bagaimana memilih produk dan jasa ramah lingkungan;
  4. Aspek sosial: pemberdayaan UMKM, keadilan tenaga kerja, dan inklusivitas;
  5. Aspek tata kelola: transparansi, akuntabilitas, dan antikorupsi;
  6. Implementasi praktis di instansi pemerintah;
  7. Manfaat jangka panjang bagi negara dan masyarakat;
  8. Tantangan dan solusi dalam penerapannya.

1. Definisi dan Prinsip Dasar Pengadaan Berkelanjutan

1.1 Pengertian Pengadaan Berkelanjutan

Pengadaan Berkelanjutan adalah proses pembelian barang/jasa pemerintah yang mempertimbangkan tiga pilar utama:

  1. Lingkungan (Environmental): Memilih produk dan jasa yang meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti emisi karbon rendah, penggunaan energi efisien, dan bahan ramah lingkungan.
  2. Sosial (Social): Menjamin keadilan sosial, termasuk pelibatan UMKM, penerapan standar ketenagakerjaan yang baik, dan memastikan bahwa pengadaan mendukung kesejahteraan masyarakat luas.
  3. Tata Kelola (Governance): Menegakkan transparansi, akuntabilitas, dan antikorupsi dalam setiap tahap pengadaan-dari perencanaan hingga evaluasi pasca-kontrak.

Ketiga pilar ini saling terhubung-tanpa satupun yang diabaikan, pengadaan tidak dapat dikatakan berkelanjutan.

1.2 Prinsip-prinsip Utama

  1. Kehati-hatian (Precautionary Principle): Dalam hal ketidakpastian ilmiah, pilih opsi yang paling sedikit menimbulkan risiko terhadap lingkungan dan kesehatan.
  2. Partisipasi dan Keterbukaan (Participation & Transparency): Libatkan pemangku kepentingan-UMKM, masyarakat lokal, LSM-dalam penyusunan spesifikasi hingga evaluasi. Semua data pengadaan dipublikasikan di portal resmi (e-Purchasing/e-Kontrak).
  3. Nilai Tambah Sosial (Social Value): Pilih penyedia yang menerapkan kode etik, mempekerjakan tenaga kerja yang adil, dan mendukung komunitas lokal.
  4. Efisiensi Sumber Daya (Resource Efficiency): Utamakan produk hemat energi, material mudah terurai, dan jasa yang ramah lingkungan (misalnya cetak dokumen digital daripada kertas).

2. Landasan Kebijakan dalam Perpres 46/2025

2.1 Pasal Terkait Pengadaan Berkelanjutan

Perpres 46/2025 secara eksplisit memasukkan klausul Pengadaan Berkelanjutan dalam beberapa pasal krusial:

  • Pasal 20 ayat 3 huruf h: Mengharuskan setiap instansi menyusun spesifikasi kebutuhan yang memperhatikan aspek lingkungan-misalnya material atau energi ramah lingkungan.
  • Pasal 67: Menyebutkan penilaian kinerja penyedia mencakup Bobot Manfaat Perusahaan (BMP), di mana perusahaan yang menerapkan praktik ramah lingkungan akan mendapatkan nilai lebih .

Selain itu, rujukan terhadap Standar Nasional Indonesia (SNI) Lingkungan-seperti label hijau, sertifikat efisiensi energi, dan kriteria minimal TKDN-menjadi bagian wajib dalam dokumen RKS (Rancangan Kerja dan Syarat).

2.2 Keterkaitan dengan SDGs

Pengadaan Berkelanjutan sejalan dengan beberapa Sustainable Development Goals (SDGs) PBB:

  • Tujuan 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi): Memprioritaskan UMKM dan koperasi.
  • Tujuan 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab): Memilih produk ramah lingkungan dan hemat sumber daya.
  • Tujuan 13 (Penanganan Perubahan Iklim): Mengurangi emisi CO₂ dari rantai pasok pengadaan.

Dengan demikian, kebijakan ini bukan sekadar pengaturan teknis, melainkan bagian dari komitmen Indonesia pada pembangunan berkelanjutan global.

3. Aspek Lingkungan: Memilih Produk dan Jasa Ramah Lingkungan

3.1 Kriteria Produk Ramah Lingkungan

  1. Bahan Baku Terbarukan atau Daur Ulang
    • Misalnya kertas bersertifikat FSC (Forest Stewardship Council) atau plastik daur ulang untuk kebutuhan kantor.
  2. Efisiensi Energi
    • Pilih alat elektronik (AC, komputer, lampu) yang memiliki label Energy Star atau SNI Hemat Energi.
  3. Minim Emisi Karbon
    • Saat memilih kendaraan dinas, prioritaskan mobil listrik atau kendaraan bermotor dengan emisi rendah sesuai SNI.
  4. Kemasan Ramah Lingkungan
    • Utamakan kemasan yang mudah terurai di alam (biodegradable) atau kemasan minimal, mengurangi limbah plastik.

3.2 Dokumen Pendukung Lingkungan dalam RKS

  • Sertifikat Lingkungan (Green Label): Dokumen resmi yang menyatakan produk memenuhi standar lingkungan tertentu.
  • Life Cycle Assessment (LCA): Penilaian dampak lingkungan dari “ujung ke ujung” (produksi, distribusi, penggunaan, pembuangan). Contoh: LCA untuk kertas mencakup proses penebangan, produksi, hingga daur ulang.
  • Sertifikat TKDN Minimal: Sebagaimana ketentuan Produk dalam Negeri, semakin tinggi TKDN, semakin kecil jejak karbon dari impor.

Instansi wajib melampirkan dokumen tersebut dalam RKS agar proses evaluasi teknis dapat menilai aspek lingkungan secara objektif.

4. Aspek Sosial: Pemberdayaan UMKM dan Inklusivitas

4.1 Kuota Minimal 40% untuk UMKM

Sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat 3 huruf d, setiap instansi harus mengalokasikan minimal 40% anggaran PBJP untuk produk dan jasa UMKM atau koperasi dalam negeri . Prinsip ini menjamin pengadaan berkelanjutan tidak hanya berorientasi lingkungan, tetapi juga mendukung pemerataan ekonomi.

4.2 Standar Ketenagakerjaan yang Adil

  1. Upah Minimum Regional (UMR)
    • Kontrak jasa (misalnya kebersihan, keamanan, katering) harus mensyaratkan penyedia membayar tenaga kerjanya sesuai UMR setempat.
  2. Tanpa Tenaga Kerja Anak dan Pekerja Paksa
    • RKS harus mencantumkan klausul child labor free dan forced labor free, dengan verifikasi dokumen identitas pekerja.
  3. Kesetaraan Gender dan Non-Diskriminasi
    • Penyedia jasa wajib menerapkan kebijakan gender equality dan tidak membeda-bedakan pekerja berdasarkan etnis, agama, atau jenis kelamin.

4.3 Keterlibatan Komunitas Lokal

  • Publikasi Lelang Melalui Media Lokal
    • Agar UMKM lokal dapat ikut serta, instansi di daerah diharuskan mempublikasikan RUP melalui platform lokal (website kabupaten/desa, radio setempat).
  • Program Pelatihan dan Pendampingan
    • Instansi dapat bekerja sama dengan Dinas Koperasi/UKM untuk menyelenggarakan pelatihan perhitungan TKDN, pendaftaran e-Katalog, dan dokumen tender bagi UMKM baru.

Dengan memperhatikan aspek sosial, pengadaan berkelanjutan menjadi instrumen nyata pemberdayaan ekonomi dan keadilan sosial.

5. Aspek Tata Kelola: Transparansi, Akuntabilitas, dan Antikorupsi

5.1 Transparansi Melalui Sistem Elektronik

  1. E-Purchasing dan e-Kontrak
    • Setiap proses pembelian dan penandatanganan kontrak harus tercatat di e-Purchasing dan e-Kontrak LKPP, sehingga publik-jika diakses-dapat melihat harga, spesifikasi, dan penyedia yang menang tender.
  2. Laporan Progres Terbuka
    • Instansi wajib mempublikasikan progres fisik dan keuangan proyek secara berkala di portal PBJP, yang bisa diakses oleh masyarakat luas.

5.2 Akuntabilitas dalam Perencanaan dan Pengawasan

  • RUP dan POKJA Terbuka
    • RUP yang memuat rencana anggaran, jadwal rencana, dan kriteria teknis harus diunggah di website instansi.
    • Anggota Pokja Pemilihan wajib bersertifikat dan deklarasi konflik kepentingan; data ini juga dapat diakses publik.
  • Audit Digital Berkala
    • Inspektorat Jenderal/Daerah melakukan audit sampling atas data e-Monitoring dan e-Kontrak setiap triwulan untuk mendeteksi anomali harga, penyedia fiktif, atau perubahan kontrak yang tidak sesuai prosedur.

5.3 Sanksi dan Pengawasan Antikorupsi

  1. Sanksi Administratif
    • Jika instansi atau pejabat pengadaan melanggar prinsip pengadaan berkelanjutan (misalnya tidak mencapai kuota 40% UMKM tanpa justifikasi), dapat dikenakan peringatan tertulis hingga pencabutan kewenangan.
  2. Sanksi Disipliner atau Pidana
    • Pejabat yang terbukti melakukan korupsi, kolusi, atau nepotisme dalam proses pengadaan dapat diproses sesuai UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Tipikor yang berlaku.
  3. Whistleblowing System
    • Masyarakat maupun pegawai dapat melaporkan penyimpangan melalui layanan pengaduan digital instansi atau LKPP, yang akan ditindaklanjuti secara rahasia dan terukur.

6. Implementasi Praktis di Instansi Pemerintah

6.1 Penyusunan RKS yang Berkelanjutan

  1. Identifikasi Kebutuhan
    • Masukkan kriteria produk/jasa ramah lingkungan, penyedia UMKM, dan indikator kinerja (KPI) sosial-misalnya persentase tenaga kerja lokal.
  2. Analisis Harga dan TKDN
    • Gunakan data e-Katalog untuk memilih bahan baku atau produk lokal ber-TKDN tinggi.
  3. Menyusun Dokumen Pengadaan
    • RKS harus mencakup persyaratan teknis (spesifikasi lingkungan), persyaratan sosial (UPah UMR, anti child labor), serta klausul transparansi dan audit.

6.2 Pelibatan Tim Pengadaan dan UKPBJ

  • Pelatihan Pegawai
    • Staf PBJP, terutama PPK dan anggota Pokja, harus mengikuti pelatihan tentang Pengadaan Berkelanjutan, meliputi perhitungan LCA, pengecekan sertifikat hijau, dan verifikasi TKDN.
  • Pembentukan Unit Khusus Lingkungan-Sosial
    • Beberapa instansi membentuk Divisi Pengadaan Berkelanjutan yang bertugas memantau kepatuhan aspek lingkungan dan sosial selama siklus proyek.

6.3 Monitoring dan Evaluasi

  1. Penggunaan e-Monitoring
    • Setiap penyedia mengunggah laporan progres fisik, foto lapangan, dan dokumen pendukung-seperti sertifikat SNI hijau-secara digital.
  2. Indeks Kepatuhan PDN/UMKM
    • Capaian minimal 40% UMKM dievaluasi melalui Indeks Kepatuhan; instansi yang kurang dari target diberi peringatan administratif.
  3. Laporan Tahunan
    • Instansi melaporkan capaian Persentase Produk Ramah Lingkungan dan Persentase Alokasi Anggaran UMKM sebagai bagian dari laporan kinerja publik.

7. Manfaat Jangka Panjang Pengadaan Berkelanjutan

  1. Pengurangan Jejak Karbon
    • Dengan memilih produk hemat energi dan bahan baku lokal, emisi CO₂ dari rantai pasok pengadaan menurun secara signifikan.
  2. Pemberdayaan Ekonomi Lokal
    • UMKM meningkat omsetnya karena mendapat akses 40% anggaran, membuka lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di level desa/kota.
  3. Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup
    • Konsumsi bahan ramah lingkungan mengurangi limbah plastik, polusi udara, dan kerusakan ekosistem.
  4. Penguatan Tata Kelola Pemerintahan
    • Transparansi dan akuntabilitas digital mengurangi celah korupsi dan membangun kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah.

8. Tantangan dan Solusi

8.1 Tantangan

  1. Ketersediaan Produk Ramah Lingkungan
    • Tidak semua daerah memiliki penyedia produk hijau bersertifikat, sehingga instansi sulit memenuhi kriteria lingkungan.
  2. Biaya Awal Lebih Tinggi
    • Produk ramah lingkungan sering kali memiliki harga lebih tinggi di muka (meski biaya operasional jangka panjang lebih rendah).
  3. Kapasitas UMKM Terbatas
    • Banyak UMKM belum mampu memenuhi persyaratan administrasi dan sertifikasi (TKDN, PPE, SNI hijau), sehingga sulit masuk e-Catalog.
  4. Keterbatasan Infrastruktur dan SDM
    • Instansi di daerah terpencil kesulitan mengakses pelatihan, mengunggah data e-Monitoring, dan melakukan audit digital.

8.2 Solusi Praktis

  1. Fasilitasi Rantai Pasok Hijau
    • Dinas Perindustrian/Perdagangan/Koperasi dapat memfasilitasi kemitraan antara UMKM lokal dan pabrik besar untuk produk ramah lingkungan.
    • Berikan insentif finansial (subsidi, insentif pajak) kepada produsen kecil yang beralih ke material ramah lingkungan.
  2. Pengembangan Program Pelatihan Berkelanjutan
    • LKPP bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuat modul e-learning tentang LCA, perhitungan jejak karbon, dan sertifikasi hijau.
    • Program mentoring bagi UMKM agar cepat memperoleh sertifikat TKDN dan SNI hijau.
  3. Skema Tender Inovatif
    • Buat tender khusus paket hijau, di mana penyedia yang menawarkan produk ramah lingkungan mendapat preferensi nilai sampai 10%.
    • Skema Green Bonus: Skor tambahan bagi penyedia yang menyertakan inovasi pengurangan sampah atau penggunaan energi terbarukan.
  4. Peningkatan Infrastruktur Digital
    • Pemerintah pusat dapat menyediakan pusat data e-Purchasing berbasis cloud bagi daerah terpencil, memudahkan akses dan keandalan sistem.
    • Bekerja sama dengan penyedia layanan telekomunikasi untuk menambah titik internet gratis di kantor kecamatan.

Kesimpulan

Pengadaan Berkelanjutan adalah langkah strategis untuk menyelaraskan pengadaan publik dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Melalui prinsip environmental, social, dan governance (ESG), instansi pemerintah diharapkan tidak hanya mengejar harga termurah, tetapi juga:

  1. Memilih produk dan jasa yang ramah lingkungan, mengurangi jejak karbon dan limbah;
  2. Mendukung UMKM dan tenaga kerja yang adil, sehingga manfaat ekonomi terdistribusi merata;
  3. Menegakkan transparansi dan akuntabilitas, meminimalisir potensi korupsi dan menguatkan kepercayaan publik.

Implementasi pengadaan berkelanjutan memerlukan:

  • Penyesuaian RKS, memasukkan kriteria ramah lingkungan dan sosial;
  • Pelatihan SDM PBJP, memahami konsep LCA, TKDN, dan indikator kinerja sosial;
  • Pengembangan platform digital yang terintegrasi;
  • Pendampingan UMKM agar dapat memenuhi sertifikasi yang diperlukan.

Dengan demikian, pengadaan barang/jasa pemerintah tidak hanya menjadi instrumen pembelian, tetapi juga motor penggerak perubahan positif: lingkungan yang lebih lestari, masyarakat yang sejahtera, dan pemerintah yang akuntabel.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Tim LPKN

LPKN Merupakan Lembaga Pelatihan SDM dengan pengalaman lebih dari 15 Tahun. Telah mendapatkan akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Pemegang rekor MURI atas jumlah peserta seminar online (Webinar) terbanyak Tahun 2020

Artikel: 929

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *