1. Pendahuluan
Masuknya Perpres Nomor 46 Tahun 2025 ke dalam tata kelola PBJP memunculkan tantangan baru bagi proyek yang sudah berjalan sebelum aturan ini efektif. Banyak PPK dan penyedia bertanya:
- Apakah kontrak lama langsung batal?
Tentu tidak. Kontrak yang sudah sah tetap berlaku sesuai ketentuan sebelumnya. - Haruskah ada perubahan dokumen?
Mungkin, terutama jika kontrak berlanjut masuk 2025-beberapa klausul baru perlu ditambahkan lewat addendum. - Bagaimana cara menjaga kesinambungan proyek tanpa menyalahi regulasi?
PPK perlu memetakan status kontrak, menyesuaikan bagian termin yang belum direalisasi, serta memperbarui RUP/HPS untuk sisa anggaran.
Artikel ini akan memandu Anda melewati tiga tahap penting-membedakan ruang lingkup kontrak, memetakan penyesuaian RUP/HPS, dan merencanakan addendum-agar proyek berjalan mulus dan tetap patuh pada Perpres 46/2025 tanpa harus menghentikan atau menunda pencairan anggaran.
2. Ruang Lingkup Kontrak Sebelum dan Sesudah Perpres
Agar tidak terjadi kebingungan, PPK harus mengklasifikasikan setiap kontrak ke dalam tiga kategori:
A. Kontrak Konvensional (Sebelum 31 Desember 2024)
- Status: Tetap berjalan sesuai Perpres 16/2018 dan peraturan turunannya (PP 12/2021, Permen LKPP).
- Acuan hukum: Dokumen kontrak, RUP/HPS lama, dan ketentuan teknis yang berlaku saat penandatanganan.
- Tindakan PPK: Lanjutkan pengawasan dan realisasi sesuai jadwal. Tidak usah menambahkan pasal TKDN/UMKM karena paket ini tidak diatur oleh Perpres 46/2025.
B. Kontrak Baru (Mulai 1 Januari 2025)
- Status: Wajib mengikuti seluruh ketentuan Perpres 46/2025, termasuk:
- Minimal 40% TKDN,
- Kuota 40% UMKM,
- Penggunaan e-Purchasing/e-Kontrak,
- Prinsip green procurement.
- Acuan hukum: Kontrak, RUP, HPS yang sudah disusun berdasarkan Perpres 46/2025.
- Tindakan PPK: Segera daftarkan paket ke e-Procurement dan pastikan penyusunan RUP/HPS telah memenuhi kriteria baru.
C. Kontrak Multiyears Tumpang Tindih
- Status: Kontrak dimulai sebelum 2025, tetapi ada termin atau sisa pekerjaan yang jatuh tempo di tahun 2025.
- Penyesuaian:
- Termin 2024 → Tetap mengacu pada ketentuan lama.
- Termin 2025 ke depan → Harus patuh pada Perpres 46/2025 melalui addendum.
- Tindakan PPK:
- Identifikasi nilai termin yang belum dicairkan,
- Negosiasi dan tetapkan addendum untuk menambahkan klausul TKDN dan UMKM,
- Pastikan termin baru diinput di sistem sesuai aturan baru.
3. Penyesuaian RUP dan HPS untuk Kontrak Berjalan
Untuk menjamin kelangsungan dan kepatuhan proyek yang berlanjut ke tahun 2025, PPK wajib melakukan revisi dokumen perencanaan:
A. Revisi RUP 2025
- Inventarisasi Paket
- Masukkan semua paket yang sudah berjalan sejak 2024 dan yang baru dianggarkan 2025.
- Tandai paket lama yang memerlukan addendum.
- Update Metadata
- Sertakan kolom “Kontrak Lama” vs “Kontrak Baru” untuk memudahkan pelacakan.
- Cantumkan status termin (sisa nilai, tanggal jatuh tempo).
- Unggah ke SIRUP
- Sebelum 1 Maret 2025, upload RUP revisi ke Sistem Informasi RUP (SIRUP).
- Verifikasi bahwa RUP tampil di portal publik dan dashboard instansi.
B. Revisi HPS untuk Sisa Termin
- Hitung Nilai Sisa Termin
- Ambil selisih antara total nilai kontrak dengan termin yang sudah dicairkan di 2024.
- Penambahan Komponen TKDN
- Jika ada pekerjaan baru dalam addendum (contoh: penambahan volume), tetapkan TKDN minimal 40% untuk bagian ini.
- Tambahkan estimasi biaya untuk komponen lokal sesuai harga pasar.
- Sisihkan Kuota UMKM
- Dari nilai sisa anggaran 2025, alokasikan 40% untuk paket-paket yang bisa di-handle UMKM.
- Rencanakan penunjukan langsung atau tender terbatas bagi UMKM untuk sub-paket.
- Terbitkan SK Revisi
- Buat SK Pengesahan RUP & HPS Revisi oleh PA/KPA.
- Lampirkan SK sebagai bukti administrasi sebelum input ulang.
C. Langkah Praktis
- Deadline: Pastikan seluruh proses revisi dan unggahan selesai paling lambat 1 Maret 2025.
- Koordinasi:
- Libatkan tim perencanaan, keuangan, dan UKPBJ untuk memastikan data konsisten.
- Dokumentasi:
- Simpan salinan SK, dokumen RUP lama vs baru, dan bukti unggah ke SIRUP dalam arsip digital.
Dengan penyesuaian RUP dan HPS yang matang, PPK dapat memastikan proyek lama tetap berjalan tanpa pelambatan dan memenuhi semua persyaratan baru Perpres 46/2025.
4. Mekanisme Addendum Kontrak
Kontrak multiyears yang sudah berjalan sebelum 2025 perlu disesuaikan agar mematuhi ketentuan Perpres 46/2025 tanpa membatalkan komitmen awal. Proses ini dilakukan melalui addendum kontrak, yaitu perjanjian tambahan pada kontrak lama. Berikut langkah rinci yang harus diikuti PPK:
4.1 Evaluasi Klausul Kontrak Asli
- Review Dokumen Kontrak Awal
- Telusuri pasal-pasal tentang perubahan harga, perpanjangan waktu, atau penyesuaian volume.
- Pastikan klausul “force majeure” dan “change order” diperiksa untuk mengetahui ruang lingkup modifikasi.
- Identifikasi Termin dan Nilai Sisa
- Hitung berapa termin yang belum dicairkan dan berapa nilai satunya.
- Pisahkan termin yang jatuh tempo di 2025 agar addendum hanya memengaruhi bagian ini.
4.2 Negosiasi dan Penyusunan Addendum
- Draft Pasal Tambahan
- Masukkan klausul baru mencakup:
- TKDN minimal 40% untuk pekerjaan atau pengadaan baru,
- Kuota 40% anggaran termin 2025 untuk UMKM/koperasi,
- Kewajiban e-Contract dan penggunaan TTE.
- Masukkan klausul baru mencakup:
- Sosialisasi dengan Penyedia
- Undang penyedia dalam rapat tertulis untuk membahas perubahan, jelaskan alasan regulasi baru.
- Catat persetujuan kedua belah pihak dalam notulen rapat.
- Perumusan Addendum Resmi
- Buat dokumen dengan struktur: latar belakang, klausul lama, klausul baru, dan tanda tangan para pihak.
- Sertakan lampiran SK PA/KPA dan salinan Perpres 46/2025 sebagai dasar hukum.
4.3 Proses Persetujuan dan Tanda Tangan Elektronik
- Verifikasi Legal Internal
- Mintalah tim hukum instansi menelaah addendum agar sesuai Standar Operasional.
- Tanda Tangan Elektronik (TTE)
- Minta PPK dan perwakilan penyedia menandatangani melalui TTE tersertifikasi.
- Pastikan sertifikat TTE masih berlaku dan terintegrasi dengan sistem e-Kontrak.
- Distribusi dan Arsip
- Unggah addendum ke modul e-Kontrak dan kirim salinan PDF resmi ke semua pihak.
- Simpan dokumen di arsip digital instansi dan backup offline.
Catatan Penting: Addendum tidak boleh menambah nilai total kontrak tanpa persetujuan anggaran baru. Jika penambahan nilai diperlukan, proses APBD/APBN atau SKPA harus memperhitungkan revisi pagu.
5. Status e-Procurement dan e-Monitoring
Setelah addendum ditandatangani, semua paket lanjut pada tahun 2025 harus tercatat dan dipantau melalui sistem elektronik nasional:
5.1 e-Procurement untuk Paket Lanjut
- Kapan Wajib: Paket sisa yang nilainya > Rp100 juta dan barang/jasa tersedia di e-Katalog.
- Langkah Pelaksanaan:
- Daftarkan Paket Lanjut
- Buat RUP revisi dan tetapkan metode (e-Purchasing atau tender elektronik).
- Pilih Metode
- e-Purchasing untuk produk e-Katalog,
- e-Tender untuk paket custom atau tidak tersedia di e-Katalog.
- Unggah Dokumen Addendum
- Masukkan addendum kontrak sebagai lampiran dalam paket e-Procurement.
- Proses Evaluasi
- Pastikan evaluasi memprioritaskan TKDN dan kuota UMKM sesuai addendum.
- Daftarkan Paket Lanjut
5.2 e-Monitoring Realisasi TKDN & UMKM
- Modul yang Digunakan: Dashboard e-Monitoring LKPP atau aplikasi pengawasan daerah.
- Data yang Harus Diinput:
- Nilai termin dan persentase TKDN dari sisa pekerjaan,
- Daftar penyedia UMKM dan nilai kontrak masing-masing,
- Progress fisik dan keuangan sesuai termin baru.
- Frekuensi Input:
- Triwulanan minimal, disarankan bulanan untuk akurasi.
- Output Laporan:
- Indeks Kepatuhan PDN kuartal I-IV 2025,
- Grafik realisasi 40% UMKM,
- Notifikasi instansi jika capaian di bawah target.
5.3 Praktik Baik: Konsistensi dan Transparansi
- Input Data Triwulanan
- Pastikan laporan periode Q1, Q2, Q3, dan Q4 terunggah tepat waktu.
- Verifikasi Internal
- Lakukan cross-check antara laporan e-Monitoring dan dokumen kontrak fisik (BAST).
- Publikasi Ringkasan Kinerja
- Bagikan ringkasan capaian TKDN dan UMKM kepada stakeholder (kecamatan, DPRD, masyarakat) untuk menjaga transparansi.
Dengan menjalankan addendum secara tepat serta memanfaatkan e-Procurement dan e-Monitoring, PPK dapat memastikan proyek lama menyatu mulus dengan kebijakan baru, tanpa mengorbankan kelancaran, legalitas, dan capaian nasional
6. Evaluasi Kinerja Berdasarkan Indeks PDN
Setelah addendum dan mekanisme elektronik dijalankan, kontrak lama yang berlanjut kini juga dihitung dalam kerangka Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri (PDN) dan capaian kuota UMKM. Ini penting agar instansi benar-benar bertanggung jawab atas keberpihakan anggaran kepada industri lokal.
6.1 Perhitungan Proporsional untuk Kontrak Lama
- Nilai Dasar: Ambil nilai sisa termin atau nilai kontrak yang jatuh tempo 2025.
- Proporsi TKDN:
Realisasi TKDN Lama=Nilai sisa TKDN-compliantNilai sisa termin×100% \text{Realisasi TKDN Lama} = \frac{\text{Nilai sisa TKDN-compliant}}{\text{Nilai sisa termin}} \times 100\%Realisasi TKDN Lama=Nilai sisa terminNilai sisa TKDN-compliant×100%
- Proporsi UMKM:
Realisasi UMKM Lama=Nilai kontrak yang jatuh ke UMKMNilai sisa termin×100% \text{Realisasi UMKM Lama} = \frac{\text{Nilai kontrak yang jatuh ke UMKM}}{\text{Nilai sisa termin}} \times 100\%Realisasi UMKM Lama=Nilai sisa terminNilai kontrak yang jatuh ke UMKM×100%
Contoh:Kontrak semula Rp 1 miliar, termin 2025 senilai Rp 400 juta. Jika addendum menambahkan TKDN-compliant senilai Rp 200 juta dan paket UMKM senilai Rp 120 juta, maka:
- TKDN lama = (200/400)×100% = 50%
- UMKM lama = (120/400)×100% = 30%
6.2 Pelaporan Triwulanan
- Triwulan I (Januari-Maret 2025):
- PPK wajib melaporkan data awal capaian PDN dan UMKM-termasuk proporsi kontrak lama.
- Triwulan II-IV:
- Update realisasi kumulatif, bandingkan dengan target 40% UMKM & 40% TKDN.
6.3 Verifikasi dan Validasi
- Dokumen Pendukung: sertifikat TKDN addendum, daftar kontrak UMKM, BAST termin.
- Cross-check Internal: tim audit UKPBJ lokal memastikan data e-Monitoring sesuai dokumen fisik.
- Audit Eksternal: Inspektorat Daerah dan BPK dapat meminta laporan lengkap jika ada temuan.
7. Sanksi dan Insentif untuk Kontrak Berjalan
Agar instansi terdorong mematuhi aturan baru, Perpres 46/2025 juga mengatur sanksi bagi yang tidak menyesuaikan, serta insentif bagi yang melampaui target:
7.1 Sanksi
- Peringatan Tertulis oleh Kementerian/Lembaga Pembina jika:
- Addendum tidak ditandatangani untuk termin 2025;
- Realisasi TKDN < 40% atau UMKM < 40% pada laporan triwulan I.
- Penundaan Pencairan DAK Non-Fisik
- Jika capaian masih di bawah ambang batas setelah peringatan.
- Dampak Lanjutan
- Visiuk evaluasi kinerja instansi di portal monitoring nasional terpengaruh, menurunkan reputasi dan peluang insentif berikutnya.
7.2 Insentif
- Dana Insentif Daerah (DID)
- Instansi yang ≥ 60% TKDN atau ≥ 50% UMKM di sisa kontrak dapat prioritas alokasi DID tahun berikutnya.
- LKPP Awards
- Kategori khusus “Pengadaan Berkelanjutan” dianugerahi kepada instansi dengan kinerja PDN & UMKM terbaik, termasuk kontrak yang berlanjut.
- Kemudahan Prosedur
- Instansi berprestasi dapat mendapatkan prioritas bimbingan teknis, alokasi kuota ekspansi e-Katalog, dan pembebasan administrasi sertifikasi tambahan.
8. Kesimpulan
Pemberlakuan Perpres Nomor 46 Tahun 2025 menandai fase baru dalam tata kelola pengadaan barang/jasa pemerintah, terutama dalam aspek keberpihakan terhadap produk dalam negeri dan pelaku UMKM. Namun, seperti halnya setiap transisi regulasi, tantangan utama muncul pada proyek-proyek yang sudah berjalan. Di sinilah peran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menjadi sangat vital, bukan hanya sebagai eksekutor teknis, tetapi juga sebagai penjaga transisi menuju sistem pengadaan yang lebih adil, efisien, dan berdampak nasional.
Poin penting yang harus dipahami adalah bahwa kontrak lama tidak otomatis dibatalkan. Tidak ada pemutusan atau pembatalan massal hanya karena pergantian peraturan. Namun, setiap kontrak yang berlanjut ke tahun anggaran 2025 wajib menyesuaikan sebagian atau seluruh komponen yang masih tersisa, terutama yang menyangkut belanja lanjutan, termin multiyears, dan pelaporan hasil. Di sinilah kebutuhan akan revisi RUP, penyusunan HPS baru, dan yang terpenting, addendum kontrak menjadi tak terelakkan.
Addendum bukan sekadar formalitas, melainkan alat pengikat hukum yang memastikan:
- Pengadaan tetap selaras dengan Perpres terbaru,
- Kinerja PBJ tetap berjalan sesuai jadwal,
- Capaian TKDN minimal 40% dan kuota UMKM minimal 40% tetap dihitung dalam Indeks PDN nasional,
- Proyek tidak terganggu oleh kendala administratif maupun audit anggaran.
Lebih dari itu, Perpres 46/2025 juga menciptakan insentif nyata bagi instansi yang mampu menyesuaikan diri secara cepat dan akurat. Dana Insentif Daerah, penghargaan nasional, hingga prioritas pengembangan kapasitas kelembagaan adalah bentuk apresiasi atas kerja keras instansi dalam mengakselerasi arah kebijakan afirmatif pengadaan. Sebaliknya, instansi yang lalai, pasif, atau menunda-nunda penyesuaian kontrak berisiko dikenai peringatan tertulis, bahkan penundaan pencairan dana transfer.
Dari sisi pelaporan dan pengawasan, Perpres 46/2025 juga memperkuat penggunaan sistem digital, termasuk e-Procurement dan e-Monitoring. Maka, setiap PPK harus mampu mendokumentasikan addendum, menginput data realisasi TKDN dan UMKM secara berkala, serta menyesuaikan termin pembayaran melalui sistem yang terhubung ke dashboard nasional. Tidak cukup hanya memahami aturan-PPK kini dituntut menjadi navigator digital pengadaan.
Pada akhirnya, keberhasilan penyesuaian kontrak berjalan terhadap Perpres 46/2025 tidak semata soal kelengkapan dokumen, tetapi menyangkut:
- Kecepatan instansi beradaptasi,
- Ketegasan pimpinan PA/KPA dalam mendukung revisi,
- Ketelitian PPK dalam menjaga kesesuaian administratif dan substansi,
- Serta kemampuan semua pihak untuk menjaga kesinambungan proyek tanpa melanggar hukum.
PPK yang proaktif, terstruktur, dan berpandangan jangka panjang adalah kunci keberhasilan transisi.Bukan hanya untuk menyelamatkan proyek, tetapi juga untuk menyelaraskan belanja pemerintah dengan visi besar kemandirian ekonomi nasional.
Dengan demikian, jangan anggap enteng kontrak yang sudah berjalan. Justru di situlah pembuktian dimulai-bahwa pengadaan tidak hanya bisa direncanakan dengan baik, tetapi juga dituntaskan dengan cerdas di tengah perubahan kebijakan.