1. Pendahuluan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 membawa sejumlah terobosan dalam tata kelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP), mulai dari penguatan peran UMKM, pengaturan ulang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), hingga penyederhanaan prosedur kontrak. Namun, ada satu aspek penting lain yang sering terlewat dari sorotan, yakni pengelolaan dana hibah dan pinjaman.
Dana hibah dan pinjaman merupakan sumber pembiayaan alternatif di luar APBN murni atau APBD yang sangat vital untuk pelaksanaan proyek-proyek berskala besar, program lintas sektor, maupun kegiatan berbasis kemitraan dengan lembaga internasional. Banyak pembangunan infrastruktur, program peningkatan kapasitas, bantuan sosial, hingga proyek adaptasi perubahan iklim yang bergantung pada aliran dana ini. Namun demikian, realisasinya tidak selalu mudah.
Tanpa mekanisme yang jelas dan regulasi yang kuat, penyaluran hibah dan pinjaman kerap terhambat oleh birokrasi, keterlambatan pelaporan, dan konflik tata kelola. Bahkan, tak jarang dana yang telah disetujui akhirnya tidak terserap secara maksimal karena tidak sinkron dengan sistem PBJP nasional atau karena PPK tidak memahami syarat-syarat kovenan yang melekat.
Perpres 46/2025 hadir untuk mengintegrasikan pengelolaan dana eksternal ini ke dalam sistem pengadaan nasional, dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pemberdayaan pelaku dalam negeri. Artikel ini disusun untuk memberikan pemahaman menyeluruh dan praktis terkait bagaimana dana hibah dan pinjaman kini dikelola secara terstruktur dan terintegrasi di bawah kerangka regulasi terbaru.
Secara khusus, artikel ini akan mengulas:
- Apa yang dimaksud dengan dana hibah dan pinjaman dalam konteks PBJP, serta siapa saja pihak-pihak yang terlibat.
- Prinsip dasar yang ditetapkan oleh Perpres 46/2025 dalam pengelolaan dana ini, termasuk integrasi dengan TKDN dan kuota UMKM.
- Langkah-langkah penyaluran, penggunaan, dan pelaporan agar selaras dengan peraturan nasional maupun kovenan donor.
- Peran penting Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan (PA), dan tim pelaksana dalam menjalankan proses secara akuntabel.
- Sistem pengawasan dan evaluasi yang menjaga dana hibah/pinjaman dari potensi penyimpangan atau kesalahan penggunaan.
- Dan terakhir, rekomendasi langkah konkret bagi instansi pemerintah yang mengelola program hibah dan pinjaman di era Perpres baru.
Dengan memahami pengaturan baru ini, instansi pemerintah tidak hanya akan lebih siap menyerap dana eksternal, tetapi juga lebih percaya diri dalam mempertanggungjawabkan penggunaannya kepada publik dan pemberi dana.
2. Ruang Lingkup Dana Hibah dan Pinjaman
2.1 Definisi dan Karakteristik
Dalam dunia pengadaan, penting untuk membedakan dengan jelas antara dana hibah dan dana pinjaman, karena masing-masing memiliki karakter, tujuan, dan tanggung jawab yang berbeda:
โ Dana Hibah
- Merupakan dana yang diberikan kepada pemerintah (pusat/daerah) tanpa kewajiban pengembalian.
- Umumnya berasal dari lembaga donor seperti UNDP, USAID, GIZ, KOICA, maupun dari pemerintah negara lain.
- Tujuan hibah bersifat sosial atau strategis, seperti peningkatan kapasitas, riset kebijakan, penguatan desa, pengentasan kemiskinan, atau pendidikan.
- Meski tanpa kewajiban finansial, penggunaan dana hibah biasanya diikat oleh kovenan, misalnya laporan hasil, pencapaian output, atau larangan penggunaan untuk belanja tertentu.
โ Dana Pinjaman
- Merupakan dana yang diberikan kepada pemerintah dengan kewajiban untuk dikembalikan, biasanya dengan bunga tertentu.
- Sumbernya bisa dari:
- Bank Dunia (World Bank),
- Asian Development Bank (ADB),
- Islamic Development Bank (IsDB),
- Atau lembaga keuangan internasional lainnya, termasuk pinjaman komersial.
- Umumnya dipakai untuk proyek-proyek besar dan berdampak luas seperti pembangunan jalan, energi, air bersih, pelabuhan, pendidikan, dan ketahanan pangan.
- Disertai dengan syarat teknis, jadwal pelaporan, dan audit independen yang lebih ketat dibanding proyek yang dibiayai dari APBN/APBD murni.
Catatan penting: Walau sumber dan karakternya berbeda, keduanya memiliki kesamaan: wajib dikelola dengan prinsip PBJP sebagaimana diatur dalam Perpres 46/2025, agar tetap menjunjung prinsip efisiensi, transparansi, dan keadilan.
2.2 Sumber Dana dan Kombinasinya
Perpres 46/2025 mengakui bahwa dana hibah dan pinjaman bisa berasal dari berbagai entitas, dan sering kali digunakan dalam bentuk co-funding atau pendanaan campuran. Berikut klasifikasinya:
๐น APBN/APBD
- Meski bukan hibah atau pinjaman, dana dari APBN/APBD sering dijadikan rekanan lokal untuk mengimbangi pembiayaan dari donor/pinjaman.
- Contoh: 20% dana APBD mendampingi 80% pinjaman luar negeri untuk pembangunan RSUD.
๐น Donor Bilateral/Multilateral
- Dana hibah dari negara sahabat atau lembaga internasional, baik langsung ke kementerian/lembaga, atau lewat unit pelaksana proyek.
- Misalnya: Hibah KOICA untuk pelatihan aparatur desa digital, atau dana dari UNICEF untuk gizi anak.
๐น Lembaga Keuangan Internasional/Swasta
- Pinjaman dari lembaga keuangan luar negeri, baik melalui skema lunak (concessional loan) maupun komersial.
- Umumnya berbunga rendah dan memiliki tenor panjang, tapi mengharuskan pengadaan dilakukan sesuai standar internasional dan nasional secara bersamaan.
๐งฉ Tantangan Umum dalam Pengelolaan Dana Hibah/Pinjaman
- Dualisme regulasi antara prosedur donor dan PBJP nasional.
- Keterlambatan pencairan karena miskomunikasi atau misklasifikasi sumber dana.
- PPK yang tidak familiar dengan kovenan donor, menyebabkan pelanggaran teknis.
- Pengawasan yang lemah terhadap penggunaan dana lintas sektor.
Perpres 46/2025 hadir untuk menyatukan kerangka kerja, sehingga pengadaan yang bersumber dari hibah atau pinjaman tetap dapat dilaksanakan dengan prinsip satu sistem, satu pengawasan, satu akuntabilitas.
3. Prinsip Umum Pengelolaan Sesuai Perpres 46/2025
Perpres 46 Tahun 2025 menempatkan dana hibah dan pinjaman dalam kerangka integratif PBJP nasional, bukan sebagai kegiatan paralel atau terpisah. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap dana yang masuk dan keluar-baik dari anggaran dalam negeri maupun sumber luar-dapat diawasi, dipertanggungjawabkan, dan dioptimalkan secara adil dan efisien. Ada empat prinsip utama yang menjadi dasar pengelolaan dana hibah dan pinjaman:
โ 1. Akuntabilitas dan Transparansi
Setiap rupiah yang berasal dari hibah atau pinjaman harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada:
- Publik, sebagai bentuk keterbukaan penggunaan keuangan negara,
- Lembaga pemberi dana, yang memerlukan pelaporan keuangan dan teknis secara berkala.
Pelaporan tidak hanya sebatas laporan akhir proyek, tetapi juga meliputi:
- Laporan kemajuan fisik (progres output),
- Serapan anggaran,
- Evaluasi dampak program.
Seluruh aktivitas juga harus memiliki jejak digital (audit trail) melalui SPSE, e-Monitoring, dan dokumen kontrak elektronik.
โ 2. Keterpaduan dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP)
Salah satu perubahan penting dalam Perpres 46/2025 adalah bahwa semua kegiatan pengadaan-termasuk yang dibiayai hibah atau pinjaman-harus dimasukkan ke dalam RUP resmi. Hal ini dimaksudkan agar:
- Masyarakat dan stakeholder dapat melihat secara terbuka proyek apa saja yang akan dilakukan.
- Sistem pengadaan tidak terbagi antara proyek reguler dan proyek eksternal.
- LKPP dan auditor dapat mengontrol realisasi pengadaan lintas sumber dana.
Setiap paket dari dana hibah/pinjaman harus diberi kode sumber dana eksternal saat penginputan ke SIRUP, untuk mempermudah pelacakan dan pelaporan.
โ 3. Integrasi Prinsip TKDN dan Kuota UMKM
Meskipun didanai dari luar negeri, setiap kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah tetap harus tunduk pada kebijakan afirmatif nasional, yaitu:
- Minimal 40% TKDN untuk barang/jasa dalam negeri,
- Minimal 40% dari total nilai PBJP untuk UMKM/koperasi lokal.
Ini berarti:
- Pengadaan alat atau jasa dari luar negeri hanya boleh dilakukan jika produk lokal tidak tersedia atau tidak memenuhi standar, dengan bukti telaah pasar.
- Paket-paket kecil yang dapat dikerjakan oleh UMKM harus dipecah atau dikhususkan, agar pelaku usaha lokal tetap mendapat porsi belanja.
โ 4. Aspek Keberlanjutan (Sustainability)
Semua proyek dana hibah/pinjaman wajib mempertimbangkan aspek:
- Lingkungan hidup, seperti penggunaan bahan ramah lingkungan, efisiensi energi, dan minim limbah,
- Inklusi sosial, seperti melibatkan pekerja lokal, memperhatikan gender, dan dampak sosial,
- Keberlanjutan jangka panjang, artinya proyek tidak boleh berhenti hanya karena dana hibah berakhir.
Perpres 46/2025 mendorong agar pelaksanaan proyek eksternal tidak semata menyerap anggaran, tetapi meninggalkan warisan institusi, sistem, atau aset yang dapat dimanfaatkan terus-menerus oleh masyarakat dan pemerintah.
4. Mekanisme Penyaluran dan Penggunaan Dana Hibah/Pinjaman
Setelah prinsip dasar ditetapkan, pertanyaan berikutnya adalah: Bagaimana langkah konkret pengelolaan dana hibah dan pinjaman? Perpres 46/2025 menyediakan kerangka teknis dan operasional agar instansi pelaksana dapat menjalankan program hibah/pinjaman dengan tertib.
4.1 Penetapan Paket dalam RUP
๐ Input ke SIRUP
- Semua paket kegiatan yang dibiayai dari hibah dan/atau pinjaman wajib diinput ke dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP).
- Penandaan dilakukan dengan menambahkan keterangan “sumber dana eksternal” untuk memisahkannya dari APBN/APBD murni.
๐ Penentuan Metode Pengadaan
- Penetapan metode tetap mengikuti nilai pagu dan kompleksitas pekerjaan:
- Di bawah Rp200 juta: penunjukan langsung,
- Di bawah Rp400 juta konstruksi: pengadaan langsung,
- Di atas ambang batas: tender atau e-purchasing.
- Metode donor (misalnya shopping method atau limited bidding) dapat digunakan jika disepakati dalam kovenan proyek, namun harus dikoordinasikan dengan LKPP.
4.2 Perincian Anggaran dan HPS
๐ฐ Anggaran Disusun Terpisah
- Komponen kegiatan hibah dan pinjaman dipisahkan dari anggaran reguler, namun tetap dimasukkan ke dalam dokumen HPS yang sah.
- Hal ini untuk memudahkan pemantauan akuntabilitas ke donor dan pemerintah pusat/daerah.
๐ Referensi Harga Internasional
- Dalam proyek berbasis teknologi atau kerja sama internasional, PPK dapat menggunakan:
- Harga pasar internasional (dalam USD/EUR),
- Katalog internasional,
- Harga pembanding dari proyek serupa di negara lain,
- Asalkan dilampirkan sebagai bukti kelayakan harga.
4.3 Pelaksanaan Kontrak
๐งพ PPK/PA Wajib Paham Kovenan Donor
- PPK yang ditugaskan pada proyek dana hibah/pinjaman harus mempelajari dan memahami seluruh kovenan, pembatasan, serta indikator yang disepakati bersama donor atau pemberi pinjaman.
- Hal ini termasuk syarat:
- Laporan berkala,
- Format pelaporan ke donor (berbeda dari laporan BPK),
- Larangan pembelanjaan tertentu (misal: tidak boleh untuk ATK, kendaraan, honor, dll).
๐ Klausul Khusus dalam Kontrak
- Kontrak kerja yang melibatkan dana hibah/pinjaman harus menyertakan pasal khusus, antara lain:
- Kewajiban laporan ke donor,
- Penempatan logo donor (branding),
- Mekanisme audit donor,
- Batas akhir pelaporan/serapan.
Kontrak tanpa menyertakan klausul donor berpotensi menyebabkan pelanggaran perjanjian dan dapat mengakibatkan sanksi administratif atau finansial.
5. Peran PPK, PA, dan Pelaporan
โ Penunjukan Formal yang Tepat dan Sesuai Kompetensi
Dalam proyek-proyek yang dibiayai dana hibah atau pinjaman, Perpres 46 Tahun 2025 menekankan pentingnya penunjukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pengadaan (PA) yang spesifik, bersertifikat, dan memahami kompleksitas pembiayaan eksternal.
- PA wajib menetapkan PPK yang tidak hanya bersertifikat pengadaan sesuai tipologi (barang, jasa, konstruksi, atau konsultansi), tetapi juga memiliki pemahaman dasar tentang kovenan donor, batas penggunaan anggaran, serta prosedur pelaporan internasional.
- PPK yang ditunjuk untuk proyek dana hibah/pinjaman tidak bisa asal tunjuk. Kemampuan membaca dokumen proyek (Project Appraisal Document, Grant Agreement), menyusun kontrak sesuai format donor, serta menjawab permintaan audit internasional, adalah kemampuan teknis yang harus dimiliki.
Di banyak kasus, keterlambatan proyek hibah justru terjadi karena PPK tidak memahami kovenan atau menyusun dokumen kontrak yang tidak kompatibel dengan ketentuan donor.
โ Pelaporan Berkala ke Multilevel Penerima Laporan
Salah satu tanggung jawab utama PPK dalam pengelolaan hibah/pinjaman adalah menyusun pelaporan berkala secara triwulanan, baik laporan teknis (progres pekerjaan) maupun laporan keuangan (serapan anggaran).
Pelaporan ini wajib disampaikan kepada:
- Donor atau pemberi pinjaman – sesuai format dan sistem pelaporan masing-masing.
- Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) – untuk memastikan proyek tetap berjalan dalam koridor PBJP nasional.
- Kementerian Keuangan/Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) – sebagai otoritas keuangan yang memantau realisasi pinjaman luar negeri dan hibah.
Format pelaporan donor seringkali berbeda dengan format pemerintah, sehingga PPK perlu menyiapkan dua versi laporan atau membuat satu laporan komprehensif yang memenuhi keduanya.
โ Penggunaan Sistem e-Monitoring untuk Transparansi dan Evaluasi Nasional
Perpres 46/2025 juga mengatur agar seluruh kegiatan pengadaan, termasuk yang menggunakan sumber dana eksternal, dicatat dalam sistem e-Monitoring nasional. Tujuannya antara lain:
- Menjamin transparansi realisasi proyek, baik dari sisi TKDN maupun pelibatan UMKM.
- Memasukkan capaian hibah/pinjaman ke dalam perhitungan Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri (PDN) dan kuota 40% belanja kepada UMKM.
- Memberikan early warning jika serapan terlalu rendah atau tidak sesuai dengan output yang ditargetkan.
Penginputan rutin ke e-Monitoring setiap triwulan menjadi indikator kepatuhan instansi terhadap prinsip PBJP yang transparan dan berbasis data.
6. Pengawasan, Evaluasi, dan Pertanggungjawaban
Pengelolaan dana hibah dan pinjaman tidak hanya tentang menyerap dana dan menyelesaikan kegiatan, tetapi juga menyangkut pengawasan yang ketat, evaluasi yang berlapis, dan pertanggungjawaban yang profesional. Perpres 46/2025 menegaskan bahwa mekanisme kontrol proyek berbasis dana eksternal harus memenuhi standar nasional dan internasional secara bersamaan.
๐งพ Audit oleh Donor dan Pemeriksa Nasional
Setiap proyek hibah dan pinjaman umumnya tunduk pada dua jenis audit utama:
- Audit Donor atau Auditor Independen Internasional
- Dilakukan oleh pihak ketiga atas penunjukan donor.
- Fokus pada kepatuhan terhadap kovenan, efisiensi penggunaan dana, dan capaian hasil proyek.
- Audit Nasional oleh BPK atau BPKP
- Dilakukan sebagai bagian dari pengawasan atas semua aktivitas keuangan pemerintah.
- Memeriksa konsistensi dengan aturan PBJP nasional, integrasi ke RUP, pemenuhan TKDN, dan pelibatan UMKM.
PPK wajib menyiapkan dokumen audit trail sejak awal proyek (RUP, HPS, kontrak, laporan progres, dokumen pembayaran, dll.), agar proses audit tidak mengganggu jalannya proyek.
๐ Evaluasi Kinerja Paket secara Komprehensif
Setiap paket proyek hibah/pinjaman akan dievaluasi berdasarkan:
- Capaian fisik dan output (apakah pembangunan selesai sesuai rencana),
- Realisasi anggaran, termasuk efisiensi dan efektivitas belanja,
- Pemenuhan TKDN dan kuota UMKM, sebagai bagian dari kebijakan afirmatif pemerintah,
- Kesesuaian dengan prinsip sustainability, terutama pada proyek lingkungan dan sosial.
Evaluasi ini penting untuk:
- Bahan pelaporan ke donor,
- Bahan evaluasi kinerja instansi (dampak terhadap MCP, IKPA, dan indeks PBJP nasional),
- Menentukan kelayakan menerima hibah/pinjaman lanjutan.
โ ๏ธ Sanksi dan Revisi Kontrak jika Melanggar Kovenan
Jika instansi gagal memenuhi ketentuan pelaporan, tidak mematuhi kovenan donor, atau menggunakan dana tidak sesuai rencana, maka konsekuensinya bisa cukup berat, antara lain:
- Peringatan tertulis dari donor atau kementerian teknis.
- Penghentian sementara pencairan dana hibah atau termin pinjaman.
- Kewajiban melakukan revisi kontrak atau addendum, bahkan di tengah pelaksanaan, agar kembali selaras dengan persyaratan donor.
- Dalam kasus tertentu, donor bisa meminta pengembalian dana, terutama jika ditemukan penggunaan yang tidak sah atau tidak tercapai output yang dijanjikan.
Oleh karena itu, penguasaan penuh terhadap isi proyek, dokumen kontrak, serta rencana pelaporan sangat krusial bagi PPK dan tim pelaksana.
7. Kesimpulan dan Rekomendasi
Perpres Nomor 46 Tahun 2025 telah membawa arah baru dalam pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP), termasuk di dalamnya pengaturan yang lebih sistematis dan terintegrasi terhadap dana hibah dan pinjaman dari sumber eksternal. Kebijakan ini menegaskan bahwa dana hibah dan pinjaman tidak lagi dianggap sebagai entitas di luar sistem, melainkan sebagai bagian tak terpisahkan dari ekosistem PBJP nasional yang menjunjung tinggi prinsip transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan keberlanjutan.
Dengan masuknya dana hibah dan pinjaman ke dalam kerangka Perpres 46/2025, maka seluruh tahapan pengelolaannya-mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, hingga pelaporan-harus dilakukan secara terpadu dengan sistem nasional, seperti SIRUP, SPSE, dan e-Monitoring. Ini penting tidak hanya untuk menjamin kesesuaian regulasi, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik dan kredibilitas pemerintah di hadapan lembaga donor dan masyarakat internasional.
Namun, agar integrasi ini benar-benar memberikan manfaat maksimal, dibutuhkan langkah-langkah konkret dari instansi pelaksana. Berikut adalah beberapa rekomendasi strategis untuk mengoptimalkan pengelolaan dana hibah dan pinjaman berdasarkan amanat Perpres 46/2025:
โ 1. Segera Masukkan Paket Eksternal ke dalam RUP
- Jangan menunggu hingga pelaksanaan; setiap rencana kegiatan yang dibiayai dari hibah atau pinjaman harus diinput ke dalam SIRUP sejak awal tahun anggaran, dengan mencantumkan kode sumber dana eksternal.
- Ini adalah langkah awal untuk menjamin keterbukaan dan pemantauan lintas lembaga.
โ 2. Susun HPS dan RKS yang Selaras dengan Ketentuan Nasional dan Donor
- Rincian Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan Rencana Kerja dan Syarat (RKS) harus disusun berdasarkan acuan lokal dan syarat donor, misalnya referensi harga global, klausul pelaporan, dan batasan pembelanjaan.
- Pastikan pemenuhan minimal 40% TKDN dan alokasi 40% untuk UMKM, kecuali ada alasan teknis terdokumentasi.
โ 3. Tunjuk PPK yang Bersertifikat dan Memahami Kovenan
- PA harus menugaskan PPK yang telah memiliki sertifikasi PBJP sesuai tipologi proyek, serta memahami substansi kovenan donor atau perjanjian pinjaman.
- Jika perlu, fasilitasi pelatihan khusus pengelolaan proyek donor agar PPK tidak hanya patuh pada prosedur nasional, tetapi juga mahir berkomunikasi dengan auditor dan institusi internasional.
โ 4. Lakukan Pelaporan Triwulanan ke Donor dan Sistem Nasional
- Jangan menunda pelaporan. Setiap triwulan, pastikan laporan teknis dan keuangan disampaikan ke donor, Kemenkeu, dan diinput ke e-Monitoring LKPP.
- Gunakan satu sistem pelaporan digital yang efisien, tetapi tetap memenuhi kebutuhan semua pihak.
โ 5. Lakukan Audit Internal Sebelum Audit Eksternal
- Sebelum donor atau BPK turun melakukan pemeriksaan, adakan audit internal atau self-assessment atas penggunaan dana, dokumen kontrak, dan pencapaian output.
- Hal ini akan sangat membantu mengurangi risiko temuan, mencegah reputasi instansi tercoreng, dan mempercepat proses disbursement dana berikutnya.
Penutup: Dana Eksternal, Tanggung Jawab Nasional
Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, penggunaan dana hibah dan pinjaman tidak hanya akan mempercepat pembangunan fisik, tetapi juga:
- Memperluas keterlibatan UMKM lokal,
- Meningkatkan kandungan lokal dalam proyek,
- Memperkuat tata kelola proyek publik, dan
- Menunjukkan bahwa Indonesia mampu mengelola dana eksternal dengan standar profesional internasional.