Pendahuluan
Perencanaan pengadaan farmasi di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) bukan sekadar menyusun daftar obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan. Ini adalah proses penting yang menentukan ketersediaan layanan klinis, keselamatan pasien, efisiensi anggaran, dan kredibilitas fasilitas kesehatan. Ketika perencanaan tepat, obat tersedia saat dibutuhkan, stok tidak menumpuk berlebih, dan dana digunakan efisien. Sebaliknya, perencanaan yang buruk berujung pada kehabisan obat penting, pemborosan karena obat kadaluwarsa, atau penundaan layanan yang merugikan pasien.
Artikel ini membahas langkah-langkah praktis untuk mencapai perencanaan pengadaan farmasi yang akurat di BLUD dan contoh nyata agar mudah dipahami oleh kepala rumah sakit, pengelola farmasi, bendahara, petugas logistik, dan pemangku kepentingan lain. Kita akan membahas definisi dan konteks BLUD, mengapa perencanaan akurat penting, tantangan yang sering muncul di lapangan, metode praktis untuk meramal kebutuhan, strategi pengadaan dan manajemen stok, tata peran antarpihak, langkah mengelola risiko (termasuk rantai dingin dan kadaluwarsa), serta monitoring dan indikator kinerja yang harus dipantau.
Tujuan artikel ini bukan hanya memberi teori, melainkan memberi panduan yang bisa langsung dipraktikkan: checklist tindakan, prioritas langkah awal yang bisa dijalankan dalam 1-3 bulan, dan rekomendasi untuk jangka menengah. Jika Anda bekerja di BLUD, artikel ini akan membantu menyusun perencanaan yang lebih andal sehingga pelayanan farmasi mendukung mutu klinis dan keberlanjutan keuangan. Mari kita mulai dari pemahaman dasar: apa itu BLUD dan bagaimana konteks pengadaan farmasi di sana berbeda dari unit pemerintahan biasa.
Pengertian BLUD dan konteks pengadaan farmasi
BLUD adalah badan layanan di lingkungan pemerintahan daerah yang diberi fleksibilitas pengelolaan keuangan untuk memberi layanan publik lebih efektif. Intinya, BLUD tetap bagian dari pemerintahan tetapi diperlakukan seperti “unit bisnis publik”: memperoleh penerimaan sendiri dari layanan dan boleh mengatur pengeluaran sesuai politik pelayanan, asalkan akuntabel. Di konteks rumah sakit atau puskesmas BLUD, pengadaan farmasi harus menyeimbangkan tujuan pelayanan (melayani pasien) dan prinsip tata kelola keuangan (efisiensi, transparansi, akuntabilitas).
Pengadaan farmasi berbeda dari pengadaan barang non-medis karena beberapa karakter khusus: ada produk yang butuh penyimpanan khusus (mis. vaksin), ada obat yang masuk kategori kritis (antibiotik, obat jantung), harga dan ketersediaan di pasar bisa fluktuatif, serta aturan perizinan dan mutu yang ketat (BPOM, izin edar, dll.). Selain itu ada faktor etika: pasien tidak bisa menunggu lama karena obat habis. Karena itu BLUD harus merencanakan dengan mempertimbangkan layanan klinis, hukum kesehatan, ketersediaan pasar, dan kapasitas anggaran.
Karena fleksibilitas BLUD, ada peluang melakukan perencanaan yang lebih responsif: BLUD dapat menggunakan sisa penerimaan untuk menambah stok darurat, melakukan kontrak multi-tahun dengan pemasok tepercaya, atau membangun sistem manajemen persediaan terintegrasi. Namun fleksibilitas itu harus dibarengi aturan internal yang jelas: siapa yang berwenang memesan, bagaimana skema anggaran disusun, dan bagaimana pelaporan serta audit dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan. Pada inti perencanaan farmasi di BLUD adalah: menyusun kebutuhan berdasarkan bukti (data) dan menata proses pengadaan yang dapat diandalkan, transparan, serta sejalan dengan proses klinis.
Mengapa perencanaan pengadaan farmasi yang akurat itu penting?
Perencanaan yang akurat punya dampak langsung pada pasien, SDM, dan keuangan BLUD. Pertama, dari sisi pasien: ketersediaan obat esensial berarti pengobatan yang tepat waktu dan mengurangi risiko komplikasi. Ketika obat esensial habis, pasien terpaksa buru-buru mencari ke fasilitas lain atau membeli obat mahal di luar, yang menimbulkan beban finansial dan kesehatan. Kedua, dari sisi keuangan: perencanaan yang baik menghindarkan pembelian panik yang cenderung mahal, serta mengurangi pemborosan akibat obat kadaluwarsa. BLUD yang sukses mengelola stok dapat mengalokasikan anggaran lebih produktif untuk perbaikan layanan.
Ketiga, dari sisi tata kelola: perencanaan mendukung akuntabilitas. Ketika setiap pengadaan berdasar rencana yang terdokumentasi dan terukur, pelaporan ke pihak pengawas dan DPRD jadi lebih transparan. Keempat, dari sisi hubungan dengan pemasok: perencanaan jangka menengah memberi ruang bagi negosiasi kontrak yang lebih baik, misalnya harga preferensial atau pengiriman bertahap (just-in-time) yang menyehatkan cashflow. Kelima, dari sisi kesiagaan layanan: perencanaan yang menyertakan buffer stock dan pengaturan darurat menjamin BLUD dapat menghadapi lonjakan permintaan (mis. wabah flu, bencana alam).
Selain itu perencanaan akurat juga mendukung efisiensi manajemen logistik – tata letak gudang, rotasi stok (FIFO), serta penjadwalan inspeksi mutu. Semua unsur itu membuat BLUD lebih resilien – artinya mampu menjaga pelayanan ketika kondisi pasar atau anggaran berubah. Dengan kata lain, perencanaan farmasi yang akurat adalah investasi ganda: meningkatkan mutu layanan sekaligus menjaga kesehatan keuangan BLUD.
Tantangan utama dalam pengadaan farmasi di BLUD
Di lapangan banyak kendala yang membuat perencanaan sulit. Pertama, data yang tidak lengkap atau tidak terintegrasi: daftar konsumsinya tersebar di unit rawat, poli, dan apotek; laporan manual sering telat atau salah input sehingga ramalan kebutuhan meleset. Kedua, fluktuasi pasar dan ketersediaan: beberapa obat impor bisa langka akibat regulasi, mata uang, atau rantai pasok internasional sehingga BLUD sering terkejut.
Ketiga, isu anggaran: BLUD mesti menunggu aliran kas atau persetujuan anggaran untuk pembelian besar, sehingga kesempatan membeli saat harga turun dapat terlewat. Keempat, tantangan manajemen stok: fasilitas gudang yang kurang memadai, suhu penyimpanan tidak konsisten (penting untuk obat sensitif panas), serta kurangnya SOP rotasi stok yang jelas memungkinkan kadaluwarsa. Kelima, kapasitas SDM: tenaga farmasi sering kekurangan waktu untuk analisis kebutuhan karena beban kerja klinis, atau staf logistik tidak terlatih dalam forecasting dan inventory control.
Keenam, regulasi dan prosedur pengadaan: prosedur tender yang panjang membuat pengadaan untuk kebutuhan mendesak tersendat; di sisi lain, mempermudah prosedur untuk darurat berisiko disalahgunakan tanpa kontrol yang ketat. Ketujuh, hubungan dengan pemasok: ada risiko monopoli pemasok lokal untuk produk tertentu, yang memperkecil ruang negosiasi harga. Terakhir, ketidakpastian permintaan: musiman penyakit, kampanye imunisasi, atau wabah lokal membuat pola konsumsi berubah cepat. Semua tantangan ini memerlukan pendekatan praktis dan berlapis-dari perbaikan data hingga kontrak strategis.
Data & metode peramalan kebutuhan yang sederhana tapi efektif
Peramalan kebutuhan (forecasting) tidak harus rumit. Inti yang perlu: gunakan data historis konsumsi, koreksi dengan informasi klinis (jadwal operasi, program imunisasi), dan sesuaikan dengan faktor eksternal (musim, epidemi, kebijakan nasional). Metode sederhana yang efektif di BLUD antara lain: rata-rata konsumsi bulanan (3-12 bulan terakhir) dengan penyesuaian manual untuk program khusus; metode moving average yang menyeimbangkan fluktuasi; dan metode “top-down” untuk obat esensial yakni alokasi berdasarkan kapasitas tempat tidur dan standar penggunaan per pasien.
Langkah praktis: mulai dari mengumpulkan data pemakaian obat per poli/ruangan per bulan selama minimal 6 bulan. Kemudian hitung rata-rata bulanan dan identifikasi pola musiman (mis. kenaikan antibiotik di musim hujan). Tambahkan buffer safety stock berdasarkan lead time pemasok (berapa lama pemasok mengirim setelah PO): semakin lama lead time, semakin besar safety stock. Safety stock sederhana dapat dihitung dengan rumus praktis: safety stock = konsumsi rata-rata harian × lead time dalam hari × faktor ketidakpastian (mis. 1.2).
Untuk obat yang dipakai jarang tetapi kritis (mis. antiserum, obat kanker), gunakan pendekatan “just-in-case” dengan kontrak khusus atau jaringan regional untuk peminjaman darurat. Penting juga menyertakan input klinis dalam ramalan: jadwal operasi besar, program imunisasi, atau program penyakit menular yang direncanakan. Terakhir, lakukan review ramalan setiap bulan: bandingkan realisasi vs perkiraan dan koreksi parameter peramalan sehingga model sederhana itu makin akurat.
Strategi pengadaan dan pengelolaan stok yang praktis
Strategi pengadaan harus terhubung dengan peramalan. Untuk barang dengan konsumsi tinggi dan stabil, pertimbangkan kontrak jangka menengah (3-12 bulan) dengan pemasok tepercaya sehingga harga dan ketersediaan lebih stabil. Untuk barang sensitif waktu atau muatan anggaran besar, gunakan pembelian bertahap sesuai jadwal pengeluaran (demand-driven procurement). Untuk kebutuhan mendadak, siapkan dana darurat dan daftar pemasok alternatif.
Di gudang, terapkan prinsip FIFO (first in, first out) agar obat lama keluar dulu dan mengurangi kadaluwarsa. Pisahkan obat sensitif suhu dan pastikan pencatatan suhu harian; jika diperlukan, pasang alarm suhu. Interior gudang harus bersih, kering, dan terorganisir menurut katalog yang konsisten (mis. anatomi terapi atau nomer formularium). Labeling jelas dan batch tracking (nomor batch dan tanggal kadaluwarsa) wajib sehingga penarikan recall lebih mudah bila ada masalah mutu.
Kelola kartu stok sederhana: berapa yang masuk, keluar, sisa, dan tanggal transaksi. Jika BLUD sudah mampu, gunakan sistem inventory elektronik ringan (mis. Excel terstruktur atau aplikasi open-source sederhana) yang bisa melaporkan stok kritis otomatis. Untuk obat mahal, lakukan stok minimum dan gunakan penandatanganan ganda untuk penerimaan barang agar kontrol lebih ketat.
Juga penting mengatur siklus review stok: cycle count mingguan atau dua mingguan untuk item fast-moving, dan stock opname bulanan/kuartalan untuk keseluruhan. Buat mechanisme redistribusi antar-fasilitas BLUD di satu kabupaten/provinsi agar surplus di satu tempat bisa menutup kekurangan di tempat lain tanpa pembelian panik.
Koordinasi dan peran pemangku kepentingan
Perencanaan pengadaan farmasi bukan kerja apotek saja – ia memerlukan kolaborasi lintas fungsi. Tim perencanaan harus melibatkan apoteker kepala, kepala klinik, keuangan/Bendahara, unit perencanaan (perencanaan dan keuangan), dan bagian logistik. Klinik memberi input kebutuhan klinis; apotek menyusun profil konsumsi; keuangan memastikan ketersediaan anggaran dan rencana pembayaran; manajemen perlu menyetujui prioritas.
Hubungan dengan pemasok harus dibangun berdasarkan transparansi. Lakukan daftar pemasok terakreditasi dengan evaluasi kinerja periodik (ketepatan pengiriman, kesesuaian mutu, harga). Untuk obat kritis, bentuk perjanjian kerjasama (MoU) yang mencakup waktu pengiriman dan mekanisme peminjaman darurat. Koordinasi juga diperlukan dengan dinas kesehatan provinsi/pusat untuk program vaksinasi atau regulasi stok strategis.
Libatkan juga pihak eksternal lain: perguruan tinggi untuk audit teknis dan pelatihan, komunitas pasien untuk memahami pola permintaan, serta DPRD atau pemangku kebijakan lokal untuk menyampaikan justifikasi kebutuhan anggaran bila ada perubahan signifikan. Komunikasi yang rutin (rapat bulanan stok dan pengadaan) membuat semua pihak punya gambaran yang sama dan meminimalkan keputusan impulsif.
Manajemen risiko & rantai pasok (cold chain, kadaluwarsa, alternatif)
Risiko besar di farmasi termasuk kegagalan rantai dingin (untuk vaksin dan obat sensitif panas), obat kadaluwarsa, dan kesalahan batch. Pastikan cold chain: catatan suhu, pemeliharaan chiller, dan SOP pembongkaran saat penerimaan barang. Jika terjadi kenaikan suhu, lakukan prosedur kuarantina sementara dan verifikasi kualitas sebelum distribusi. Untuk produk penting yang memerlukan rantai dingin, identifikasi pemasok cadangan dan fasilitas penyimpanan alternatif.
Untuk mengurangi risiko kadaluwarsa, terapkan rotasi stok ketat, pengadaan dalam jumlah terukur, serta monitoring tanggal kadaluwarsa yang men-trigger potongan stok untuk program penggunaan prioritas (mis. kampanye promotif agar obat terpakai sebelum kadaluwarsa). Untuk kasus recall, pastikan ada prosedur pengambilan cepat dengan dokumentasi lengkap.
Risiko pasar seperti kelangkaan bisa diminimalkan dengan diversifikasi pemasok dan pembelian internasional jika perlu (sesuai regulasi). Dalam keadaan krisis (pandemi, bencana), gunakan skenario kesiapan: daftar obat kritis, stockpile minimal, dan mekanisme pengadaan darurat dengan dokumentasi lengkap untuk audit. Juga siapkan kebijakan substitusi terapeutik yang disetujui klinis – apabila obat A tidak tersedia, cadangan B dengan efektivitas ekuivalen dapat dipakai setelah konsensus klinis dan pedoman ditetapkan.
Monitoring, evaluasi, dan KPI yang perlu dipantau
Tanpa pengukuran, perencanaan sulit diperbaiki. Beberapa indikator sederhana tapi penting: fill rate (persentase permintaan yang terpenuhi), stockout days (jumlah hari tidak tersedia untuk item kunci), days of inventory (berapa hari stok cukup berdasarkan konsumsi harian), rate of expiry (persentase nilai stok yang kadaluwarsa dalam periode), lead time average (waktu rata-rata dari PO ke penerimaan), dan cost per unit pembelian.
Pantau juga KPI operasional: frekuensi cycle count yang sukses, akurasi kartu stok (perbedaan fisik vs sistem), dan waktu rata-rata untuk proses penerimaan barang. Dari sisi layanan, ukur dampak pada pasien: waktu tunggu pelayanan farmasi, keluhan pasien terkait ketersediaan obat, dan angka pengembalian obat. Untuk kebijakan jangka panjang, bandingkan pengeluaran farmasi per pasien rawat inap atau per kunjungan rawat jalan dari tahun ke tahun.
Gunakan laporan bulanan untuk evaluasi dan rapat lintas fungsi untuk keputusan korektif. Jika fill rate turun, analisis akar penyebab: forecasting error, supplier delay, atau masalah anggaran. Buat dashboard sederhana agar pimpinan cepat mengambil keputusan berdasarkan data.
Rekomendasi praktis & langkah prioritas untuk 1-3 bulan ke depan
Jika Anda ingin langsung bertindak, berikut daftar prioritas praktis:
- Bersihkan data pemakaian: kumpulkan 6-12 bulan data konsumsi obat per poli/ruang; input ke format terstandar (Excel atau aplikasi sederhana).
- Buat daftar obat prioritas: identifikasi 50-100 item fast-moving dan item kritis; fokus perencanaan pada mereka.
- Hitung safety stock sederhana: gunakan lead time pemasok dan konsumsi rata-rata untuk menentukan buffer.
- Perbaiki tata gudang cepat: susun FIFO, label batch/kadaluwarsa, dan checklist penerimaan barang.
- Susun daftar pemasok terakreditasi dan buat kriteria evaluasi (harga, mutu, ketepatan).
- Mulai rapat koordinasi bulanan antara apotek, klinik, dan keuangan untuk menyelaraskan kebutuhan dan anggaran.
- Siapkan SOP pengadaan darurat dan daftar kontak pemasok alternatif untuk kebutuhan mendesak.
- Lakukan cycle count mingguan untuk item prioritas selama 1 bulan agar akurasi stok meningkat.
- Pelatihan singkat untuk staf: forecasting dasar, input data, dan SOP gudang (1 hari workshop).
- Buat dashboard sederhana: fill rate, stockout days, days of inventory – agar pimpinan melihat tren cepat.
Langkah-langkah ini adalah “quick wins” yang meningkatkan stabilitas pasokan tanpa investasi besar. Setelah tahap awal stabil, BLUD bisa melanjutkan ke otomasi inventory dan kontrak jangka menengah untuk efisiensi lebih lanjut.
Kesimpulan
Perencanaan pengadaan farmasi di BLUD adalah kegiatan strategis yang menghubungkan mutu layanan dengan kesehatan keuangan institusi. Dengan pendekatan berbasis data sederhana, koordinasi lintas-fungsi, pengelolaan gudang yang disiplin, dan kontrak pemasok yang bijaksana, BLUD dapat mengurangi risiko stockout, mengendalikan pemborosan, dan meningkatkan pelayanan pasien. Mulailah dari langkah kecil: bersihkan data, tetapkan daftar prioritas, dan jalankan siklus review bulanan.
Keberhasilan jangka panjang membutuhkan investasi pada kapasitas SDM, sistem informasi inventory, dan hubungan pemasok yang sehat-namun manfaat langsung berupa ketersediaan obat dan efisiensi anggaran akan terasa lebih cepat bila langkah praktis dijalankan konsisten.