Pengadaan Obat dan Alkes di BLUD: Antara Kebutuhan dan Regulasi

Pendahuluan

Pengadaan obat dan alat kesehatan (alkes) di rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah urusan yang sangat penting dan sensitif. Kenapa? Karena ketersediaan obat dan alkes langsung menyentuh keselamatan pasien: bila obat esensial habis atau alat penting rusak, pelayanan bisa terganggu, pasien harus dirujuk ke tempat lain, atau dalam situasi darurat konsekuensinya bisa sangat berat. Di sisi lain, pengadaan ini melibatkan uang publik dan harus mengikuti aturan yang ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan, pemborosan, atau masuknya produk yang tidak aman.

BLUD memiliki karakter khusus: diberi keleluasaan operasional untuk mengelola penerimaan dari layanan sendiri agar bisa meningkatkan mutu pelayanan. Fleksibilitas ini memungkinkan BLUD lebih cepat merespons kebutuhan, misalnya melakukan pembelian mendesak tanpa harus menunggu proses anggaran pemerintah yang panjang. Namun fleksibilitas ini juga menuntut tanggung jawab lebih besar: semua proses harus transparan, akuntabel, dan tetap mematuhi regulasi kesehatan serta aturan pengadaan publik.

Artikel ini ditulis untuk pegawai BLUD (manajer, apoteker, bendahara), pembuat kebijakan, anggota dewan pengawas, maupun masyarakat umum yang ingin memahami tantangan dan prinsip dasar pengadaan obat dan alkes. Tujuannya: memberi panduan praktis dan penjelasan tentang bagaimana BLUD dapat menyeimbangkan kebutuhan klinis yang mendesak dan keharusan mematuhi regulasi. Kita akan membahas mulai dari perencanaan kebutuhan yang realistis, kerangka aturan yang harus dipenuhi, proses pengadaan yang baik, pengendalian mutu, manajemen stok, pengelolaan keuangan, hingga tantangan umum dan solusi yang bisa diterapkan. Seluruh pembahasan dibuat dengan bahasa sederhana dan contoh nyata agar mudah dipahami dan bisa langsung dipakai sebagai bahan perbaikan di lapangan.

Karakter BLUD dan Implikasi Kepada Pengadaan Obat & Alkes

BLUD tidak sama dengan unit birokrasi biasa. Status BLUD memberi hak kelola yang lebih luas terhadap pendapatan sendiri-misalnya penerimaan dari layanan rawat inap atau jasa laboratorium-yang dapat dipakai untuk membeli peralatan, meningkatkan fasilitas, atau menambah stok obat. Di satu sisi ini menguntungkan karena BLUD bisa cepat membeli barang yang dibutuhkan tanpa menunggu prosedur anggaran daerah. Di sisi lain, keleluasaan ini menjadi ujian: apakah BLUD mampu mengelola dana tersebut secara bertanggung jawab?

Dampaknya ke pengadaan obat dan alkes sangat nyata. Pertama, BLUD perlu memiliki kebijakan pengadaan yang jelas: kapan harus tender, kapan bisa melakukan pembelian langsung, dan bagaimana mempertanggungjawabkan pembelian darurat. Tanpa kebijakan yang rapi, fleksibilitas bisa berujung pada pembelian tanpa proses yang sehat, sehingga menimbulkan celah bagi praktik yang merugikan. Kedua, BLUD harus mengelola stok lebih profesional. Keleluasaan membeli sering mendorong pembelian berlebih demi “aman”, tetapi pembelian berlebih berisiko kadaluarsa, pemborosan, dan pemborosan anggaran. Oleh karena itu BLUD butuh sistem perencanaan dan pengendalian persediaan yang berbasis data.

Ketiga, karena BLUD menyediakan layanan publik, punya tanggung jawab sosial: memastikan obat esensial tersedia untuk semua pasien, termasuk mereka yang tidak mampu. Ini menuntut mekanisme subsidi silang antara layanan berbayar dan layanan gratis. Keempat, hubungan BLUD dengan pemasok harus sehat: kontrak jangka panjang untuk barang penting dapat memberi kepastian pasokan dan harga, namun kontrak itu harus transparan agar tidak menutup peluang pemasok baru yang lebih kompetitif.

Singkatnya, karakter BLUD memberi peluang akselerasi pelayanan tetapi juga menuntut tata kelola yang lebih baik: perencanaan berbasis data, kebijakan pengadaan yang jelas, manajemen stok bijak, dan hubungan pemasok yang sehat. Jika semua ini berjalan, BLUD bisa menjadi contoh pelayanan publik yang responsif dan efisien.

Perencanaan Kebutuhan: Dasar Agar Tidak Boros dan Tidak Kehabisan

Perencanaan adalah jantung dari pengadaan yang baik. Sebelum menekan tombol pemesanan, BLUD perlu tahu persis apa, berapa, dan kapan kebutuhan akan obat dan alkes muncul. Perencanaan harus berbasis data: catatan pemakaian bulanan, pola penyakit musiman, rencana operasi tertentu, hingga lead time pemasok (berapa lama pemasok mengirim setelah pesanan).

Langkah praktis yang bisa ditempuh: pertama, kumpulkan data pemakaian selama 6-12 bulan terakhir. Data ini menunjukkan pola pemakaian yang umumnya stabil dan membantu memprediksi kebutuhan bulan depan atau tahun depan. Kedua, klasifikasikan barang menjadi kategori: obat esensial yang harus selalu tersedia (misalnya obat untuk kegawatdaruratan), obat rutin, dan alkes khusus untuk tindakan tertentu. Prioritas anggaran diarahkan pada barang esensial.

Ketiga, tentukan safety stock atau buffer-jumlah ekstra yang disimpan untuk menghadapi keterlambatan pengiriman atau lonjakan permintaan. Besaran buffer ini bergantung pada risiko: obat kritis perlu buffer lebih besar daripada obat umum. Keempat, perhitungkan masa kadaluarsa. Jangan belanja berlebih untuk barang yang punya masa pakai pendek. Gunakan prinsip “FIFO” (first in first out), yaitu barang yang datang duluan dipakai dahulu agar tidak kedaluwarsa.

Kelima, buat rencana kontingensi: siapa pemasok cadangan jika pemasok utama gagal, dan mekanisme pembelian darurat yang tetap transparan. Rencana ini penting agar BLUD tidak terjebak pada satu pemasok dan bisa merespons kebutuhan mendadak tanpa melanggar aturan. Terakhir, integrasikan perencanaan dengan anggaran: perencanaan yang realistis memudahkan bendahara mengalokasikan dana sedini mungkin agar tidak terjadi penundaan pembayaran yang bisa mengganggu hubungan dengan pemasok.

Perencanaan yang matang menekan dua risiko besar: kehabisan stok yang mengganggu pelayanan, dan pembelian berlebih yang membuang anggaran. Dengan data, klasifikasi, buffer, dan rencana cadangan, BLUD dapat mengatur persediaan secara sehat dan efisien.

Kerangka Regulasi: Apa Saja yang Harus Dipatuhi BLUD?

Pengadaan obat dan alkes tidak boleh asal cepat – ada aturan yang harus dipatuhi agar keselamatan pasien dan penggunaan anggaran publik tetap terjamin. Regulasi yang relevan mencakup dua hal besar: aturan pengadaan publik (bagaimana membeli agar transparan dan akuntabel) dan aturan kesehatan (kualitas produk, izin edar, penyimpanan yang benar).

Dalam pengadaan, BLUD wajib mengikuti prinsip-prinsip umum pengadaan publik: kompetisi wajar, transparansi, dan akuntabilitas. Ini berarti untuk paket pengadaan bernilai tertentu BLUD harus membuka kesempatan bagi banyak pemasok (misalnya melalui tender atau lelang), kecuali kondisi tertentu yang membolehkan pembelian langsung, misalnya darurat kesehatan. Bila BLUD menggunakan jalur pembelian darurat, proses dan alasan darurat harus didokumentasikan agar dapat dipertanggungjawabkan.

Dari sisi kesehatan, obat harus memiliki izin edar yang sah dan diproduksi oleh pabrik berizin. Alkes juga biasanya memerlukan registrasi atau sertifikasi tertentu yang menjamin keamanan dan fungsi alat. Penyimpanan juga diatur: vaksin harus disimpan pada suhu tertentu, obat tertukar pemakaian harus dihindari, dan fasilitas penyimpanan harus memenuhi syarat kebersihan.

Dokumentasi adalah kunci: setiap tahapan pengadaan harus tercatat-analisis kebutuhan, spesifikasi teknis, evaluasi penawaran, berita acara penerimaan, dan bukti pembayaran. Dokumen ini penting saat audit atau jika terjadi sengketa. BLUD perlu bekerjasama erat dengan bagian hukum atau pengadaan di pemerintah daerah untuk memastikan interpretasi aturan benar dan langkah-langkah yang diambil aman dari sisi hukum.

Kesimpulannya, meski BLUD punya fleksibilitas operasional, tetap ada batas yang harus dipatuhi: proses pengadaan harus transparan dan akuntabel, serta produk harus memenuhi standar mutu kesehatan. Ketaatan pada regulasi bukan sekadar formalitas, melainkan proteksi bagi pasien, BLUD, dan publik.

Metode Pengadaan yang Tepat untuk Obat & Alkes

Memilih metode pengadaan yang tepat penting agar harga wajar, kualitas terjaga, dan prosesnya efisien. Untuk obat dan alkes, ada beberapa pendekatan yang bisa dipilih sesuai kondisi: tender terbuka, penunjukan langsung, pembelian bersama, atau pengadaan darurat. Pemilihan metode bergantung pada nilai paket, urgensi, dan ketersediaan pemasok.

Tender terbuka cocok untuk paket bernilai besar atau ketika ingin mendapatkan harga terbaik melalui kompetisi. Namun tender memakan waktu, sehingga tidak cocok untuk kebutuhan tiba-tiba. Penunjukan langsung bisa dipakai untuk barang khusus atau ketika hanya ada satu pemasok yang mampu menyediakan spesifikasi tertentu-tetapi penunjukan ini harus dibarengi alasan yang kuat dan didokumentasikan.

Pembelian bersama (procurement pooling) antar rumah sakit daerah atau BLUD bisa menjadi solusi cerdas: dengan membeli secara kolektif, BLUD memperoleh skala ekonomi sehingga harga lebih murah dan pasokan lebih stabil. Ini terutama efektif untuk obat esensial yang dipakai banyak fasilitas.

Pengadaan darurat diperlukan bila ada situasi tak terduga-misalnya wabah, pasokan darurat, atau alat rusak saat penanganan pasien kritis. Meski boleh lebih cepat, BLUD harus tetap mendokumentasikan alasan darurat dan melakukan evaluasi pasca-pembelian untuk memastikan efisiensi dan pembelajaran.

Di semua metode, spesifikasi teknis harus jelas: nama obat atau alat, dosis, bentuk sediaan, kualitas minimal, persyaratan sertifikasi, dan masa berlaku minimal saat dikirim. Spesifikasi yang samar sering memicu sengketa atau pemasok mengirim barang yang tidak sesuai. Selain itu, penilaian penawaran harus transparan: administrasi, teknis, harga-dokumentasi penilaian ini penting untuk akuntabilitas.

Dengan memilih metode yang tepat dan memastikan spesifikasi jelas, BLUD dapat menyeimbangkan kebutuhan kecepatan dan aturan sehingga pasien terlindungi dan anggaran digunakan efektif.

Pengelolaan Kualitas dan Keamanan Produk

Kualitas obat dan alkes menentukan keselamatan pasien. BLUD harus menerapkan langkah-langkah sederhana namun efektif untuk memastikan barang yang masuk benar-benar aman dan sesuai standard. Pertama, verifikasi legalitas pemasok: pastikan pemasok punya izin edar produk dan dokumen pendukung seperti sertifikat mutu. Jangan membeli dari pemasok yang tidak jelas asalnya meski harganya murah.

Kedua, pemeriksaan pada saat penerimaan barang: cek segel, tanggal produksi, masa berlaku, kondisi kemasan, dan tuliskan hasil pemeriksaan di berita acara penerimaan. Bila ada keraguan, mintalah sertifikat analisis atau sampel diuji di laboratorium yang terpercaya. Ketiga, penyimpanan sesuai aturan: vaksin di lemari pendingin dengan catatan suhu, obat cair ditempatkan tidak di bawah sinar matahari, dan alkes steril disimpan di tempat bersih. Penggunaan alat pengukur suhu dan log book harian membantu memantau kondisi penyimpanan.

Keempat, sistem pelaporan kejadian (misalnya reaksi obat tak diinginkan atau alat rusak yang menimbulkan bahaya). BLUD harus punya jalur untuk melaporkan kejadian tersebut ke dinas kesehatan dan melakukan tindak lanjut cepat, seperti menahan batch obat tertentu atau menarik alat yang bermasalah. Kelima, audit internal rutin dan audit eksternal sesekali membantu memastikan praktik mutu diterapkan. Catatan hasil audit wajib disimpan dan ditindaklanjuti.

Jangan lupakan pelatihan staf: perawat, apoteker, dan petugas gudang perlu diberi pemahaman dasar tentang penanganan obat, penyimpanan, dan tanda-tanda produk bermasalah. Dengan pelaksanaan langkah-langkah ini BLUD menjaga keamanan pasien dan mengurangi risiko hukum serta reputasi.

Manajemen Persediaan, Gudang, dan Distribusi Internal

Manajemen stok yang buruk sering menjadi penyebab obat kedaluwarsa atau kehabisan stok. BLUD perlu sistem sederhana namun disiplin untuk mengelola gudang dan distribusi internal. Dasarnya adalah pencatatan yang akurat: setiap masuk dan keluar barang harus dicatat dengan bukti (surat jalan, tanda terima, atau sistem digital sederhana).

Gunakan prinsip FIFO agar barang yang masuk lebih dulu dipakai lebih dulu. Buat lokasi penyimpanan teratur: rak diberi label sesuai jenis obat atau alkes, sehingga pencarian cepat dan risiko salah ambil rendah. Penggunaan software sederhana-meskipun hanya spreadsheet yang rapi-sangat membantu mencatat stok, permisalan stok minimum, dan memberikan peringatan bila stok mendekati limit.

Distribusi internal harus memiliki prosedur: permintaan dari unit klinis harus pakai form resmi yang dilengkapi tanda tangan penanggungjawab. Petugas gudang memeriksa kembali ketersediaan dan kondisi barang sebelum mengeluarkan. Rekonsiliasi stok rutin (misalnya mingguan atau bulanan) membantu mendeteksi selisih lebih awal.

Untuk barang spesial (vaksin, darah, atau alat sterilisasi), buat SOP khusus: siapa yang boleh mengambil, bagaimana membawanya ke ruangan, dan bagaimana mekanisme pengembalian jika tidak terpakai. Juga penting menetapkan tanggung jawab: siapa yang bertanggung jawab atas kebenaran catatan dan kondisi barang di gudang.

Manajemen persediaan yang disiplin mengurangi pemborosan, memastikan ketersediaan, dan membantu keuangan BLUD lebih sehat.

Keuangan: Anggaran, Harga, dan Pengendalian Biaya

Pengadaan bahan kesehatan memerlukan anggaran yang cukup dan mekanisme pengendalian biaya yang baik. BLUD harus membuat perencanaan anggaran berdasarkan forecast kebutuhan; ini memudahkan alokasi dana dan menghindari pembelian mendadak yang seringkali mahal. Selain itu, BLUD perlu aktif melakukan survei pasar agar mendapatkan harga kompetitif.

Pembelian bersama dan kontrak jangka panjang bisa menekan harga. Namun kontrak harus fleksibel agar BLUD tidak terikat pada pemasok yang gagal memenuhi persyaratan. Pengendalian pembayaran juga penting: jangan bayar penuh sebelum barang diterima dan diverifikasi. Gunakan mekanisme pembayaran bertahap sesuai kemajuan pengiriman atau bukti penerimaan.

Transparansi pengeluaran perlu dijaga: catatan faktur, kontrak, berita acara, dan bukti pembayaran harus lengkap untuk audit. Sediakan juga dana cadangan untuk menghadapi kejadian tak terduga seperti wabah atau alat rusak. Namun penggunaan dana cadangan harus memiliki prosedur pengembalian agar neraca keuangan BLUD tetap sehat.

Pelaporan rutin ke manajemen dan pihak pengawas (seperti pengawas internal atau dewan pengawas BLUD) membantu memastikan dana digunakan tepat. Dengan pengelolaan keuangan yang disiplin, BLUD mampu memenuhi kebutuhan pasien sambil menjaga keberlanjutan layanan.

Tantangan Umum dan Solusi Praktis

Dalam praktik, BLUD menghadapi tantangan beragam: pemasok tunggal, keterlambatan pengiriman, anggaran terbatas, ketidaktahuan staf terhadap prosedur pengadaan, dan tekanan politik untuk memilih pemasok tertentu. Solusi praktis harus realistis: membangun daftar pemasok cadangan, menerapkan perjanjian layanan (SLA) dengan pemasok utama, melatih staf secara berkala, dan menegakkan transparansi dokumen agar tekanan luar tidak mempengaruhi keputusan pengadaan.

Untuk keterbatasan anggaran, BLUD bisa memprioritaskan barang esensial dan mencari mekanisme pembiayaan alternatif, misalnya kolaborasi dengan Dinas Kesehatan provinsi untuk program tertentu. Untuk kendala teknis, gunakan bantuan teknis dari asosiasi rumah sakit atau pelatihan dari dinas kesehatan. Komunikasi yang baik dengan pemasok dan perencanaan lebih awal seringkali menghindarkan BLUD dari situasi darurat yang mahal.

Intinya: tantangan harus dihadapi secara sistemik, bukan ad-hoc. Kebijakan internal, hubungan pemasok yang sehat, kapasitas SDM, dan transparansi adalah pilar solusi.

Penutup

Pengadaan obat dan alkes di BLUD berada di persimpangan antara kebutuhan medis yang mendesak dan regulasi yang harus dipatuhi. Kuncinya adalah keseimbangan: bergerak cepat ketika benar-benar perlu, tetapi selalu mendokumentasikan dan menjaga mutu. Dengan perencanaan yang baik, manajemen stok yang disiplin, tata kelola keuangan yang sehat, dan kepatuhan terhadap regulasi kesehatan, BLUD dapat memenuhi mandatnya: memberi pelayanan yang aman, tepat, dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Tim LPKN

LPKN Merupakan Lembaga Pelatihan SDM dengan pengalaman lebih dari 15 Tahun. Telah mendapatkan akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Pemegang rekor MURI atas jumlah peserta seminar online (Webinar) terbanyak Tahun 2020

Artikel: 1057

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *