Menuju Kesetaraan Gender

Bulan Maret baru lalu pada tanggal 8, masyarakat di hampir setiap negara (dunia) memperingati Hari Perempuan Internasional (Internatonal Womens Day – IWD) dengan  tema yang diusung adalah  “CHOOSE to CHALLENGE” , rasanya tidak ada yang istimewa peringatan IWD tahun ini, mungkin sama dirasakan seperti pada tahun-tahun sebelumnya, namun ketika sekelompok perempuan mengumandangkan kegundahan hatinya yang dijadikan tema peringatan pada tahun ini yaitu “CHOOSE to CHALLENGE” maka menjadi suatu keniscayaan bahwa tekad untuk menantang dan menyuarakan stereotip dan ketidaksetaraan bukan lagi menjadi sesuatu yang menakutkan dan suatu yang mustahil bisa dilakukan.

Memasuki bulan April ini dalam perspektif menghormati peran kaum wanita/perempuan selama ini khususnya kita di  Indonesia mengenal dan merayakan peringatan hari yang berhubungan dengan “wanita atau  perempuan” yaitu “Hari Kartini” yang diperingati setiap tanggal 21 April, Catatan : Wanita terdiri dari dua unsur kata yaitu, wani (berani) dan ta: tata (tata atau teratur). Dua makna umum yaitu, wani ditata (berani diatur) dan wani ing nata (berani mengatur)  dan perempuan asal dari kata per-empu-an yang memliki arti ahli atau mampu.

Ada rentang waktu memang tidak begitu panjang antara munculnya gagasan/pemikiran yang ditulis dalam bentuk surat kepada para sahabatnya oleh seorang perempuan bernama KARTINI (nama lengkapnya Raden Ajeng Kartini) lahir pada tanggal 21 April 1879 di kota Jepara yang dibukukan oleh J.H. Abendanon berjudul Door Duisternis Tot Licht (‘Dari Kegelapan Menuju Cahaya’) dengan lahirnya hari wanita internasional pada tahun 1908 diawali dengan 15.000 perempuan melakukan aksi demo di New York, AS, menyuarakan hak mereka tentang peningkatan standar upah dan pemangkasan jam kerja.

Dilanjut pada tahun 1910, pemimpin ‘Kantor Perempuan’ Clara Zetkin mengajukan sebuah gagasan untuk menetapkan Hari Perempuan Internasional yang menyarankan setiap negara merayakan satu hari dalam setahun untuk mendukung aksi tuntutan perempuan. Gagasan itu disetujui Konferensi perempuan dari 17 negara yang beranggotakan total 100 perempuan. Sehingga disepakati 19 Maret 1911 sebagai perayaan pertama Hari Perempuan Internasional di Austria, Jerman, Denmark dan Swiss.  Pergerakan perempuan di Rusia menggelar aksi damai menentang Perang Dunia I pada 8 Maret 1913. Setahun kemudian, perempuan di seantero Eropa menggelar aksi yang sama di tanggal yang sama. Di era Perang Dunia II, 8 Maret pun digunakan seluruh dunia sebagai penanda momentum advokasi kesetaraan gender. Selanjutnya tanggal 8 Maret kemudian diakui keberadaannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1975, kemudian pada tahun 2011, Presiden AS Barack Obama pada masa jabatannya menetapkan bulan Maret sebagai ‘Bulan Sejarah Perempuan’. Maka lengkaplah eksitensi tanggal 8 Maret menjadi Hari Perempuan Internasional yang semakin riuh diperingati di seluruh penjuru dunia.

Peringatan hari Kartini dan Hari Wanita Internasional keduanya menyuarakan tentang eksistensi para perempuan dengan segala hak dan kewajibannya yang melekat dalam mewujudkan kesetaraan gender. Upaya mewujudkan kesetaraan gender terus digaungkan dalam konteks emansipasi adalah melawan diskriminatif, dilain sisi dorongan terhadap pemberdayaan perempuan menjadi lebih keras gaungnya disuarakan dengan memunculkan jargon dalam konteks bernegara adalah  “negara yang kaum perempuannya kuat, maka negara pun menjadi lebih kuat” tidak terbantahkan harus diakui dan dihormati.

Era Digitalisasi dan Peran Perempuan

Menyoal pada era digitalisasi saat ini dimana peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi lebih dominan, maka sudah pada waktunya kaum perempuan mampu “merebut” porsi kontribusinya dari kaum pria untuk lebih menunjukkan kemampuan dan kiprahnya dalam bidang TIK ini sehingga celah kesenjangan Gender Digital Divide semakin dipersempit (catatan : saat ini dari populasi kaum perempuan yang berperan/melek terhadap TIK masih dibawah 40%) sementara populasi kaum pria yang memanfaatkan/melek TIK ini ada pada angka diatas 43%. Dengan demikian literasi digital perlu bagi perempuan untuk memaksimalkan penggunaan internet lebih baik lagi dan tidak hanya menjadi pengguna pasif melainkan lebih aktif dalam memanfaatkan teknologi seperti misalnya memaksimalkan start-up untuk pemasaran produk-produk UMKM mendorong wanita Indonesia untuk menulis maupun memproduksi model konten lain demi meningkatkan konten positif sekaligus mendorong terciptanya kesetaraan.

Memulai dari hal-hal kecil dalam lingkungan komunitas adalah langkah paling memungkinkan dan mudah dilakukan yang mempunyai efek besar seperti misalnya pesan-pesan postif yang pada era sebelum digital dilakukan dengan cara mouth to mouth maka pada era digital ini dengan keberadaan TIK pesan-pesan postif itupun dapat digulirkan melalui jari dan gawainya yang menjadikan tadinya bisikan pesan-pesan ini ditransmisikan melalui TIK menjadi  Word of Mouth. Dahsyatnya juga diharapkan dari word of mouth dapat bergeser menjadi world of mouth.

Pada peringatan IWD tahun 2021 yang telah berlalu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan Webinar dengan mengambil tema “Perempuan Berani Bicara!” intinya adalah mengajak kaum perempuan mengikis habis stigmatisasi ketidakadilan gender yang memposisikan perempuan tidak seberharga laki-laki, stereotipe atau pelabelan, beban ganda yang harus dihadapi perempuan, marginalisasi, dan paling parah adalah kekerasan berbasis gender, artinya perjuangan kaum perempuan untuk mendapatkan akses dan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam berbagai bidang terutama pembangunan harus terus dilakukan agar kesenjangan gender ini hilang, laki-laki dan perempuan bisa setara.

Menuju Kesetaraan Gender

Upaya pemerintah melalui Kemen PPPA dalam kerangka menjembatani untuk mempersempit kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan terus digulirkan, melalui salah satu  program yang dimilikinya yaitu SEREMPAK (Seputar Perempuan dan Anak) memberi ruang dan kesempatan berkiprahnya para perempuan Indonesia, SEREMPAK diharapkan mampu dijadikan upaya bersama untuk meningkatkan kualitas hidup, utamanya perempuan dan anak.

SEREMPAK juga menjadi alternatif bagi kaum perempuan untuk lebih berkiprah meningkatkan kemampauan/literasi pada TIK, dengan “semangat SEREMPAK” upaya untuk mengatasi kesenjangan gender di bidang TIK atau wujud kesetaraan gender melalui TIK berbasis masyarakat, yang berfungsi untuk meningkatkan kapasitas masyarakat menuju perubahan yang positif dan arah yang lebih baik dapat diwujudkan dalam hitungan waktu yang tidak terlalu lama (harapannya).

Mengutip pernyataan aktivis perempuan Antik Bintari dalam Webinar yang diselenggarakan Kemen PPPA pada peringatan IWD 2021 mengatakan : “Mari bersama-sama kita, sebagai perempuan untuk saling mendukung dan memotivasi agar perempuan dapat berdaya dan memberdayakan perempuan lainnya. Kami perempuan juga membutuhkan laki-laki untuk menjadi mitra dalam mewujudkan kesetaraan gender dan menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Mari kita ciptakan Indonesia tanpa kekerasan terhadap perempuan dan anak”, perempuan berdaya adalah perempuan yang merdeka dalam berpikir dan bertindak, perempuan yang mampu menentukan pilihan-pilihan terbaik bagi kehidupannya tanpa rasa takut dan terbebas dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi.

Tidak untuk diperdebatkan semua data/fakta yang ada saat ini berkaitan rendahnya angka partispasi kaum perempuan memunculkan terjadinya kesenjangan dan ini merupakan sebuah cerminan bahwa kaum perempuan di Indonesia masih merasakan adanya ketidak adilan dan minimnya kesempatan yang diberikan untuk berpatisipasi dalam berbagai bidang baik dari akses, partisipasi, manfaat, dan kontrol. Hal ini  (masih) terjadi dari waktu ke waktu karena masih ada mindset yang tertanam bahwa perempuan hanya mengurusi urusan domestik saja dan tidak berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Untuk itu perlu adanya upaya membentuk perspektif baru dari para pemangku kepentingan yang memungkinkan perempuan untuk terlibat aktif dalam merumuskan kebijakan yang relevan serta mampu membangun kapasitas perempuan dalam bidang TIK sangat diperlukan.

Sebagai penutup, tidak ada salahnya jika kita melakukan kontempelasi sejenak kedalam era revolusi industri 4.0 menuju era 5.0 yang menghubungkan kesetaraan gender ini dengan digitalisasi akan membuahkan “everything connected to everything”  di era ini semua dimungkinkan untuk saling terhubung. Kita dukung dan beri semangat serta apresiasi buat para “Srikandi Indonesia” untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender sebagaimana yang dicita-citakan sosok Kartini dengan semangat emansipasinya, tanpa keluar dari fitrahnya sebagai wanita.

“Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan penyesalan datang karena kamu selangkah lagi untuk menang”. (R.A Kartini)

Bagaimana menurut pendapat Anda…………..?

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Suryana

Hobi membaca untuk menambah wawasan. Belajar dan pembelajaran menjadi menu tetap keseharian. Berbagi ilmu dan pengalaman melalui UNIVERSITAS RAHARJA-TANGERANG.

Artikel: 18

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *