Pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran penting dalam hidup, krisis yang melanda mengingatkan bahwa saat ini kondisi sedang tidak stabil, beberapa aspek kehidupan merasakan dampak yang begitu mendalam. Aspek ekonomi mejadi salah satu yang paling mengalami goncangan dan begitu terdampak baik itu skala makro maupun mikro. Masyarakat masih berjibaku untuk tetap bertahaan dalam situasi dan kondisi yang ada. Bukan hal yang bisa disepelekan begitu saja , oleh karena itu dibutuhkan sebuah perencanaan matang termasuk dalam hal perlilaku konsumsi harus dikontrol sehingga tetap berada dalam sebuah keseimbangan. Dalam ekonomi islam terdapat sebuah konsep yang mencoba membawa manusia sebagai pelaku ekonomi untuk memperhatikan cara konsumsi yang baik dan dapat diterima secara universal.
Konsep konsumsi yang islami tentunya membuat seorang konsumen selalu mempertimbangkan berbagai aspek sehingga kegiatan konsumsi bukan hanya semata untuk pemenuhan keinginan dalam mencapai sebuah kepuasan tertentu. Akan tetapi, konsumsi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berorientasi pada pencapaian maslahah. Selanjutnya muncul sebuah pertanyaan “apa sebenarnya yang dimaksud dengan maslahah?”. Maslahah merupakan sebuah formulasi yang merangkum manfaat dan keberkahan dalam satu formula, seseorang akan merasakan manfaat terhadap apa yang dia konsumsi berupa pemenuhan kebutuhan secara fisik, psikis serta mental. Selain itu, seseorang akan memperoleh keberkahan ketika ia mengkonsumsi sesuatu yang halal lagi toyyib. Islam juga menganjurkan untuk tidak berperilaku boros atau berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi sesuatu.
Perilaku hemat dapat membatu menjaga ritme pengeluaran di masa krisis atau new normal, bukan hanya ajaran islam yang mengajurkan kita untuk senantiasa hemat. Namun, jika dilihat dari kaca mata ilmu fisika khususnya merujuk pada hukum newton dapat ditarik sebuah benang merah antara hukum newton dengan scara bersikap dalm menghadapi situasi krisis di masa pandemi.

Hukum newton I : “Jika resultan dari gaya-gaya yang bekerja pada benda sama dengan nol maka benda diam akan tetap diam dan benda bergerak lurus beraturan akan tetap bergerak lurus beraturan. Benda yang mulanya akan selalu diam mempertahankan kediamannya tersebut atau dikenal dengan hukum kemalasan (Inersia”).
Pada situasi dan kondisi pandemi memberikan celah untuk bersikap malas disebabkan adanya pembatasan untuk beraktifitas diluar rumah dan hal tersebut senanda dengan hukum Newton I ketika sesorang memilih untuk tidak bergerak (bekerja) sama sekali maka orang tersebut akan selalu dalam lingkar krisis yang semakin mencekik. Akan tetapi, dalam hukum ini juga menjelaskan konsep bahwa saat benda bergerk lurus maka akan terus bergerak lurus beraturan demikian pula saat krisis terus berlangsung dan penuhan kebutuhan hidup terus meningkat dimana kendatinya tidak dapat dibendung maka usahapun tidak boleh berhenti termasuk dalam menjaga kestabilan keuangan, salah satunya menghemat sehingga maslahah tetapi dapat dicapai.
Hukum newton II: “Percepatan dari suatu benda akan sebanding lurus dengan jumlah gaya (resultan gaya) yang bekerja pada benda tersebut dan berbanding terbalik dengan massanya. Semakin besar suatu gaya maka semakin besar percepatan benda dan semakin besar massa suatu benda maka makin kecil percepatan benda”.
Saat dihadapkan oleh situasi krisis tindakan solutif sangat diperlukan, kegesitan mengambil tindakan akan sangat membantu dalam beradaptasi terhadap situasi yang sedang dihadapi, jangan menjadikan krisis sebagai penghalang atau beban hidup karena akan mempengaruhi produktivitas. Saat produktivitas mengalami penurunan secara tidak langsung akan memberikan efek terhadap tingkat penadapatan, dilain sisi pendapatan menjadi salah satu factor yang mempengaruhi pola konsumsi seseorang. Dalam ajaran islam sesorang yang mempunyai penadapatan banyak, tidak serta merta membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dalam jumlah yang sesuai keinginan, oleh sebab itu diperlukan batasan penggunaan anggaran dengan mempertimbangkan perilaku israf (berlebih-lebihan).
Agar terhindar dari perilaku israf dibutuhkan sebuah prinsip dasar “ jika mengkonsumsi suatu barang, maka harus menciptakan sebuah maslahah”. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah mengkonsumsi barang menciptakan maslahah atau tidak;
- Barang lama yang masih ada tidak menimbulkan hal yang sia-sia.
- Jenis barang habis pakai memberikan manfaat yang tinggi.
- Suatu barang memiliki tingkatan kelayakan standar atau lebih besar.
- Menimbulkan opportunity cost yang tinggi jika tidak dikonsumsi.
- Mengkonsumsi suatu barang tidak mengandung tujuan batil.
Hukum newton III: “Setiap bentuk aksi akan menciptakan sebuah reaksi”.
Pandemic Covid-19 memaksa masyarakat untuk melakukan berbagai pekerjaan harus dilakukan di rumah, oleh sebab itu sebagai bentuk reaksi akan kondisi tersebut , berdasarkan data Global food industry bahwa beberapa aktifitas konsumsi mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan mengacu pada perubakan perilaku konsumsi masyarakat secara global. Di media social, terdapat peningkatan pencarian informasi tentang system kekebalan tubuh yang mencapai 66 persen, di Thailand percakapan tentang kekebalan tubuh mencapai angka 809 persen dan di Singapura mencapai angka 488 persen. Di cina sebanyak 67 persen orang berbelanja kebutuhan makanan segar dengan intensitas dua kali dalam sepekan dan sebanyak 80 persen memberikan respon bahwa mereka akan selalu memperhatikan pola makan sehat saat pandemic telah berakhir, sementara di Austaralia, pada bulan Maret volume penjualan makanan segar naik menjadi 5,1 persen hal senada yang terjadi di Amerika penjualan makanan segar di toko eceran naik mencapai angka34 persen.
Situasi yang penuh dengan ketidakpastian juga menimbulkan reaksi akan permintaan konsumen terhadap komuditas atau produk yang memiliki daya tahan lama, seperti makanan ringan, makanan beku, makanan kaleng serta makanan olahan dan kemasan. Konsumen di Amerika juga mengalami perubahan perilaku konsumsi akan makanan kemasan, dan kudapan yang meingkat mencapai angka 42 persen serta permintaan makanan kaleng juga meningkat sebesar 33 persen. Selain di Amerika dibeberapa negara juga mengalami hal serupa seperti Penjualan makanan kemasan di Italia meningkat lebih dari 111 persen, di Inggris penjualan daging kaleng masuk ke Inggris naik sebesar 123,5 persen pada bulan Maret 2020.
Pada sektor penjualan online, dibeberapa negara mengalami lonjakan penjualan barang online, misalnya di Cina penjualan produk online mengalami lonjakan yang cukup signifikan dari 215 persen naik menjadi 260 persen, di Arab Saudi, melonjak naik dari 6 persen menjadi 55 persen begitu pula yang di alami oleh perusahaan Amazon di Amerika penjualan bahan makanan secara online meningkat mencapai sebesar 23 persen.
Demikian integrasi hukum newton dan konsep konsumsi dalam islam secara umum. Namun, perlu diketahui dalam melakukan pemetaan anggaran untuk kosumsi harus dilakukan dengan merujuk pada tingkat kebutuhan.
Kebutuhan dalam islam menurut Syatibi meliputi 3 tingkatan kebutuhan sebagai berikut:

1. Kebutuhan Dharuriyyah, dimana kebutuhan ini menjadi sesuatu yang wajib dipenuhi karena merupakan sebuah kebutuhan mendasar untuk menjaga kemaslahatan hidup, kemaslahatan dapat tercapai ketika lima unsur penting yang meliputi agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta senantiasa terpelihara dengan baik.
2. Kebutuhan Hajiyah, kebutuhan yang kedua ini bertujuan untuk memudahkan, atau menghilangkan kesulitan dalam pemeliharaan yang lebih baik terhadap lima unsur pokok kehidupan manusia, dengan kata lain kebutuhan ini hadir untuk menjaga dan mengokohkan kebutuhan dharuriyah.
3. Kebutuhan Tahsiniyah, kebutuhan yang dapat dipenuhi ketika kebutuhan dharuriyah dan kebutuhan hajiyah terpenuhi, kebutuhan ini meliputi semua barang yang membuat hidup menjadi lebih mudah tanpa berlebih-lebihan.
Dalam pemenuhan tiga kebutuhan yang disebutkan diatas semata-mata semuanya bermuara pada pemeliharaan 5 unsur kehidupan demi mencapai maslahah sehingga mampu membuat seseorang memperoleh falah (kebahagiaan dunia dan akhirat).