Masuk pada era digital saat kini, semua pihak dari level makro hingga mikro/ individu selalu memperhatikan substansi identitas masing-masing untuk melakukan kegiatan di dunia virtual. Substansi identitas tersebut dapat disebut sebagai data lantaran sangat berguna untuk entry terhadap akses di semua sektor seperti transaksi jual-beli, media sosial, hingga prosumsi informasi. Namun, tentu saja, tak selalu dengan adanya data, semua pihak dapat merasakan manfaatnya. Pemerintah desa contohnya, sampai sekarang soal data masih menjadi kendala pembangunan bagi dirinya dan juga masyarakat luas. Padahal apabila dapat presisi, acuan rencana pembangunan ke depan dapat menghasilkan sesuatu yang efisien dan efektif.
Meskipun telah tak semua, namun mayoritas desa di Indonesia masih mengalami carut-marutnya data wilayah masing-masing baik itu demografi, geografi, maupun bidang-bidang lainnya. Paling tidak terdapat 3 penyebab yang menjadikan permasalahan tersebut nyata. Pertama, jelas mengenai teknologi, perangkat yang dimiliki oleh pemerintah desa sampai saat kini dapat dikatakan belum ada yang mampu menjangkau seluruh wilayahnya secara spasial untuk meninjau struktur lahan di areanya. Padahal, hadirnya teknologi mampu membawa dampak yang positif bagi desa apabila dimanfaatkan. Misalkan saja seperti drone, drone sendiri yang mampu diterbangkan di area pedesaan sebenarnya saat kini telah membawa peranan terhadap pengukuran lahan secara spasial dari atas. Batas lahan, kondisi lahan, bahkan di sekitarnya telah mampu diidentifikasi oleh drone sebagaimana indra penglihatan dari adanya teknologi. Sehingga, di akhir peta dari luasan lahan yang ada di pedesaan mampu terakomodasi dengan baik.
Kedua, tentu soal Sumber Daya Manusia (SDM), dalam hal ini keahlian dan keterampilan yang dimiliki masyarakat desa kurang mampu memfasilitasi hadirnya data desa. Bahkan sekalipun aparat pemerintah pun baik tingkat desa maupun kecamatan, keterbatasan keterampilan pada SDM-nya seringkali terjadi. Sensus misalkan, ide untuk mendata melalui sensus pun seringkali terabaikan begitu saja. Meskipun memakan waktu yang lama, paling tidak keterbaruan data bisa didapatkan pemerintah desa. Beda halnya bila tidak difokuskan, maka data pun tidak diperbarui dengan baik. Sangat disayangkan memang, persoalan SDM masih meliputi pendataan yang dilakukan oleh desa. Nantinya bisa terjadi, segi perencanaan hingga pelaksanaan kebijakan terhadap masyarakat desa pun akan terancam kurang efisien dan efektif.
Ketiga, tak lain pasti saja soal pendanaan menjadi fokus tersendiri dalam penyelenggaraan kehadiran data desa. Sumber dana yang didapatkan akan menjadi bagian untuk mengakomodasi keperluan materi daripada pihak-pihak terlibat. Meskipun wujudnya berupa output data yang tergambarkan atau terdokumentasi secara kuantitatif, prosesnya mesti dihargai agar data desa mampu presisi.
Berdasarkan 3 permasalahan mengenai kurang hadirnya data, upaya yang selama ini dibutuhkan bagi desa sebenarnya telah terangkum dalam program Data Desa Presisi (DDP). Program yang dicanangkan dan masif sejak tahun 2020 dari Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut mampu mengentaskan sekaligus menghadirkan data desa baik secara umum maupun tematik seperti untuk keperluan program PKK, Keluarga Berencana, maupun Indonesia Pintar. Kehadiran DDP selama ini mampu menggabungkan data spasial dan sensus secara baik untuk keseluruhan wilayah maupun penduduk yang ada di desa. Melalui basis big data di server, aplikasi yang mewadahkan pengambilan data sensus dapat tersimpan untuk diolah menjadi data monografi dengan baik. Tak hanya itu, data spasial dari drone pun ujungnya mampu menunjukkan setiap rumah tangga yang disensus sebelumnya.
Keluaran yang dihasilkan oleh DDP memang telah menjadi acuan rencana pembangunan bagi sebagian desa saat kini. Dengan keunggulannya yang cepat, murah, dan presisi, penyelenggaraan DDP sudah seharusnya dimaksimalkan pada seluruh desa di Indonesia. Belum lagi olahan-olahan yang tematik mampu membuat program sebelumnya di desa berjalan optimal. Namun tentu saja ke depan, kemitraan dari sisi perguruan tinggi dengan pemerintah desa harus diwujudkan terlebih dahulu sebelum program dimulai pada tataran desa.
Tulisan ini dirujuk dari penggagas Data Desa Presisi Dr. Sofyan Sjaf (2020) sebagai Wakil Kepala LPPM IPB Bidang Pengabdian kepada Masyarakat.