Era Pandemi telah merubah berbagai aspek kehidupan menjadi lebih sulit terutama sektor ekonomi dan pembangunan dengan semakin banyaknya usaha yang bangkrut, pekerja di rumahkan hingga terus naiknya angka kemiskinan secara global. Bahkan dalam berbagai data dari Bank Dunia menunjukkan dunia saat ini mengalami masalah yang multikompleks, crowded dan unpredictable karena sekitar 235 Juta orang mengalami masalah kemiskinan dan kesejahteraan sosial. Hal tersebut tentunya memicu berbagai permasalahan baru yang sudah tergambar selama 1 tahun ini, yaitu meningkatnya angka kejahatan siber (cyber crime) melalui berbagai modus penipuan baik di Negara-negara adidaya maupun Negara-negara berkembang, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Hongkong.
Permasalahan bersifat privat atau masalah rumah tangga mengenai peningkatan angka perceraian dan kekerasan rumah tangga di seluruh dunia, bahkan Singapura mencatat sekitar 30 persen terjadi konflik rumah tangga dan KDRT akibat masalah ekonomi era Pandemi. Puncaknya tentu menajamnya konflik politik di setiap Negara yang menganggap pemerintah tidak bisa mengatasi persoalan penyebaran Covid-19 yang berdampak besar terhadap keberlanjutan hidup masyarakat yang serba susah dan kekurangan, bahkan Amerika Serikat mengalami itu sendiri, termasuk Indonesia sendiri.
Catatan ringkas 1 (satu) tahun era Pandemi itu tentunya menjadi bahan evaluasi bersama bagi kita semua, terutama bangsa Indonesia melalui stake holders yang diberikan otoritas untuk mengatasi masalah pandemi yang tidak kunjung usai serta memiliki pengaruh langsung dengan kondisi masyarakat yang ditandai dengan menurunnya daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, penting bagi pemerintah untuk menurunkan ambisi pembangunan besar-besaran seperti yang dilakukan sebelum era pandemic untuk lebih focus mengatasi masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial sebagai basis kinerja dan orientasi keberhasilan dalam pembangunan era pandemi ini, diantaranya dengan menguatkan kebijakan dan pembangunan berkelanjutan berbasis Filantropi Multidimensional sebagai upaya memperkuat solidaritas bangsa dan integrasi sosial antara dalam mengatasi permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat, terutama kondisi ekonomi masyarakat menengah ke bawah yang mengalami kesulitan dalam urusan rumah tangga dan pemenuhan kebutuhan primernya.

Pembangunan Nasional Berbasis Filantropi Multidimensional
Hilman Latief (2013) mengkorelasikan gagasan filantropi ini sebagai sebuah penguatan sikap kedermawanan dan welas asih yang dlakukan seseorang dengan potensi dan kemampuan ekonomi tinggi sehingga timbul rasa peduli (care) untuk membantu orang lain yang memiliki masalah ekonomi dan kesejahteraan sosial sehingga memberikan perubahan pada kondisi masyarakat, sebab jika dilihat secara defininitif Filantropi (Philanthropy) berasal dari bahasa Yunani, Philos (berarti Cinta), dan Anthropos (berarti Manusia), sehingga secara terminologi Filantropi merupakan tindakan yang bersifat aplikatif dengan prinsip giving, services dan assocaiation dengan praktik memberikan sesuatu yang bersifat material, pelayanan terhadap sebuah kondisi sulit serta terasosiasi membantu kesulitan dan kesusahan orang lain berlandaskan volunteer atau sukarela berdasarkan rasa simpati dan rasa cinta.
Menurut James O. Midgley (dalam Tamin, 2011), aktifitas filantropi sebenarnya merupakan modal sosial bangsa Indonesia yang keberadaannya sudah menjadi kultur di masyarakat pedesaan dengan semboyan dan praktik gotong royong sebagai pribadi bangsa, bahkan angkanya terus naik menjadi 48 persen sejak Indonesia dilanda krisis moneter 1998 hingga krisis global tahun 2004. Bahkan Jusuf (2007) mengklasifikasikan filantropi menjadi 2 (dua) macam, yaitu, Filantropi Tradisional dan Filantropi Modern.
- Filantropi Tradisional, merupakan aktifitas kepedulian yang berorientasi pada pemberian sesuatu berupa barang/benda/jasa dari kelompok masyarakat yang memiliki basis ekonomi yang lebih kuat terhadap kelompok masyarakat yang lebih lemah sebagai pelayanan dan praktik sosialnya.
- Sedangkan Filantropi Modern, dimaknai sebagai bentuk kepedulian yang berorientasi pada kepentingan makro terutama dalam menuntaskan permasalahan pembangunan sosial yang sifatnya grounded dan menebalkan keadilan sosial melalui berbagai bentuk mobilisasi sumber daya dalam mendukung ketimpangan pembangunan dan kemiskinan di dalam masyarakat. Bahkan upaya yang dilakukan masuk pada wilayah politis yang mendorong kebijakan dan ketetapan strategis dalam melakukan perubahan structural dan keberpihakan pada kondisi minor dari masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan pandangan dan realitas tersebut tentunya kondisi saat ini di Indonesia butuh menguatkan dan mendorong kegiatan Filantropi Multidimensional sebagai basis kebijakan baru yang didukung dengan penguatan peraturan dan perundang-undangan yang masih belum rinci mengatur kebijakan tersebut sebagai upaya membangkitkan kembali kondisi ekonomi Indonesia yang tumbang akibat pandemic yang berkepanjangan.
Penguatan program pembangunan berkelanjutan melalui filantropi multidimensional tentu sebuah keharusan dalam upaya mengentaskan kemiskinan akibat pandemi, sebab jika menggunakan dana APBN yang angkanya sekitar 2.200-an Trilyun, tentu tidak akan mampu mengatasi permasalahan sosial yang diakibatkan terus merebaknya covid-19, karena berbagai faktor kependudukan dan luas wilayah.
Oleh sebab itu perlu digagas serta disinkronkan semua dana pembangunan diluar pendapatan Negara dengan berbagai sumber pendapatan dengan program filantropi multidimensional termasuk penggunaan dana CSR dan Charity dengan berbagai pendekatan dan kesepahaman.
Akan tetapi, semuanya harus diatur sedemikian rupa sehingga upaya kolektif tersebut antara Pemerintah yang memiliki program sosial, Perusahaan yang memiliki dana CSR dan Lembaga-lembaga donasi, Amal, Amil dan berbagai bentuk charity bisa bersama-sama bergandengan tangan menuntaskan persoalan kemiskinan dan kesejahteraan sosial yang terjadi selama pandem. Apalagi Islam memaknai semua proses tersebut dengan purifikasi harta benda, dan mewujudkan dictum bahwa di dalam harta yang dimiliki oleh orang-orang kaya terdapat hak untuk orang-orang miskin melalui aplikasi zakat beserta turunannya yang diatur oleh Arkan Al-Islam.

Filantropi Perspektif Islam dan Peranannya Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Era Pandemi
Filantropi merupakan paradigm baru dalam ilmu pengetahuan Islam, akan tetapi substansi lama melalui penggunaan istilah Al-tarahum yang memiliki arti kasih sayang dan Al-Ashabiyah yang memiliki makna solidaritas berkaitan dengan hubungan masyarakatmenurut Ibnu Khaldun (dalam Tazid, 2020) yang daplikasikan dalam berbagai definisi disebut Al-ata’ Al-Ijtima‘ yang siartikan sebagai pemberian sosial. Filantropi perspektif Islam juga memiliki cakupan luas mengenai Al-Takaful Al-Insani yang membahas ‘Ata Khayri yang merupakan pemberian untuk kebaikan dalam bentuk solidaritas kemanusiaan.
Oleh sebab itu, Ibrahim (2008) menyebutnya dengan Al-Bir dengan bentuk perbuatannya As-Shadaqoh.
Rahardjo (2003) melihat Filantropi sebagai kajian yang elaboratif yang sifatnya implementatif berkaitan dengan diskursus keadilan sosial yang seharusnya terjadi pada suatu wilayah atau Negara.
Bahkan Qur’an dalam Surat Al-Baqarah ayat 215 memerintahkan “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah: Apapun kebaikan yang kamu infakkan kepada orang tua dan keluarga, anak yatim, orang miskin, dan orang asing, dan kebaikan apapun yang kamu lakukan, Allah pasti mengetahuinya‟.
Artinya dengan melihat penjelasan dan makna yang terkandung dalam ayat Al-Quran, jelas bahwa prinsip Filantropi perspektif Islam kebaikan merupakan tujuan akhir dari berbagai praktiknya melalui berbagai bentuk, baik Zakat, Infaq dan Shadaqah seperti yang digambarkan Sayyid Sabiq, bahkan dimensi dari filantropi merupakan sebuah dimensi yang bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia (hablum minannas) melainkan hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah) melalui praktik kebaikan, sedangkan kebaikan dalam pembangunan berkelanjutan berbasis filantropi multidimensional mengenai peranan zakat dalam pembangunan ekonomi nasional.
Zakat bukan hanya dimaknai sebagai aktifitas syari’at yang mengatur manusia dalam pelaksanaan kewajibannya kepada Tuhan, melainkan Zakat memiliki makna yang lebih substansial mengenai tindakan gotong royong dalam membantu orang lain yang memiliki kategori tertentu yang dikenal dengan Mustahik atau orang yang berhak menerima zakat, termasuk orang Faqir dan orang miskin sebagai prioritas pelaksanaannya. Bahkan Hafidhuddin (2002) memetakan zakat memiliki banyak Hikmah dan manfaat diantaranya:
- Rasa syukur dan upaya menumbuhkan rasa kemanusiaan
- Membantu para Mustahik
- Ladang Amal dan berbuat kebaikan
- Distribusi Pendapatan
- Penyediaan Sarana dan Prasana Keummatan
Selain Zakat ada Infaq yang dimaknai sebagai upaya membelanjakan harta untuk kepentingan tertentu dan Shadaqoh yang merupakan pemberian sesuatu kepada orang lain dalam bentuk material atau non-material merupakan implementasi filantropi dalam pandangan Islam dan Waqaf yang dimaknai sebagai pemberian sesuatu berupa benda yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas.
Berdasarkan data yang diuraikan Baznas Tahun 2018, akumulasi potensi Zakat Nasional yang dikelola profesional mencapai 230 Triliyun serta mampu mengentaskan kemiskinan hingga 28 persen berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Bahkan melalui penyaluran bantuan melalui lembaga pengelola kepada UMKM, memiliki manfaat yang sangat besar terhadap stimulus perekonomian nasional dan terjadi perputaran ekonomi Indonesia dan memiliki manfaat pembangunan.
Apalagi, pengelolaan tersebut masih belum maksimal, sebab masih berada di angka 3-5 persen dari potensi zakat yang seharusnya bisa menjadi program Filantropi Nasional melalui berbagai penguatan, terutama validitas data, sumber daya manusia, sistem yang proporsi serta daya dukung melalui hukum dan undang-undang. Jika semua hal tersebut bisa dilakukan secara maksimal, maka akan memiliki multiplier effect bagi keberlanjutan pembangunan terutama momentum kebangkitan ekonomi Indonesia di bulan suci Ramadhan melalui pengelolaan program Filantropi yang efektif-efisien melalui berbagai bentuk dan pendekatan yang profesional sebagai upaya mendongrak dan menggenjot kembali pertumbuhan ekonomi Indonesia yang carut marut akibat serangan bertubi-tubi Covid-19, sehingga Indonesia pada tahun 2020 mengalami kontraksi ekonomi sebesar 2,07 persen dibandingkan tahun 2019.
Jika menilik semua potensi tersebut berdasarkan hitungan kumulatif, Antara potensi CSR yang mencapai 12 Triliyun pertahun, program dana sosial mencapai 105 Triliyun dan potensi zakat 230 Triliyun, maka bisa dibayangkan berapa angka yang dimiliki bangsa ini untuk mengatasi berbagai program pembangunan nasional era pandemi, terutama program pengentasan kemiskinan dan masalah kesejahteraan sosial yang diakibatkan oleh Covid-19. Selamat Berpikir!
Sumber:
Amalia Euis,( 2009). Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo
Hafifuddin Didin, (2002). Zakat Infak dan Sodakoh. Jakarta: Gema Insani
______________, (2002), Zakat Dalam Perekonomian Modern, cet 2 Jakarta: Gema Insani Pers
Ibrahim Barbara. (2008). From Charity to Social Change: Trends in Arab Philanthropy Kairo: American University in Cairo Press
Tazid, Abu. (2020). Interrelasi Disiplin Ilmu Sosiologi. Catatan Kunci dan Ikhtisar Teoritik. Surabaya: Jakad Media Publishing
Wow 500 T, potensial bgt program Filantropi kita yak, trm ksh atas infonya Pak Abu
Barokah Zakat, Subhanallah
Baru tau, Amazing
Cukup menjanjikan sekali ternyata, saya Ndak tau istilah filantropi itu apa maksudnya, dapet pencerahan pak
Tulisane Josss👍
Sip, mantap
Sekedar masukan Pak, potensi Zakat kita mencapai 322 T jika benar’ di garap
Wow ternyata besar ya dana filantropi kita