Akhir-akhir ini cuaca esktrim terjadi di beberapa wilayah. Akibat hujan dengan intensitas yang tinggi menyebabkan terjadinya banjir bandang di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada awal April lalu dan telah memakan korban jiwa serta merusak fasilitas umum. Pada awal April lalu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah melakukan peringatan dini tentang pembentukan bibit Siklon Tropis 99S yang dikenal dengan sebutan siklon tropis seroja. Hal ini menyebabkan terjadinya hujan deras disertai angin kencang di wilayah NTT.
Saat ini siklon tropis seroja yang menerjang wilayah NTT menjadi siklon tropis terkuat. Hal ini dikarenakan kedasyatan siklon tropis tersebut dan masuk hingga ke daratan. Tidak hanya wilayah NTT, wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) juga harus mewaspadai terjadinya siklon tropis seroja. Pada awal April lalu, wilayah-wilayah tersebut diprediksi mengalami hujan dengan intensitas tinggi disertai angin kencang dan petir.
Tidak hanya mengalami siklon tropis seroja, pada April ini Indonesia dilanda kembali gempa bumi, terutama di wilayah Malang, Jawa Timur. Gempa yang terjadi pada Sabtu (10/4) yang berkekuatan magnitudo (M) 6,1 telah merusak ratusan bangunan dan menelan korban jiwa. Gempa tersebut tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di wilayah Malang saja, namun juga dirasakan oleh masyarakat di provinsi lainnya.
Berdasarkan deklarasi World bank, kejadian bencana yang terjadi pada tahun 2018 hingga 2020 membuat Indonesia menjadi salah satu dari 35 negara di dunia dengan tingkat ancaman bencana alam tertinggi. Selain itu, kerugian yang dialami Indonesia akibat bencana alam pun cukup besar, misalnya pada tahun 2019, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kerusakan rumah yang diakibatkan bencana alam di Provinsi NTT yaitu sebanyak 815 rumah untuk rusak ringan, sebanyak 30 rumah untuk rusak sedang, dan sebanyak 244 rumah untuk rusak berat. Selain itu, pada peristiwa banjir bandang yang lalu di wilayah NTT menyebabkan terjadinya pemadaman listrik di kabupaten atau kota sehingga mengganggu aktivitas.
Antisipasi terhadap Bencana
Antisipasi terhadap bencana adalah salah satu langkah untuk mengurangi dampak terjadinya bencana alam. Saat ini masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai antisipasi terhadap bencana alam. Menurut Carolina (2018) masyarakat masih kurang memahami tentang bencana. Hal ini disebabkan masih minimnya mitigasi bencana bahkan di aparatur pemerintahan budaya mitigasi bencana belum seluruhnya terjangkau.
Mitigasi bencana bukanlah suatu hal yang tidak penting, hal ini dikarenakan Indonesia merukan salah satu negara yang sangat rawan terjadinya bencana alam. Oleh karena itu, mitigasi bencana merupakan suatu hal yang penting dan sebaiknya diketahui oleh seluruh pihak. Hal ini dikarenakan mitigasi bencana merupakan upaya untuk mengurangi risiko dari suatu bencana, terutama yang terjadi di negeri ini.
Sosialisasi Mitigasi Bencana
Dalam memingkatkan pengetahuan mitigasi bencana maka diperlukan sosialisasi. Sosialisasi tidak hanya ditujukan kepada masyarakat umum namun berlaku juga untuk kalangan stakeholder. Sosialisasi dilakukan untuk memberikan pengetahuan dan pelatihan dalam menghadapi keadaan darurat jika bencana datang secara tiba-tiba agar dapat melindungi diri sendiri, keluarga, kerabat, maupun harta benda sehingga kerugian yang dialami tidak cukup banyak. Melalui sosialisasi tersebut, secara langsung dapat melatih kepekaan masyarakat dalam merespon bencana. Selain itu, masyarakat dapat mengetahui karakteristik wilayah yang mereka tempati terutama di wilayah yang rawan bencana berdasarkan pengalaman yang terjadi di masa lampau.
Namun, terkadang masih ditemukan sosialisasi mitigasi bencana yang hanya dilakukan pasca terjadinya bencana. Akibat banyak bangunan yang rusak, memakan korban jiwa, serta kerugian-kerugian lain yang ditimbulkan sehingga pihak-pihak tertentu baru menyadari bahwa sosialisasi mitigasi bencana adalah hal yang penting.
Sosialisasi mitigasi bencana tidak hanya diperuntukkan untuk orang dewasa. Oleh karena itu, sangat penting apabila dilakukan sosialisasi mitigasi bencana di sekolah-sekolah. Apabila belum dapat diadakan pertemuan secara langsung, maka sosialisasi dapat dilakukan melalui virtual.
Adanya perkembangan teknologi yang berkembang pesat sehingga sosialisai mitigasi bencana lebih mudah dilakukan. Berdasarkan data BPS, penggunaan internet mengalami peningkatan dalam kurun waktu tahun 2015 hingga 2019. Pada tahun 2015, persentase penduduk yang mengakses internet sebesar 21,98 persen sedangkan pada tahun 2019 sebesar 43,51 persen. Melalui peran media, terutama internet, sosialisasi mitigasi bencana dapat menyebar secara serentak dan dalam kurun waktu yang cepat. Oleh karena itu, diharapkan fungsi media yang dimanfaatkan untuk sosialisasi mitigasi bencana dapat memberikan informasi dan mengubah sikap masyarakat untuk lebih peka dalam merespon bencana.
Selain sosialisai mitigasi bencana, alangkah sebaiknya disediakan peta zona bahaya bencana, rute jalur evakuasi, serta pengungsian. Hal ini dilakukan agar masyarakat dan relawan dapat bergerak cepat apabila bencana datang. Kemudian, diperlukan penambahan fasilitas kesehatan untuk pertolongan pertama korban bencana. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan banyak pihak dalam antisipasi bencana di negara rawan bencana yang dilakukan sebelum bencana terjadi.