Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri, Apa Fungsinya?

Pendahuluan

Dalam Perpres Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP), pemerintah mewajibkan sebuah Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri yang digunakan untuk menilai seberapa baik instansi dalam mencapai target penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) dan keterlibatan UMKM. Indeks ini bukan sekadar angka semata, melainkan alat penilaian strategis untuk mendorong belanja publik yang berpihak pada industri lokal, transparan, dan akuntabel.

1. Definisi Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri (PDN)

Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri (PDN) adalah alat ukur kuantitatif yang digunakan pemerintah untuk menilai sejauh mana instansi pemerintah mematuhi kewajiban penggunaan produk dalam negeri dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP). Indeks ini menggambarkan komitmen nyata suatu instansi dalam mengalokasikan anggaran belanjanya untuk produk buatan lokal, baik dari industri besar, UMKM, maupun koperasi yang memenuhi kriteria Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Pada dasarnya, indeks ini berfungsi sebagai indikator keberpihakan pemerintah terhadap produk dalam negeri. Nilai indeks yang tinggi menunjukkan bahwa instansi telah berhasil menjalankan prinsip kemandirian ekonomi nasional, sementara nilai yang rendah menjadi peringatan perlunya peningkatan perencanaan dan pelaksanaan pengadaan yang lebih pro-PDN.

1.1 Makna Angka dalam Indeks

  • Nilai 100% berarti seluruh anggaran pengadaan yang dilaksanakan instansi digunakan untuk membeli barang/jasa berasal dari dalam negeri, mencakup dua aspek penting:
    • Produk yang memiliki sertifikat TKDN sesuai ambang batas minimal yang ditentukan regulasi;
    • Kontrak yang diberikan kepada UMKM dan koperasi dalam negeri, sesuai target minimal 40% sebagaimana ditetapkan dalam Perpres 46/2025.
  • Nilai di bawah 100% menunjukkan bahwa sebagian anggaran pengadaan masih digunakan untuk membeli produk/jasa dari luar negeri, atau diberikan kepada penyedia yang tidak memenuhi kriteria TKDN dan bukan UMKM/koperasi.

Nilai indeks ini bukan hanya refleksi administratif, melainkan representasi atas efektivitas kebijakan penguatan industri nasional. Semakin tinggi indeks yang dicapai suatu instansi, semakin besar pula kontribusinya terhadap perekonomian domestik dan penguatan ekosistem usaha kecil di Indonesia.

1.2 Unsur-Unsur Utama dalam Penghitungan Indeks

Penghitungan Indeks Kepatuhan PDN bersifat proporsional dan berbasis data kontrak. Terdapat dua komponen utama yang menjadi dasar perhitungannya:

a. Anggaran PDN

Merupakan jumlah nilai kontrak dari pengadaan barang/jasa yang memenuhi salah satu atau kedua kriteria berikut:

  • Produk Bersertifikat TKDN: Barang/jasa yang berasal dari penyedia dalam negeri dengan tingkat kandungan lokal tertentu, yang dibuktikan dengan sertifikat TKDN dari Kementerian Perindustrian.
  • Penyedia UMKM/Koperasi Dalam Negeri: Kontrak pengadaan yang diberikan kepada pelaku usaha berskala kecil dan menengah, atau koperasi berbadan hukum Indonesia, terdaftar dalam sistem pengadaan nasional.

Dalam praktiknya, seluruh penyedia lokal yang memenuhi kriteria ini akan diklasifikasikan dalam sistem e-Kontrak sebagai “PDN-compliant”, dan nilainya diakumulasikan sebagai bagian dari Anggaran PDN.

b. Anggaran Total PBJP

Merupakan total nilai seluruh kontrak pengadaan yang dilakukan oleh instansi dalam periode pelaporan tertentu (biasanya triwulanan, semesteran, atau tahunan). Ini mencakup semua jenis pengadaan-baik barang, jasa, konstruksi, maupun jasa lainnya-terlepas dari apakah bersumber dari PDN atau impor.

Angka ini memberikan gambaran utuh tentang keseluruhan belanja pengadaan, sehingga dapat digunakan sebagai pembagi untuk menentukan persentase kontribusi PDN.

c. Rumus Indeks

Indeks Kepatuhan PDN (%)=(Anggaran Total PBJPAnggaran PDN​)×100

Rumus ini bersifat universal dan dapat digunakan untuk menghitung indeks pada tingkat:

  • Kementerian/Lembaga pusat;
  • Pemerintah Daerah (provinsi/kabupaten/kota);
  • Satuan kerja atau Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ);
  • Sektor tertentu (misalnya infrastruktur, pendidikan, kesehatan).

1.3 Apa Saja yang Termasuk Produk Dalam Negeri?

Sesuai dengan ketentuan LKPP dan Kemenperin, suatu produk/jasa dikategorikan sebagai produk dalam negeri apabila memenuhi syarat berikut:

  • Diproduksi di Indonesia, baik oleh pabrikan besar, UMKM, maupun koperasi;
  • Memiliki nilai TKDN minimal sesuai batas kategori:
    • Untuk barang: TKDN ≥ 25%
    • Untuk jasa: TKDN ≥ 40%
  • Tercantum dalam katalog elektronik atau memiliki sertifikasi resmi dari instansi teknis (misalnya SNI, ISO, dan/atau label hijau);
  • Diberikan kepada pelaku UMKM/koperasi dalam negeri, sesuai dengan Pasal 20 ayat 3 huruf d Perpres 46/2025.

Jika suatu penyedia memenuhi seluruh syarat ini, maka seluruh nilai kontraknya dapat dimasukkan ke dalam komponen Anggaran PDN.

2. Dasar Kebijakan dan Landasan Hukum

2.1 Pasal-pasal Kunci dalam Perpres 46/2025

  • Pasal 20 ayat 3 huruf d: Menetapkan kuota minimal 40% untuk UMKM/koperasi .
  • Pasal 20 ayat 3 huruf h: Mewajibkan spesifikasi PDN dan kriteria TKDN dalam RKS.
  • Pasal 67: Menyebutkan bahwa Indeks Kepatuhan menjadi salah satu kinerja pokok dalam evaluasi instansi .

2.2 Keterkaitan dengan Kebijakan Pembangunan Nasional

  • RPJMN menargetkan percepatan pemulihan ekonomi pasca-pandemi melalui pemberdayaan industri lokal.
  • Indeks Kepatuhan PDN menjadi indikator kunci untuk mengukur kontributivitas PBJP terhadap pertumbuhan ekonomi domestik.

3. Cara Perhitungan Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri (PDN)

Perhitungan Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri bertujuan untuk mengetahui seberapa besar proporsi belanja pengadaan yang diarahkan kepada produk lokal, termasuk UMKM dan koperasi dalam negeri. Cara menghitungnya tidak rumit, tetapi menuntut kedisiplinan dalam pencatatan data, verifikasi klasifikasi penyedia, dan kesesuaian dokumen kontrak dengan prinsip-prinsip PDN yang diatur dalam Perpres 46 Tahun 2025.

Berikut ini uraian rinci langkah-langkah perhitungannya, dilengkapi dengan prinsip, penjelasan teknis, dan contoh aplikatif:

3.1 Langkah 1: Kumpulkan Data Kontrak PDN

Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan mengklasifikasikan seluruh kontrak pengadaan yang tergolong sebagai penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN). Kriteria kontrak PDN mencakup:

  • Kontrak dengan Penyedia Lokal: Perusahaan yang berkedudukan hukum di Indonesia.
  • Kontrak dengan Produk Bersertifikat TKDN: Barang atau jasa dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai batas minimal. Contoh: TKDN ≥ 25% untuk barang, dan TKDN ≥ 40% untuk jasa lainnya.
  • Kontrak dengan UMKM/Koperasi Dalam Negeri: Usaha berskala kecil atau koperasi berbadan hukum Indonesia, yang didaftarkan dalam sistem pengadaan nasional (e-Katalog, e-Purchasing, atau LPSE lokal).

Sumber data:

  • e-Kontrak LKPP: Berisi klasifikasi penyedia, nilai kontrak, dan tanggal pelaksanaan.
  • SIPD atau SIMDA: Sistem akuntansi keuangan daerah untuk daerah.
  • Dashboard RUP (Rencana Umum Pengadaan): Memberi informasi perencanaan yang sudah terealisasi dan digunakan untuk menyaring kontrak PDN.

Catatan penting: Kontrak dengan penyedia lokal namun tanpa TKDN resmi tidak bisa langsung diklaim sebagai PDN, kecuali penyedianya adalah UMKM/koperasi. Validasi melalui sertifikat TKDN dari Kementerian Perindustrian atau bukti klasifikasi UMKM dalam sistem e-Purchasing diperlukan.

3.2 Langkah 2: Jumlahkan Nilai Anggaran PDN

Langkah kedua adalah menjumlahkan nilai anggaran dari seluruh kontrak PDN yang telah terverifikasi. Yang perlu diperhatikan:

  • Yang dihitung adalah nilai kontrak (purchase order), bukan hanya nilai pembayaran termin.
  • Termasuk seluruh kontrak di tahun berjalan, terhitung sejak 1 Januari hingga 31 Desember.
  • Untuk kontrak multiyears, hanya bagian dari realisasi tahun berjalan yang dihitung.

Tips Teknis: Banyak instansi mencatat nilai termin dalam modul e-Kontrak. Pastikan rekap nilai yang dijumlahkan adalah nilai kontrak yang diteken pada tahun pelaporan, bukan carry over tahun sebelumnya.

3.3 Langkah 3: Kalkulasi Anggaran Total PBJP

Langkah selanjutnya adalah menghitung total seluruh anggaran PBJP yang telah direalisasikan oleh instansi dalam periode yang sama. Ini menjadi angka pembagi utama untuk mengetahui proporsi PDN terhadap seluruh belanja pengadaan.

Ruang lingkup anggaran total ini meliputi:

  • Semua jenis pengadaan: barang, jasa lainnya, konstruksi, jasa konsultansi.
  • Semua jenis penyedia: lokal, asing, importir, konsorsium campuran.
  • Semua metode pengadaan: e-purchasing, tender, penunjukan langsung, swakelola.
  • Semua tingkat nilai kontrak, dari belanja kecil hingga kontrak bernilai miliaran rupiah.

Sumber data utama: dashboard e-Kontrak, laporan SP2D dari BUD, atau rekap dari SIMAK BMN/SIPD. Penting untuk memverifikasi agar tidak terjadi duplikasi atau kekeliruan klasifikasi (misalnya: paket swakelola yang dicatat sebagai kontrak dengan penyedia).

3.4 Langkah 4: Hitung Persentase Indeks

Setelah dua angka utama (Anggaran PDN dan Anggaran Total PBJP) terkumpul dan diverifikasi, kita masuk pada penghitungan indeks menggunakan rumus baku berikut:

Indeks Kepatuhan PDN (%)=(Anggaran Total PBJPAnggaran PDN​)×100

Hasil akhir berupa angka dalam persen, yang menunjukkan seberapa besar porsi belanja pengadaan instansi yang telah mengarah pada penggunaan produk dalam negeri.

  • Nilai ≥ 40% → artinya instansi telah memenuhi kewajiban minimal PDN, khususnya kuota belanja UMKM/koperasi.
  • Nilai ≥ 70% → menunjukkan bahwa instansi telah melampaui target nasional minimum, dan dapat menjadi kandidat penerima penghargaan.
  • Nilai 100% → menggambarkan bahwa semua pengadaan telah diarahkan kepada penyedia lokal atau UMKM, dan menjadi role model.

3.5 Langkah 5: Bandingkan dengan Target Nasional

Setelah mengetahui hasil indeks, instansi wajib membandingkannya dengan target nasional yang ditetapkan melalui regulasi atau Surat Edaran LKPP. Perpres 46 Tahun 2025 menetapkan dua target utama:

  • Target pertama (minimal):40% anggaran PBJP dialokasikan untuk produk UMKM dan koperasi dalam negeri, baik melalui e-Katalog, lokapasar, atau tender langsung.
  • Target lanjutan (maksimal):100% belanja diarahkan kepada produk dalam negeri, apabila semua kebutuhan tersedia secara lokal dan penyedianya telah terdaftar.

Catatan: Setiap instansi dapat menetapkan target internal yang lebih tinggi dari ketentuan minimum nasional. Misalnya, Pemprov A menargetkan 60% belanja dari UMKM pada tahun 2025.

Contoh: Instansi A mengeluarkan Rp 200 miliar total PBJP, dengan Rp 80 miliar dialokasikan ke produk UMKM lokal (kuota 40%) dan Rp 30 miliar ke perusahaan besar lokal ber-TKDN tinggi. Maka Anggaran PDN = Rp 110 miliar, sehingga Indeks = (110/200)×100% = 55%. Instansi A melampaui target dasar 40%.

4. Fungsi Utama dan Manfaat Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri (PDN)

Indeks Kepatuhan PDN tidak hanya sekadar angka statistik yang dilaporkan secara rutin, melainkan merupakan alat strategis multi-fungsi yang digunakan untuk mendorong perubahan perilaku pengadaan, memperkuat kebijakan nasional, dan mewujudkan keberpihakan nyata terhadap industri lokal dan pelaku usaha kecil di Indonesia. Dalam konteks pelaksanaan Perpres 46 Tahun 2025, indeks ini menjadi kompas evaluatif sekaligus instrumen pendorong transformasi belanja publik yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

4.1 Monitor dan Evaluasi Kebijakan Penggunaan Produk Dalam Negeri

a. Pengawasan Internal Instansi

Indeks PDN berfungsi sebagai alat kendali (control tool) bagi pimpinan instansi, PA/KPA, dan unit pengawasan internal seperti Inspektorat Jenderal atau Inspektorat Daerah. Dengan melihat skor indeks secara berkala-misalnya setiap triwulan-pimpinan dapat langsung mengidentifikasi:

  • Apakah realisasi pengadaan sudah sesuai komitmen pro-UMKM?
  • Unit mana yang masih rendah kepatuhan PDN-nya?
  • Apakah ada pola deviasi antara RUP awal dengan realisasi PBJP aktual?

Dashboard PBJ yang dilengkapi indeks PDN memberikan visualisasi cepat untuk mengambil keputusan manajerial berbasis data.

b. Evaluasi Eksternal oleh Lembaga Pengawas dan Masyarakat

Indeks ini juga memungkinkan BPK, KPK, LKPP, dan publik umum untuk memantau seberapa serius instansi pemerintah mendukung produk dalam negeri. Ketika nilai indeks rendah secara konsisten:

  • BPK dapat menandainya dalam laporan hasil pemeriksaan sebagai potensi pelanggaran kebijakan afirmatif nasional;
  • LKPP dapat menyusun rekomendasi pembinaan atau intervensi penguatan;
  • Masyarakat sipil, media, dan akademisi dapat menyoroti capaian belanja lokal sebagai bagian dari transparansi anggaran.

Dengan demikian, indeks PDN memperkuat sistem checks and balances dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

4.2 Alat Penghargaan dan Sanksi

a. Penghargaan dan Insentif untuk Kinerja Tinggi

Indeks ini digunakan sebagai dasar pemberian penghargaan kepada instansi yang berhasil mencapai atau melampaui target nasional dalam penggunaan PDN, termasuk:

  • Penghargaan LKPP Awards untuk instansi dengan indeks tertinggi di klaster kementerian/lembaga, pemda provinsi, dan pemda kabupaten/kota;
  • Dana Insentif Kinerja: Pemerintah pusat atau provinsi dapat mengalokasikan dana tambahan atau percepatan DAK Non-Fisik bagi instansi yang melaporkan indeks PDN tinggi dan stabil;
  • Publikasi Positif di portal nasional PBJP dan media sebagai contoh praktik baik (best practice).

Hal ini menjadi insentif moral dan material agar pimpinan instansi lebih serius mendorong penyedia lokal dan UMKM masuk dalam perencanaan pengadaan sejak dini.

b. Sanksi Administratif untuk Ketidakpatuhan

Sebaliknya, bagi instansi yang:

  • Tidak mencapai minimal 40% penggunaan PDN, dan
  • Tidak menyampaikan laporan realisasi indeks PDN secara periodik,

maka dapat dikenai sanksi administratif, antara lain:

  • Teguran tertulis dari LKPP atau BPKP;
  • Pencabutan kewenangan PBJ oleh PA/KPA terhadap PPK yang tidak mengikuti arah kebijakan;
  • Penundaan pencairan anggaran tertentu, khususnya jika ditemukan bukti belanja prioritas (barang rutin) justru diberikan ke penyedia luar negeri padahal tersedia lokal.

Dengan demikian, indeks ini memberi efek ganda: dorongan positif (reward) dan tekanan perbaikan (punishment).

4.3 Dorongan Pembangunan Industri Lokal dan Rantai Pasok Dalam Negeri

a. Meningkatkan Permintaan terhadap Produk Lokal

Dengan mengharuskan instansi membeli produk dalam negeri dan menetapkan kuota UMKM, indeks PDN mendorong permintaan pasar domestik secara konsisten dan terukur. Hal ini menciptakan kepastian pasar bagi pelaku usaha, terutama:

  • Produsen alat kesehatan lokal,
  • Industri kreatif digital dalam negeri,
  • Penyedia bahan konstruksi berbasis TKDN,
  • UMKM penyedia jasa rutin (makanan, kebersihan, logistik, dll.).
b. Memperkuat Rantai Pasok dan Kemandirian Nasional

Seiring meningkatnya permintaan belanja ke penyedia lokal, maka akan terbentuk rantai pasok dalam negeri yang semakin kuat, antara lain:

  • UMKM menjadi sub-kontraktor perusahaan besar yang punya sertifikasi TKDN;
  • Penyedia lokal terdorong untuk melakukan inovasi dan substitusi impor;
  • Terbentuk ekosistem yang mendukung peningkatan nilai tambah lokal, mencakup desain, logistik, teknologi, dan pasca-layanan (after-sales).

Dengan mendorong belanja pada penyedia yang mampu mengoptimalkan komponen lokal, indeks PDN menjadi penggerak perekonomian domestik berbasis kemandirian dan daya saing nasional.

4.4 Transparansi dan Akuntabilitas dalam Belanja Pemerintah

a. Mengurangi Ruang Manipulasi Data dan Belanja Fiktif

Dalam sistem pengadaan tradisional, celah manipulasi bisa muncul dalam bentuk:

  • Harga mark-up karena keterlibatan perantara (broker),
  • Paket pengadaan dipecah agar bisa dikendalikan pihak tertentu,
  • Barang/jasa yang diimpor dengan harga tinggi meski tersedia secara lokal.

Dengan adanya indeks PDN dan kewajiban melaporkan persentasenya secara elektronik (terintegrasi dalam e-Kontrak dan e-Monitoring), ruang untuk praktik manipulatif tersebut menyempit. Setiap angka dalam indeks harus berdasarkan dokumen sah, seperti:

  • Sertifikat TKDN dari Kemenperin,
  • Bukti registrasi UMKM/koperasi,
  • Rekap realisasi anggaran PBJ yang tervalidasi SP2D.
b. Membangun Kepercayaan Publik dan Legitimasi Kebijakan

Masyarakat, media, akademisi, dan lembaga pengawas dapat menggunakan indeks PDN sebagai tolok ukur efektivitas kebijakan afirmatif pemerintah. Jika indeks menunjukkan tren kenaikan, publik bisa menilai bahwa:

  • Pemerintah konsisten mendukung produk lokal,
  • UMKM semakin dilibatkan dalam belanja negara,
  • Sistem PBJ semakin bersih dan berpihak pada rakyat.

Sebaliknya, jika indeks stagnan atau menurun, publik punya dasar kuat untuk meminta perbaikan kebijakan, reformasi PBJ, atau investigasi independen.

Dengan demikian, indeks ini menjadi cermin akuntabilitas anggaran publik dan salah satu fondasi tata kelola pengadaan yang sehat, transparan, dan berpihak pada kepentingan nasional.

5. Implikasi bagi Instansi Pemerintah

5.1 Revisi SOP dan Laporan

  • SOP PBJP wajib menambahkan langkah pengumpulan, verifikasi, dan pelaporan data PDN.
  • Laporan triwulanan dan tahunan harus memuat nilai indeks kepatuhan.

5.2 Sistem Pendukung Digital

  • e-Kontrak dan e-Monitoring diperluas untuk mencatat klasifikasi penyedia (PDN/Non-PDN).
  • Dashboard KPI menampilkan tren indeks kepatuhan, memudahkan PA/KPA memantau tren realisasi.

5.3 Pelatihan SDM

  • PPK dan Pokja Pemilihan perlu dilatih memahami kriteria PDN, klasifikasi TKDN, dan penggunaan dashboard indeks.

6. Implikasi bagi Pelaku Usaha Lokal

6.1 Kesempatan Pasar yang Lebih Jelas

  • Penyedia lokal tahu bahwa instansi akan memprioritaskan produk mereka, sehingga dapat merencanakan kapasitas produksi.

6.2 Dorongan untuk Sertifikasi TKDN dan Inovasi

  • Agar masuk hitungan PDN, penyedia terdorong meningkatkan persentase lokal content dan memperoleh sertifikat TKDN.
  • Peluang kolaborasi rantai pasok: UMKM bisa bermitra jadi sub-supplier perusahaan menengah untuk memenuhi target PDN.

7. Tantangan dan Solusi

7.1 Tantangan

  1. Data Klasifikasi Penyedia
    • Belum semua penyedia terverifikasi TKDN.
  2. Pelaporan Berlapis
    • Instansi harus mengumpulkan data manual jika sistem belum sepenuhnya terintegrasi.
  3. Kesiapan TI
    • Perlu upgrade e-Kontrak dan e-Monitoring untuk memuat kolom PDN.

7.2 Solusi

  1. Integrasi Sistem
    • Satu platform end-to-end: e-Purchasing → e-Kontrak → Dashboard Indeks.
  2. Sosialisasi dan Pelatihan
    • Program pelatihan bersama LKPP dan Kemenperin untuk penyedia terkait verifikasi TKDN.
  3. Kolaborasi Lintas Instansi
    • Dinas Perindustrian dan Koperasi/UMKM membantu pembinaan sertifikasi dan registrasi e-Catalog.

8. Kesimpulan

Indeks Kepatuhan Produk Dalam Negeri adalah alat ukur strategis yang:

  • Memantau realisasi penggunaan PDN dan UMKM;
  • Menjadi dasar penghargaan atau sanksi bagi instansi;
  • Mendorong pertumbuhan industri lokal dan rantai pasok domestik;
  • Memperkuat transparansi dan akuntabilitas PBJP;

Implementasi efektif membutuhkan integrasi sistem digital, pelatihan SDM, dan kolaborasi antar-lembaga. Dengan demikian, indeks ini bukan sekadar angka, tetapi motor penggerak pembangunan ekonomi berkelanjutan dan kemandirian nasional melalui belanja publik.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Tim LPKN

LPKN Merupakan Lembaga Pelatihan SDM dengan pengalaman lebih dari 15 Tahun. Telah mendapatkan akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Pemegang rekor MURI atas jumlah peserta seminar online (Webinar) terbanyak Tahun 2020

Artikel: 930

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *