Panduan Penyusutan dan Pemusnahan Arsip

Penyusutan (retensi) dan pemusnahan arsip adalah bagian penting dalam siklus hidup arsip: setelah arsip tercipta, digunakan, dan dinonaktifkan, ada proses penentuan apakah arsip harus disimpan lebih lanjut (dilestarikan), disimpan sementara, atau dimusnahkan. Panduan ini menjelaskan langkah-langkah praktis, aturan dasar, teknik pemusnahan fisik dan digital, serta tata cara pelaporan dan pengamanan – disajikan dengan bahasa sederhana agar mudah dipahami oleh siapa saja, termasuk orang awam.

1. Pendahuluan: Mengapa Penyusutan dan Pemusnahan Arsip Penting?

Setiap organisasi – baik pemerintahan, perusahaan, sekolah, maupun lembaga swadaya masyarakat – menghasilkan dokumen setiap hari: surat masuk/keluar, laporan, kontrak, notulen rapat, data pegawai, dan lain-lain. Tidak semua dokumen layak disimpan selamanya. Menyimpan arsip tanpa batas akan memakan ruang, biaya, waktu cari, dan meningkatkan risiko keamanan (mis. kebocoran data). Oleh sebab itu, dibutuhkan kebijakan penyusutan (retensi) yang menata berapa lama suatu arsip harus disimpan dan kapan harus dimusnahkan.

Penyusutan arsip membantu organisasi menjadi efisien: ruang arsip lebih terkelola, biaya penyimpanan turun, dan akses ke arsip aktif menjadi lebih cepat. Pemusnahan yang benar juga mengurangi risiko hukum dan privasi; dokumen lama berisi data pribadi, kontrak kadaluarsa, atau informasi sensitif yang jika bocor bisa berbahaya. Namun pemusnahan tidak boleh dilakukan sembarangan: harus ada dasar hukum, prosedur terdokumentasi, serta bukti pemusnahan.

Di sisi lain, ada arsip tertentu yang wajib dilestarikan karena nilai hukumnya, administratif, atau sejarah. Oleh karena itu, langkah penyusutan harus diawali penilaian nilai guna arsip. Panduan ini memaparkan alur berpikir praktis: identifikasi arsip → klasifikasi → penetapan jadwal retensi → prosedur pemusnahan → dokumentasi dan pengamanan. Tujuannya agar organisasi dapat menerapkan praktik yang aman, akuntabel, dan hemat biaya.

2. Landasan Hukum dan Kebijakan (Ringkas dan Praktis)

Sebelum melaksanakan penyusutan dan pemusnahan, setiap organisasi harus memahami landasan hukum yang berlaku. Di Indonesia, dasar utama untuk kearsipan adalah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 yang mengatur pelaksanaannya. Selain itu, Peraturan Kepala ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) memberikan pedoman teknis seperti klasifikasi, tata naskah dinas, dan persyaratan penyimpanan.

Untuk instansi pemerintah daerah, Kemendagri juga mengeluarkan petunjuk teknis yang perlu diikuti. Peraturan lain yang sering relevan adalah peraturan perlindungan data pribadi (mis. UU Perlindungan Data Pribadi bila berlaku), aturan pengelolaan informasi publik (UU KIP), serta ketentuan khusus untuk dokumen keuangan, kontrak, atau bahan rahasia. Di perusahaan swasta, pedoman internal, kebijakan manajemen dokumen, dan persyaratan audit/keuangan (mis. pajak) harus dijadikan acuan.

Penting: pemusnahan tidak boleh dilakukan bila masih ada kewajiban hukum menyimpan suatu dokumen (mis. dokumen pajak dengan masa simpan tertentu). Untuk dokumen yang berstatus rahasia atau sensitif, prosedur lebih ketat diperlukan (otorisasi khusus, saksi, metode penghancuran tertentu). Oleh karena itu, buatlah kebijakan internal tertulis yang mencakup: klasifikasi arsip, jadwal retensi, tahapan evaluasi, otoritas pemusnahan, dan format Berita Acara Hancur (BAHT).

Memahami aturan membantu menghindari risiko hukum, pengembalian dana donor, atau sanksi audit. Jika ragu, konsultasikan ke bagian hukum atau ANRI untuk kepastian.

3. Konsep Dasar Penyusutan Arsip (Retensi): Apa dan Mengapa

Penyusutan arsip atau retensi adalah praktik menentukan lamanya suatu arsip harus disimpan sebelum diambil keputusan lanjut: disimpan permanen, dipindahkan ke arsip inaktif/arsip pusat, atau dimusnahkan. Konsep ini mendasari pengelolaan arsip yang efektif. Tujuannya sederhana: menyimpan yang berguna, menghapus yang sudah tidak berguna, dan melestarikan yang bernilai sejarah.

Retensi didasarkan pada beberapa pertimbangan:

  • Nilai administratif: apakah dokumen masih diperlukan untuk kelangsungan operasional (contoh: kontrak masih berlaku)?
  • Nilai hukum: adakah kewajiban penyimpanan terkait hukum/pajak yang mengharuskan dokumen disimpan dalam jangka tertentu?
  • Nilai penelitian/sejarah: dokumen tertentu memiliki nilai jangka panjang untuk bukti historis.
  • Risiko: dokumen yang berisi data pribadi atau rahasia perlu pengaturan khusus soal durasi dan keamanan.

Untuk menerapkan retensi, organisasi biasanya menyusun Jadwal Retensi Arsip (JRA) atau matrix retensi. JRA itu semacam “daftar resep”: untuk setiap jenis dokumen tertulis berapa lama disimpan dan apa tindak lanjutnya setelah masa itu habis (mis. 5 tahun → musnah, 10 tahun → simpan di arsip pusat). Penting juga untuk menyusun kriteria transisi arsip aktif → inaktif → arsip pusat sehingga prosesnya teratur.

Retensi juga harus memungkinkan fleksibilitas apabila terjadi perkara hukum atau audit; sering kali ada mekanisme “hold” (penangguhan pemusnahan) saat ada litigasi. Oleh karena itu, sebelum memusnahkan, selalu verifikasi tidak ada hold. Retensi yang baik menghemat ruang, mempercepat pencarian arsip, dan melindungi organisasi dari risiko kebocoran informasi.

4. Menilai Nilai Guna Arsip: Langkah Praktis dan Contoh

Menilai nilai guna arsip berarti memutuskan apakah dokumen punya nilai untuk disimpan, dilestarikan, atau dimusnahkan. Proses ini bersifat praktis dan membutuhkan wawasan tentang fungsi organisasi. Berikut langkah sederhana yang bisa diterapkan:

  1. Identifikasi jenis dokumen: surat masuk/keluar, laporan keuangan, kontrak, notulen, dokumen HRD, atau materi promosi.
  2. Tentukan kriteria nilai:
    • Administratif: dibutuhkan untuk operasional.
    • Hukum/keuangan: ada konsekuensi hukum (mis. pajak, audit) jika dibuang.
    • Referensi: berguna sebagai rujukan internal.
    • Sejarah/lambang nilai: bernilai untuk catatan institusional.
  3. Tentukan periode minimal berdasarkan kriteria dan regulasi (mis. dokumen pajak minimal disimpan 10 tahun).
  4. Terapkan level prioritas: sangat penting (simpan permanen), penting (simpan jangka menengah), tidak penting (musnah setelah periode).
  5. Contoh konkret:
    • Kontrak kerja/vendor: simpan selama masa kontrak + 5 tahun atau sesuai aturan.
    • Bukti pembayaran/pajak: umumnya simpan 10 tahun (cek aturan lokal).
    • Notulen rapat operasional: bisa disimpan 2-3 tahun kecuali ada keputusan strategis.
    • Surat edaran internal: simpan 1-2 tahun.

Proses penilaian idealnya melibatkan unit pengguna dan arsiparis. Arsiparis membantu menerjemahkan peraturan retensi ke kategori yang operasional. Catat setiap keputusan penilaian di log retensi sehingga ada jejak audit: siapa yang menilai, dasar penilaian, dan hasilnya. Dokumen tanpa nilai jelas bisa diberi status “ditinjau ulang” sebelum diputuskan musnah.

Prinsip praktis: bila ragu dan tidak ada kewajiban hukum, berikan periode penyimpanan singkat (mis. 1-3 tahun) lalu tinjau kembali. Jangan menunda penilaian; penumpukan arsip membuat pemusnahan menjadi pekerjaan besar di masa depan.

5. Menyusun Jadwal Retensi (JRA) yang Bekerja di Lapangan

Jadwal Retensi Arsip (JRA) adalah alat kerja utama. Cara menyusunnya sederhana jika dilakukan bertahap dan berbasis kebutuhan nyata. Langkah praktis:

  1. Inventarisasi tipe dokumen: daftar semua jenis arsip yang ada di unit (contoh: kontrak, surat perjanjian, faktur, laporan, absensi).
  2. Kelompokkan menurut fungsi: keuangan, SDM, teknis, hukum, komunikasi, arsip rutin.
  3. Tentukan periode retensi untuk tiap kelompok: misalnya faktur → 10 tahun; kontrak yang telah berakhir → 5 tahun; notulen strategis → permanen.
  4. Tentukan tindakan setelah periode: musnahkan, pindahkan ke arsip pusat, atau simpan permanen.
  5. Tetapkan pemegang tanggung jawab: unit mana/pejabat yang berwenang menandatangani pemusnahan.
  6. Sisipkan mekanisme hold: prosedur penangguhan saat ada litigasi, audit, atau permintaan pihak ketiga.

Praktik terbaik: susun JRA dalam bentuk tabel yang mudah dibaca:

Jenis Dokumen Periode Retensi Tindakan Setelah Penanggung Jawab
Faktur 10 tahun Musnah Bendahara
Kontrak Kontrak+5 tahun Simpan/Review Legal/ARSIP
Notulen Rapat 3 tahun (oper) Arsip inaktif Sekretariat

Sosialisasikan JRA ke seluruh staf agar mereka tahu kapan dokumen boleh dibuang. Jadikan JRA bagian dari SOP kearsipan. Jangan lupa melakukan review JRA minimal setiap 2-3 tahun karena aturan hukum atau kebutuhan organisasi berubah.

Praktik di lapangan: mulailah dari unit kecil, uji JRA, perbaiki, lalu roll-out ke seluruh organisasi. Gunakan warna atau kode untuk memudahkan pegawai mengenali status retensi.

6. Prosedur Pemusnahan Arsip Fisik: Metode dan Keamanan

Pemusnahan fisik perlu dilakukan dengan cara yang aman dan bertanggung jawab. Berikut langkah dan opsi metode pemusnahan untuk arsip fisik:

Langkah Persiapan
  1. Verifikasi: Pastikan dokumen memang sudah melewati masa retensi dan tidak ada hold. Cek juga apakah dokumen memiliki nilai hukum atau historis.
  2. Otorisasi: Dapatkan tanda tangan pejabat berwenang yang tercantum di JRA.
  3. Daftar Arsip: Susun daftar arsip yang akan dimusnahkan (judul, periode, jumlah lembar, nomor arsip).
Metode Pemusnahan
  • Shredding (Cross-cut): Menghancurkan kertas menjadi potongan kecil; cocok untuk dokumen umum dan terbatas. Pastikan mesin shredder sesuai kapasitas.
  • Incineration (Pembakaran Terkontrol): Untuk dokumen rahasia; lakukan di fasilitas aman atau melalui vendor yang berizin. Pembakaran harus memenuhi standar lingkungan.
  • Pulping: Pengolahan limbah kertas menjadi pulp; aman dan ramah lingkungan.
  • Chemical Destruction: Menggunakan bahan kimia untuk menghancurkan dokumen; jarang digunakan karena persyaratan keselamatan.
Keamanan Pelaksanaan
  • Saksi dan Petugas: Lakukan pemusnahan dengan saksi internal (minimal 2 orang) dan, bila perlu, saksi eksternal (mis. auditor atau pihak ketiga).
  • Pengamanan Lokasi: Pemusnahan dilakukan di lokasi tertutup, tidak mudah diakses publik.
  • Pencatatan: Buat Berita Acara Hancur (BAHT) yang memuat daftar arsip, metode, tanggal, saksi, dan tanda tangan berwenang.
Lingkungan dan Etika
  • Pilih metode yang ramah lingkungan bila memungkinkan (recycling/pulping).
  • Jika menggunakan vendor eksternal, periksa lisensi, SOP keamanan, dan minta bukti pemusnahan (sertifikat dari vendor).

Ringkasnya: pemusnahan fisik harus terencana, terdokumentasi, dan diawasi agar tidak menimbulkan masalah hukum atau kebocoran informasi.

7. Prosedur Pemusnahan Arsip Digital: Teknik dan Tantangan

Pemusnahan arsip digital lebih kompleks daripada fisik karena data bisa disalin, tersebar, atau tersimpan di banyak tempat (server, backup, cloud, perangkat mobile). Berikut panduan praktis:

Langkah Awal Digital
  1. Identifikasi Lokasi Data: Database, server file, folder bersama, email, backup lokal, backup offsite, cloud service. Data tersebar; perlu inventory.
  2. Verifikasi Hak dan Hold: Pastikan tidak ada kewajiban hukum, audit, litigasi, atau permintaan data yang sedang berproses.
Teknik Penghapusan Aman
  • Secure Delete / Secure Erase: Perintah penghapusan yang menimpa data dengan pola tertentu (mis. overwrite 3x), membuat pemulihan sulit.
  • Crypto Erase: Menghapus kunci enkripsi sehingga data terenkripsi tidak lagi dapat diakses – efektif bila data selalu terenkripsi.
  • Degaussing: Menghilangkan medan magnet pada media magnetik (HDD) sehingga data tidak terbaca – perlu peralatan khusus.
  • Physical Destruction: Menghancurkan perangkat media (HDD, SSD, optical disk) – penting untuk media yang tidak lagi digunakan.
  • Sanitization sesuai standar: Mengikuti standar internasional (mis. NIST 800-88) untuk sanitasi media.
Tantangan Khusus
  • Redundansi & Backup: Data sering ada di multiple backups. Perlu proses untuk menghapus dari backup (retention window) dan memastikan backup offsite juga dibersihkan.
  • Cloud Providers: Jika data berada di layanan cloud, perlu prosedur komando penghapusan oleh provider dan bukti pemusnahan. Periksa kontrak SLA dan kebijakan retensi cloud.
  • Log & Metadata: Hapus juga metadata dan log yang menyimpan informasi tentang dokumen.
  • Forensik & Recoverability: Pastikan metode yang dipilih mencegah recovery forensik jika keperluan pemusnahan permanen.
Dokumentasi dan Bukti
  • Simpan catatan pemusnahan digital: file list, lokasi, metode (overwrite, degauss), tanggal, nama operator, dan bukti eksekusi (log sistem, screenshot, sertifikat vendor).
  • Jika menggunakan vendor TI, minta sertifikat sanitasi.

Pemusnahan digital yang buruk dapat menyebabkan kebocoran data besar. Oleh karena itu, prosedur digital harus ditetapkan, diuji, dan dimonitor secara ketat.

8. Dokumentasi Pemusnahan: Berita Acara Hancur (BAHT) dan Jejak Audit

Setiap aktivitas pemusnahan wajib memiliki dokumentasi resmi – BAHT adalah dokumen kunci. BAHT berfungsi sebagai bukti tindakan dan jejak audit. Isi BAHT yang ideal:

  • Judul dan Nomor BAHT
  • Tanggal dan Lokasi Pemusnahan
  • Daftar Arsip yang Dimusnahkan: jenis dokumen, nomor arsip, rentang tanggal, jumlah lembar/file.
  • Metode Pemusnahan: shredding, incineration, secure delete, dsb.
  • Alasan Pemusnahan: mengacu pada JRA/Jadwal Retensi yang relevan.
  • Penanggung Jawab & Otorisasi: nama dan jabatan pejabat yang memberi izin.
  • Saksi: minimal dua saksi internal; untuk dokumen sensitif, pertimbangkan saksi eksternal (inspektorat, auditor).
  • Tanda Tangan: penanggung jawab, saksi, petugas pelaksana.
  • Lampiran: foto proses, sertifikat vendor, log sistem (untuk digital).

Simpan BAHT di arsip tersendiri (baik hardcopy maupun digital) selama periode yang ditentukan (mis. 5-10 tahun) untuk tujuan audit. BAHT juga berguna jika muncul pertanyaan hukum atau klaim di masa depan.

Selain BAHT, buat log pemusnahan berkala dan catatan pengawasan. Organisasi yang baik memiliki register pusat pemusnahan yang mudah dicek oleh inspektorat. Buat prosedur untuk memeriksa konsistensi antara daftar pemusnahan dan fisik/media yang dimusnahkan.

Dokumentasi yang baik menunjukkan akuntabilitas: proses bukan hanya “dibuang” tetapi pasar melalui rangkaian keputusan yang dapat ditelusuri.

9. Keamanan, Etika, dan Perlindungan Data dalam Pemusnahan

Pemusnahan menyangkut keamanan dan etika – terutama ketika dokumen memuat data pribadi, rahasia perusahaan, atau informasi sensitif. Beberapa prinsip penting:

Keamanan
  • Segregasi Tugas: pemohon pemusnahan, pejabat pengotorisasi, pelaksana, dan saksi harus berbeda orang.
  • Kontrol Akses: lokasi pemusnahan dan media yang akan dimusnahkan dijaga dengan ketat.
  • Enkripsi & Proteksi: untuk arsip digital, selalu enkripsi data saat disimpan agar jika media hilang tidak langsung bocor.
Etika
  • Hormat pada Nilai Sejarah: dokumen yang memiliki nilai sejarah harus diidentifikasi dan tidak dimusnahkan.
  • Kerahasiaan: jika dokumen memuat data personal, pastikan pemusnahan mencegah kebocoran identitas.
  • Transparansi Internal: sampaikan kebijakan pemusnahan kepada staf agar tidak terjadi tindakan ilegal (membuang bukti sebelum audit).
Perlindungan Data Pribadi
  • Ikuti aturan perlindungan data (jika ada UU terkait): hapus data sesuai prinsip minimalisasi dan berikan catatan pemusnahan data pribadi.
  • Beri tahu pihak terkait bila ada kebijakan retensi data pelanggan/pegawai sehingga mereka tahu hak mereka (termasuk hak untuk meminta penghapusan jika sesuai).

Jika pemusnahan dilakukan oleh vendor eksternal, pastikan kontrak mencakup kerahasiaan, asuransi kerusakan, dan tanggung jawab hukum atas kebocoran. Lakukan due diligence (cek reputasi, izin, referensi) sebelum menggunakan jasa pihak ketiga.

10. Implementasi, Tantangan, Rekomendasi, dan Kesimpulan

Implementasi Praktis

Untuk menerapkan penyusutan dan pemusnahan dengan baik, organisasi bisa memulai langkah bertahap:

  1. Bentuk Tim Kearsipan: pemangku kepentingan dari unit program, keuangan, hukum, dan TI.
  2. Inventaris & JRA: buat inventaris dokumen dan jadwal retensi sederhana.
  3. Sosialisasi & Pelatihan: ajarkan staf tentang definisi dokumen yang boleh dimusnahkan.
  4. Pilot Project: uji di satu unit sebelum ekspansi.
  5. Prosedur Standar & BAHT: siapkan template BAHT dan sistem dokumentasi.
  6. Review Berkala: audit internal tiap tahun.
Tantangan Umum
  • Dokumen tersebar di banyak unit dan format → butuh inventory menyeluruh.
  • Backup & Redundansi digital membingungkan proses pemusnahan.
  • Kepatuhan hukum perlu pemantauan terus karena aturan bisa berubah.
  • Sumber daya: biaya pengadaan mesin shredder, vendor, atau solusi TI.
  • Budaya organisasi: pegawai ragu membuang dokumen karena takut bertanggung jawab.
Rekomendasi
  • Mulai kecil, scale up: jangan langsung rules besar; uji dulu.
  • Automasi: gunakan sistem manajemen dokumen untuk tagging retensi dan notifikasi penghapusan.
  • Audit & Kontrol: lakukan audit berkala dan sertakan BAHT dalam checklist audit.
  • Kolaborasi TI & Arsiparis: buat prosedur pemusnahan digital yang aman.
  • Perbarui JRA: setidaknya tiap 2 tahun atau bila ada perubahan regulasi.

Kesimpulan

Penyusutan dan pemusnahan arsip adalah praktik penting untuk menjaga efisiensi, keamanan, dan kepatuhan organisasi. Dengan pendekatan terstruktur – mulai dari penilaian nilai guna, penyusunan jadwal retensi, prosedur pemusnahan fisik dan digital, hingga dokumentasi BAHT – organisasi dapat mengelola arsip secara bijak. Kunci keberhasilan adalah perpaduan aturan jelas, praktek aman, bukti tertulis, dan kultur organisasi yang mendukung kebersihan arsip. Mulailah dengan langkah kecil: inventaris sederhana, JRA dasar, dan prosedur BAHT – lalu kembangkan sistem yang lebih matang seiring bertambahnya pengalaman.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Tim LPKN

LPKN Merupakan Lembaga Pelatihan SDM dengan pengalaman lebih dari 15 Tahun. Telah mendapatkan akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Pemegang rekor MURI atas jumlah peserta seminar online (Webinar) terbanyak Tahun 2020

Artikel: 997

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *