Sejak Desember lalu, wacana pembelajaran tatap muka menjadi perbincangan yang banyak dibahas diberbagai platform media, baik media sosial maupun media massa. Dikalangan orang tua murid, wacana ini masih menjadi pro dan kontra ditengah pandemi Covid-19 yang hingga saat ini belum terlihat akan mereda. Kesiapan instansi pendidikan pun menjadi fokus utama dalam wacana penerapan pembelajaran tatap muka tersebut. Selain kesiapan instansi pendidikan, persetujuan dari orang tua murid juga menjadi pertimbangan apakah wacana pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan. Tentunya selain dua poin di atas, penambahan kasus Covid-19 juga menjadi pertimbangan utama pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim menjelaskan bahwa pembelajaran tatap muka dilaksanakan untuk mempermudah murid yang tidak memiliki sarana untuk melakukan pembelajaran jarak jauh seperti, smartphone, kuota internet, dan sinyal yang memadai. Nadiem juga menjelaskan bahwa sekolah-sekolah yang akan menerapkan pembelajaran tatap muka akan mempersiapkan protokol kesehatan yang ketat sebelum dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran tatap muka. Murid hanya belajar beberapa jam saja, tanpa keluar main, tanpa keluar kelas, hanya belajar lalu pulang. Nadiem membuat konsep belajar berupa konsep hybrid learning dimana sistem pembelajaran akan dilaksanakan secara kombinasi, ada murid yang belajar tatap muka dan ada murid yang belajar dengan sistem daring.

Pihak sekolah sebagai penyelenggara kegiatan belajar mengajar juga meminta persetujuan dari orang tua murid untuk penerapan pembelajaran secara tatap muka. Studi kasus yang Saya lihat di kota Saya yaitu Kota Dumai, terdapat sekolah di Kota Dumai yang meminta orang tua murid menandatangani surat pernyataan apabila setuju dengan penerapan sistem pembelajaran tatap muka di sekolah dengan syarat yang sangat menyulitkan orang tua, yaitu setiap dua minggu sekali, murid harus melakukan rapid test dengan biaya sendiri. Hal tersebut tentu mendapat pertentangan dari orang tua murid. Bukan tanpa sebab, situasi pandemi saat ini menimbulkan banyak sekali dampak sosial dimasyarakat. Banyak orang tua murid yang kehilangan pekerjaan, pengurangan gaji, dan dampak lainnya. Beban tersebut tentu akan semakin bertambah bila murid harus melakukan rapid test setiap dua minggu sekali yang biayanya tidaklah murah. Satu kali rapid test antigen harganya berkisar antara Rp. 200.000 hingga Rp. 275.000. Dalam sebulan, tiap orang tua murid harus mengeluarkan uang sekitar Rp. 550.000 hanya untuk biaya rapid test anaknya, itu bila anaknya hanya satu orang saja, bayangkan jika anaknya yang masih sekolah ada 2, 3, atau bahkan lebih, berapa biaya yang harus orang tua keluarkan hanya untuk membiayai rapid test anaknya? Belum lagi kebutuhan rumah tangga yang harganya juga fluktuatif dimasa pandemi seperti sekarang. Banyak orang tua tentu tidak setuju dengan wacana pembelajaran tatap muka dengan syarat seperti itu dan lebih memilih anaknya belajar di rumah saja dengan sistem daring.
Jika melihat kasus dibeberapa negara yang mencoba melakukan pembelajaran tatap muka seperti Korea Selatan dan Perancis, kedua negara tersebut pada penerapannya telah mengambil keputusan yang fatal karena penerapan pembelajaran tatap muka di negara tersebut malah menimbulkan peningkatan kasus covid-19 dan banyak murid sekolah yang terinfeksi oleh virus tersebut disebabkan tertular oleh teman satu kelasnya yang terinfeksi covid-19 terlebih dulu. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dirasa perlu melihat studi kasus yang terjadi pada dua negara diatas dalam hal memutuskan apakah pembelajaran tatap muka ditengah pandemi seperti ini dirasa perlu untuk dilakukan atau ditunda terlebih dahulu. Disatu sisi, program vaksinasi nasional juga harusnya menjadi pertimbangan pemerintah untuk lebih baik menunda terlebih dahulu kegiatan pembelajaran tatap muka hingga program vaksinasi tersebut berjalan dan menghasilkan output yang diharapkan, yaitu vaksin yang berhasil menjadi imun bagi tubuh dalam melawan virus covid-19 sehingga kegiatan pembelajaran secara tatap muka dapat dilakukan dengan risiko yang lebih sedikit.