Ketika sakit dan butuh pertolongan segera, beberapa di antara teman-teman mungkin akan menuju Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas), karena bisa jadi puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang terdekat dari rumah.
Khususnya bagi masyarakat Indonesia yang tidak tinggal di kota-kota besar di mana fasilitas kesehatan lengkap tersedia, puskesmas memegang peranan penting. Ini karena puskesmas menjadi tempat pertama yang didatangi untuk berobat.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Begitulah definisi puskesmas sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014.
Berdasarkan data dasar puskesmas paling baru dari laman Kementerian Kesehatan, per akhir Desember 2018, terdapat 9.993 puskesmas di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi. Dari jumlah tersebut, sekitar 63% di antaranya sudah memiliki fasilitas rawat inap, baik untuk perawatan umum maupun persalinan.
Tiga provinsi dengan jumlah puskesmas terbanyak adalah Jawa Barat (1.069 unit), Jawa Timur (967 unit), dan Jawa Tengah (881 unit). Sementara itu, tiga provinsi yang jumlah puskesmasnya paling sedikit adalah Kalimantan Utara (56 unit), Kepulauan Bangka Belitung (64 unit), dan Kepulauan Riau (83 unit).
Sumber daya manusia yang bekerja di puskesmas, antara lain dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, dan ahli farmasi. Untuk dokter umum, misalnya, jumlah terbanyak berada di puskesmas di Jawa Barat sejumlah 2.087 orang, sedangkan yang paling sedikit berada di puskesmas di Kalimantan Utara dan Papua Barat. Masing-masing sejumlah 118 orang.
Salah satu prasarana yang dimiliki puskesmas adalah ambulans yang berfungsi sebagai kendaraan darurat untuk mengangkut pasien. Total terdapat 7.067 ambulans yang tersebar di ribuan puskesmas di Indonesia. Ambulans-ambulans tersebut berada dalam kondisi baik (5.284 unit), rusak ringan (1.031 unit), dan rusak berat (752 unit).
Gagasan awal
Puskesmas di Indonesia tidak hadir begitu saja. Ada proses panjang di baliknya. Dan, proses panjang tersebut bermula dari gagasan Johannes Leimenna dan Abdoel Patah pada era Soekarno.
Johannes adalah Menteri Kesehatan yang menjabat pada Agustus 1955—Maret 1966. Ia bersekolah di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), lalu melanjutkan pendidikannya ke Geneeskundig Hooge School (GHS). Ia pernah bekerja sebagai dokter di rumah sakit yang kini bernama RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan RS Zending Immanuel, Bandung.
Sama seperti Johannes, Abdoel juga lulusan STOVIA. Ia lalu melanjutkan pendidikannya ke sekolah kedokteran di Belanda. Ia pernah bekerja sebagai dokter di perwakilan Belanda di Jeddah.
Pada 1951, Johannes dan Abdoel melahirkan sebuah gagasan tentang pengobatan ala kedokteran di negeri-negeri Barat yang bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang tinggal di pelosok. Inilah awal mula puskesmas.
Dalam gagasan tersebut, Johannes dan Abdoel menghendaki pembangunan fasilitas kesehatan di setiap jenjang wilayah administratif, yakni rumah sakit pusat di kota, rumah sakit pembantu di kabupaten, klinik di kecamatan, dan pos kesehatan di desa.
Berkat gagasan keduanya pula, kesehatan masyarakat menjadi komponen wajib dalam kurikulum pendidikan dokter di Indonesia. Praktiknya, para lulusan kedokteran diminta bekerja di daerah terpencil di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun. Tujuannya, tentu saja untuk pemerataan tenaga medis.
Dilanjutkan
Gagasan Johannes dan Abdoel tentang penyediaan layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat dilanjutkan pada pemerintahan Soeharto oleh Gerrit Augustinus Siwabessy.
Gerrit adalah Menteri Kesehatan yang menjabat pada Oktober 1967—Maret 1978. Pada pemerintahan Soekarno, ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan, yakni pada Juli 1966—Oktober 1967. Ia adalah lulusan Nederlandsch Indische Artsen School dan pernah menjadi kepala radiologi RS Simpang, Surabaya.
Pada 1968, Gerrit menyampaikan usulan kepada Soeharto untuk membangun puskesmas di setiap kecamatan. Usulannya ini berlandaskan gagasan Johannes dan Abdoel. Usulan disetujui dan pembangunan puskesmas pun dimasukkan dalam program Pembangunan Lima Tahun (pelita).
Hingga pada 1993, sudah ada 6.749 puskesmas yang dibangun di Indonesia. Untuk puskesmas di Jawa dan Bali, satu puskesmas melayani 30.000 penduduk. Unntuk puskesmas di luar Jawa dan Bali, satu puskesmas melayani 10.000—20.000 penduduk.
Dasar hukum pembangunan puskesmas kala itu ialah Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1982 yang menyatakan bahwa uskesmas dibangun untuk mempertinggi dan meningkatkan pelayanan kesehatan terutama kepada penduduk desa dan penduduk kota yang berpenghasilan rendah.
Berkat gagasan Johannes dan Abdoel yang kemudian dilanjutkan Gerrit, puskesmas bisa terwujud. Berkat ketiganya, masyarakat lebih dimudahkan kala berobat.
Sumber:
https://www.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-data-dasar-puskesmas.html
https://tirto.id/puskesmas-digagas-di-era-sukarno-dikerjakan-bawahan-soeharto-ehyG