“Indikator lulusan mendapatkan pekerjaan layak, misalnya. Ini harus kami cek betul realitas kondisi di lapangan. Tahun 2021 masih belum pasti,” ujar Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengenai pendapatnya terhadap pemenuhan indikator kinerja utama (IKU) perguruan tinggi yang ditetapkan pemerintah. Pertimbangannya jelas: kondisi pandemi hingga pengetatan PSBB akan memengaruhi kinerja kampus dalam merealisasikan IKU tersebut.
Pada awal bulan ini, Presiden Joko Widodo mengambil langkah untuk memberlakukan pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditindaklanjuti dengan penerbitan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 untuk seluruh kepala daerah. Bahkan, para kepala daerah di wilayah Jawa dan Bali mendapat tanggung jawab khusus, yakni menggelar pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang mulai berlaku sejak Senin, 11 Januari 2021.
Berbagai kampus pun memutuskan untuk kembali memaksimalkan kegiatan pembelajaran jarak jauh bagi para mahasiswa, seperti yang dilakukan oleh Universitas Padjadjaran dan Universitas Islam Indonesia. Dengan dampak pandemi COVID-19 yang mungkin masih akan berpengaruh dalam beberapa waktu ke depan, mungkin tidak sedikit dari kita yang bertanya, apakah sistem perkuliahan secara daring akan menjadi sistem pembelajaran yang baik?
Hal tersebut menjadi menarik karena Jacob F. N. Dethan, Kaprodi Teknik Elektro Universitas Buddhi Dharma, berpendapat bahwa mulai timbul pandangan di tengah masyarakat terhadap para peserta kuliah daring. Salah satunya adalah munculnya pandangan yang melihat bahwa mahasiswa yang lulus dari hasil pembelajaran tatap muka secara langsung lebih berkualitas dari mereka yang menjalani kuliah daring secara penuh.
Tak dapat dimungkiri, implementasi kegiatan perkuliahan secara daring memang memberikan berbagai tantangan tersendiri. Salah satunya adalah kendala jaringan dan perangkat yang masih sering dijumpai para dosen dan mahasiswa, khususnya yang berada di wilayah pedesaan dan pedalaman. Selain itu, kualitas interaksi antara dosen dengan mahasiswa, serta sesama dosen dan sesama mahasiswa, juga berpotensi menurun, yang bisa disebabkan oleh sulitnya beradaptasi dalam menjalin diskusi yang fleksibel secara daring.
Satu lagi yang menjadi momok bagi mahasiswa di tengah upayanya dalam menjalani kuliah daring: depresi. Studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Padjadjaran menunjukkan bahwa gejala depresi yang timbul pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19 lebih tinggi dari wartawan dan tenaga kesehatan. Beberapa faktor pemicunya adalah kekhawatiran mahasiswa akan wabah, pesimis dengan masa depan, kecemasan yang diakibatkan oleh media sosial, serta pembatasan fisik dengan diberlakukannya kuliah daring.
Jika kita mengaitkan kembali ucapan para akademisi di atas, masalah yang dialami oleh mahasiswa bisa bergulir menjadi bola salju yang lebih besar. Saat mereka menemukan banyak kesulitan di tengah perkuliahan daring, bagaimana nasib mereka setelah lulus?
Patut diketahui, data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 9,77 juta jiwa. Angka tersebut mencakup 7,07% dari seluruh angkatan kerja di Tanah Air. Jika dilihat lebih lanjut, penyumbang kenaikan pengangguran di Indonesia paling besar berasal dari perkotaan yang mencapai 8,98%. Angka tersebut hampir dua kali lipat dari kenaikan pengangguran di perdesaan yang mencapai 4,71%.
Kondisi tersebut pun masih bisa bertambah buruk. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan tingkat pengangguran akan meningkat di 2021. Indef memprediksi, tahun ini akan ada tambahan pengangguran sebesar 1,1 juta orang akibat pandemi COVID-19. Selain itu, masih terdapat 2,6 juta orang angkatan kerja baru yang tidak terserap. Dengan begitu, penambahan pengangguran secara keseluruhan di Indonesia diprediksi dapat melampaui 3 juta jiwa.
Adaptasi Jadi Kunci
Lantas, apa yang bisa dilakukan oleh para mahasiswa dalam membalikkan keadaan yang seakan serba sulit ini? Salah satu kuncinya terletak pada kemampuan mereka dalam beradaptasi di tengah situasi penuh tantangan ini. Untuk bisa beradaptasi, mahasiswa membutuhkan kemandirian dan kedisiplinan lebih agar ilmu yang diterima selama menjalani perkuliahan dapat diserap secara maksimal.
Kemandirian sangat penting bagi mahasiswa dalam mencari materi-materi yang dibutuhkan di internet, mengembangkan keterampilan tambahan, serta mendorong sikap proaktif untuk tetap menjalin diskusi bersama dosen dan mahasiswa lainnya. Kedisiplinan pun tak kalah krusial dalam menjaga mahasiswa tetap taat pada aturan-aturan yang berlaku, mulai dari urusan absen, pengumpulan tugas, hingga manajemen waktu dengan kegiatan-kegiatan lainnya.
Penulis sendiri pun merasakan sulitnya menjalani kuliah online. Salah satu yang cukup terasa adalah tugas yang relatif lebih banyak dari perkuliahan konvensional yang dilakukan secara tatap muka. Selain itu, platform e-learning yang digunakan juga kerap tidak bisa diandalkan.
Satu yang jelas, mahasiswa tidak bisa berjuang sendirian. Di sini, peran dosen juga penting. Para dosen bertanggung jawab langsung dalam menyelenggarakan kegiatan perkuliahan daring yang efektif dan efisien. Langkah pertama yang bisa diambil adalah dengan tetap interaktif dan menarik dalam memberikan pengajaran.
Pengembang Teknologi Pembelajaran Pusat Data dan Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Pusdatin Kemendikbud) Republik Indonesia Arief Darmawan berpendapat, kreativitas dosen menjadi aspek krusial yang perlu dikedepankan dalam kuliah daring. Ia menambahkan, ada tiga aspek yang harus menjadi perhatian para dosen, yaitu kreativitas dosen dalam mengembangkan metode pembelajaran, kreativitas dosen dalam memanfaatkan media pembelajaran, dan kreativitas dosen menggunakan sumber belajar.
Dari situ, para tenaga pengajar bisa menciptakan berbagai bahan ajar yang menarik dan mudah diakses. Menarik di sini dapat mengarah pada penggunaan konten visual maupun video sebagai bahan ajar dengan penyampaian yang tidak kaku. Sedangkan mudah diakses berarti mahasiswa bisa dengan mudah mendapatkan materi ajar tersebut, seperti melalui cloud storage atau platform jejaring sosial.
Di samping itu, Sekretaris Deputi Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia Amar Ahmad menilai, pembelajaran daring harus diarahkan pada peningkatan kapabilitas para peserta didik. Maka dari itu, dosen disarankan untuk mengarahkan mahasiswa untuk meningkatkan hard skill maupun soft skill, mulai dari pengembangan keterampilan digital, bahasa, hingga wirausaha.
Upaya mahasiswa dan dosen di atas tentunya harus didukung dengan pihak kampus yang mampu menyediakan wadah pembelajaran digital yang baik. Beberapa di antaranya yang harus diperhatikan meliputi platform konferensi video, platform e-learning, hingga pelayanan mahasiswa yang responsif. Selain itu, pihak kampus juga harus peka terhadap dampak pembatasan fisik dan sosial yang dialami para mahasiswa dan dosen dapat menimbulkan gangguan mental-emosional, kerentanan nutrisi, finansial, kesehatan fisik, dan gangguan psikososial lainnya.
Instansi perguruan tinggi juga bisa berkolaborasi dengan pemerintah maupun pihak swasta dalam menghadirkan solusi dan inisiatif yang mampu menjawab kebutuhan mahasiswa dan dosen dalam menjalani kuliah daring. Beberapa inisiatif yang bisa dilakukan adalah dengan meneruskan bantuan paket data dalam jangka panjang yang didukung penguatan jaringan, penyediaan hub bagi kelompok kecil mahasiswa untuk belajar daring dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, hingga penyaluran bantuan berupa laptop atau ponsel kepada dosen dan mahasiswa yang membutuhkan.
Tidak kalah penting, pemerintah juga perlu untuk terus melakukan intervensi untuk memastikan kualitas pembelajaran daring di Indonesia bisa merata. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah mendorong pemerataan akses internet dan listrik yang berkualitas di seluruh penjuru negeri serta menyiapkan para generasi mudah untuk bisa masuk ke dunia kerja. Dalam hal ini, pemerintah terus mengakselerasi upaya penyelenggaraan jaringan 4G di seluruh desa di Indonesia yang ditargetkan akan tercapai pada 2022. Selain itu, pemerintah juga menargetkan seluruh rumah tangga di Indonesia mendapatkan akses listrik pada 2024.
Lebih dari itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen Dikti Kemendikbud) Republik Indonesia telah menyiapkan program terbaru dari Kampus Merdeka yang bertajuk Bangkit 2021. Inisiatif tersebut merupakan program pelatihan berbasis teknologi digital bagi mahasiswa hasil kolaborasi dengan Google, Gojek, Tokopedia, dan Traveloka. Bangkit 2021 akan fokus dalam melahirkan mahasiswa kompeten di bidang machine learning, mobile programming, dan cloud computing. Pelatihan yang akan berlangsung mulai Februari 2021 diharapkan dapat memperkuat talenta digital dalam negeri sehingga meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia, sekaligus membantu mereka untuk masuk ke industri.
Pembelajaran daring, termasuk kuliah online, memang memberikan tantangan tersendiri bagi para pesertanya. Meski demikian, masih terdapat berbagai hal positif yang bisa didapat dari implementasi kuliah daring. Hal tersebut yang harus terus dikembangkan untuk menciptakan model pembelajaran jarak jauh yang baik dan mampu menghasilkan keluaran pembelajaran yang berkualitas serta lulusan yang berdaya saing tinggi.