Sejarah korupsi bermula sejak awal kehidupan manusia bermasyarakat, yakni pada tahap awal mula organisasi kemasyarakatan mulai muncul. Manusia dirumitkan oleh gejala korupsi paling tidak sudah beberapa ribu tahun. Catatan kuno korupsi mengenai masalah ini bermula pada penyuapan terhadap hakim dan tingkah laku para pejabat pemerintah. Dalam sejarah Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani dan Romawi Kuno, korupsi seringkali muncul kepermukaan sebagai masalah. Hammurabi yang naik tahta sekitar tahun 1200 SM memerintahkan kepada seorang gubernur suatu perkara penyuapan. Shamash, seorang raja Assiria sekitar tahun 200 SM, menjatuhkan hukuman seorang hakim yang menerima suap.
Korupsi yang terjadi di China kuno, terdapat di dalam dinasti-dinasti yang menguasai China. Dinasti Han pada masanya terjadi yang mengerikan akibat dari kekacauan di awal-awal berdirinya dinasti tersebut (206 M). Pada masa Dinasti Han terjadi ketika kekurangan padi-padian dan sayur-mayur. Orang makan daging manusia. Akibat dari kekurangan tersebut, lebih dari setengah jumlah penduduknya meninggal dunia bahkan pendiri Dinasti Han mengijinkan rakyat menjual anak-anak mereka, dan pergi ke berbagai daerah lain untuk mencari pangan.
Pada tahun 178 SM, Chao Tso (menteri pertama), menyarankan agar kaisar menggalakan usaha pertanian dan menyimpan padi-padian untuk persedian pada waktu dibutuhkan. Beban penduduk semakin diperparah ketika peraturan pemerintahan yang bersifat tiran dan menindas. Terjadi pengutipan pajak dan pungutan gelap. Pengeluaran yang dikeluarkan di pagi hari diubah di sore harinya. Untuk memenuhi tuntutan pemerintah, rakyat menjual segala miliknya, dengan separuh harga. Beberapa di antaranya meminjam uang dengan suku bunga seratus persen.
Chao Tso dengan keras mengutuk para pengusaha dan pedagang. Sesuatu yang secara jelas menunjuk pada perjuangan kelas. Di mana perjuangan kelas ini terlihat pada para pedagang baik yang keliling dan menetap untuk menimbun dan mengeruk keuntungan besar-besaran. Keuntungan ini dimanfaatkan kekayaannya, mereka bersekutu dengan raja-raja kecil dan para bangsawan. Pengaruh mereka lebih besar ketimbang dengan para pejabat pemerintah. Mereka berpesiar di kota-kota dengan kereta yang bagus-bagus yang ditarik kuda-kuda gemuk. Mereka menghisap harta benda para petani, dan sebagai akibatnya para petani mengembara dari tempat yang satu ke tempat yang lain.
Terjadinya keadaan tersebut, terlihat adanya kontradiksi yang berlangsung pada jamannya. Hukum dan peraturan menghormati para petani namun mereka tetap miskin dan tertipu. Sedang para pedagang tidak dihormati oleh hukum, namun mereka tetap kaya dan terpandang.
Berulang kali para menteri dan cendekiawan China mengemikakan masalah pertanggungjawaban penguasa untuk memberantas ketidakadilan dan membuat perancanaan untuk hal itu. Korupsi mempunyai pengaruh yang amat mendalam di China Kuno. Karena korupsilah, maka orang-orang kaya dan yang mempunyai hak istimewa dapat mengelak hukuman atas kejahatan mereka terhadap kemanusiaan.
Catatan sejarah China menunjukkan, bahwa awal sejarah China yang gemilang lebih dari dua ribu tahun sebelum Isa. Pembabakan yang umumnya diketahui dalam konsepsi sejarah ini adalah tiga penguasa disusl dengan lima kaisar diikuti oleh tiga dinasti raja-raja. Dua terakhir di antara kelima kaisar tersebut, Yao dan Shun, diketahui menyerahkan tahta tidak kepada anak-anak mereka tapi kepada para menteri yang cakap dan jujur. Yao memilih Shun, dan Shun memilih Yu, dan ketiga-tiganya dikenal sebagai perwujudan sempurna penguasa yang bermoral tinggi, para kaisar teladan.
Kaisar Wu yang penuh semangat dari Dinasti Han berusaha memperkuat kekuasaan pemerintah dengan memanipulasi uang, perampasan tanah para bangsawan, penjualan jabatan dan gelar, dan peningkatan pajak-pajak. Ia juga menyatakan produksi besi, garam, dan minuman keras menjadi mopoli pemerintah. Padi-padian juga ditaruh di bawah pengawasan pemerintah. Setelah Kaisar Wu meninggal pada tahun 81 SM, penggantinya mengundang sekelompok sarjana Konghucu yang menentang kebijaksanaan tersebut untuk mengemukakan argumentasi terhadap Patih (Chief Minister) yang bertanggungjawab atas berlakunya kebijaksanaan di atas.
Patih tersebut beralasan, bahwa untuk menciptakan pemerintah yang kuat dan tangguh dalam menghadapi bawahan-bawahan yang memberontak, perlu mengumpulkan dana yang cukup guna membiayai usaha pertahanan. Seperti halnya para cendekiawan yang berkepentingan dalam masalah ini di negara-negara sedang berkembang dewasa ini, para sarjana di masa Dinasti Han menunjuk pada penyelewengan dan penyalahgunaan kebijaksanaan. Kebijaksanaan ini diselewengkan oleh orang yang korup untuk memenuhi keinginan mereka.
peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang korup akan cenderung memperparah keadaan dan bukannya meringankan keadaan. Sekitar tiga perempatan juta orang dipindahkan ke daerah lain tatkala Kaisar Wu memerintah. Untuk menutup pengeluaran dalam membantu mereka, pemerintah mencetak uang perak dan uang timah. Hal ini membawa keruwetan baru. Terjadilah pemalsuan. Kegiatan pemalsuan memang selalu terjadi, tetapi kadang-kadang undang-undang justru menjadikannya merajalela.
Pada tahun kelima pemerintahan Kaisar Wen dari Dinasti Han (175 M), Chia I memperingatkan pemerintah bahwa peraturan yang dikeluarkannya menimbulkan masalah pemalsuan. Undang-undang yang memperbolehkan rakyat mencetak uang tembaga menimbulkan beberapa masalah yang gawat, selain pemalsuan. Rakyat meninggalkan usaha pertanian untuk memburu tembaga, dan mencetak uang.
Korupsi oleh para pejabat pemerintah berlangsung sepanjang sejarah Cina. Para kaisar tidak bersikap sama terhadap korupsi. Sedikit saja yang benar-benar cemas terhadapnya. Salah contoh yang jelas ialah Kaisar Hsiao Ching yang naik tahta paa tahun 157 SM. Diceritakan bahwa ia membatasi keinginannya dan menolak hadiah-hadiah atau memperkaya diri sendiri. Ia juga mengadakan perubahan hukuman yang diperkenalkan oleh ayahnya, Kaisar Hsiao Wen. Ia meniggalkan kebiasaan menghukum penjahat dengan melibatkan isteri dan anak-anak mereka. Ia juga menghapus hukuman pengebirian.
Berkat dekrit Kaisar Hsiao Ching, maka para pejabat pemerintahan yang menerima makanan dan minuman dari bawahan atau orang-orang yang di bawah pemerintahannya, harus membayar kembali harganya; jika tidak, mereka akan diajukan ke pengadilan. Sebaliknya barangsiapa sengaja membeli barang dengan harag murah dari rakyat dan menjualnya dengan harga mahal, akan dihukum sebagai orang makan suap atau perampok. Hasil menarik dekrit ity ialah masuknya laporan penyuapan. Dalam dekrit lain yang dikeluarkan pada tahun 145 SM, Hsiao Ching menyerang para pejabat yang korup.
Beberapa tahun kemudian, pada tahun 142 SM, Hsiao Ching menunjuk lagi pada masalah korupsi; kali ini berkaitan dengan kelangkaan pangan. Mungkin para pejabat yang tidak jujur dan munafik yang memancing dengan hadiah dan uang suap serta menyita milik rakyat dengan menipu, yang harus bertanggungjawab bagi langkanya pangan.
Daftar Bacaan:
S.H. Alatas. (1987). Korupsi; Sifat, Sebab dan Fungsi. Jakarta: LP3ES.