Pendidikan vokasi erat kaitannya dengan perguruan tinggi. Pemerataan pendidikan nonformal menjadi pendidikan formal salah satunya melalui pendidikan vokasi. Bagi yang masih asing dengan istilah ini, secara etimologis vokasi berasal dari bahasa latin yaitu “vocare” yang berarti panggilan atau memanggil. Jika dikaitkan dengan bahasa inggris maka “vocation” yang berarti pekerjaan. Sehingga jika kita kerucutkan maka istilah vokasi sendiri berarti panggilan untuk melakukan sebuah pekerjaan sesuai dengan ketrampilan, pengetahuan maupun skill yang dimiliki. Hubungannya dengan dunia pendidikan sendiri dikenal dengan istilah pendidikan vokasional yang berarti pendidikan yang mengarahkan atau mempersiapkan seseorang untuk memasuki dunia kerja.
Pendidikan tinggi di Indonesia sendiri terbagi atas 3 bagian utama yaitu pendidikan akademik, pendidikan vokasi dan pendidikan profesi. Dalam Undang-Undang No 12 tahun 2012 pasal 16 menyebutkan bahwa pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi program diploma yang menyiapkan mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai program sarjana terapan. Kurikulum yang terdapat pada pendidikan vokasi berbanding terbalik dengan pada pendidikan akademik yaitu terdiri atas 30% teori dan 70% praktek. Jenjang yang dimilikipun beragam terdiri dari SMA/MAK, Diploma I (DI), Diploma II (D2), Diploma III (D3), Sarjana I (Terapan), Sarjana 2 (Terapan) dan Sarjana 3 (Terapan). Masalah yang sering dialami dalam pendidikan di Indonesia, pendidikan vokasi menjadi pilihan kedua bagi siswa yang baru lulus dari SMA/SMK serta masing kurangnya jumlah perguruan tinggi vokasi di Indonesia. Kurangnya perhatian pemerintah dalam bentuk kebijakan terhadap pendidikan vokasi mempengaruhi perkembangan perguruan tinggi vokasi di Indonesia. Kurang optimalnya peran serta industri dalam pendidikan vokasi turut mempengaruhi kualitas lulusan pendidikan vokasi dalam beberapa tahun terakhir.
Perkembangan industri turut mengakibatkan penerapan revolusi industri 4.0 di berbagai sektor, dimulai dari industri perumahan, kesehatan, sektor pertanian, dsb. Hal ini mengakibatkan “ijasah” bukan lagi menjadi tujuan yang utama dalam mendapatkan pekerjaan melainkan teknologi dan jaringan yang sangat berpengaruh. Ini mempengaruhi tuntutan literasi baru yang sesuai dengan revolusi 4.0. Tiga jenis literasi 4.0 yaitu literasi data adalah kemampuan untuk memahami lautan data dan informasi yang dibagikan oleh berbagai sumber data dan informasi (big data), menggunakan berbagai media, melalui berbagai perangkat yang terus menerus terhubung secara global; literasi teknologi adalah kemampuan, baik secara individu atau kelompok, untuk mengelola, mengakses, mengintegrasikan, mengevaluasi, membuat dan mengkomunikasikan informasi dengan menggunakan bantuan teknologi secara tepat, efektif dan bertanggung jawab; dan literasi manusia adalah pemahaman tentang manusia yang hidup di lingkungan sesama manusia di antara bangsa-bangsa di dunia dengan latar belakang budaya yang beraneka ragam, terutama di era revolusi industri 4.0 ini.
Peranan Revitalisasi Pendidikan Vokasi menjadi “oase” ditengah perjalanan pendidikan vokasi untuk menyongsong dunia kerja yang terus berkembang. Hal ini diutamakan untuk menyiapkan tenaga kerja yang berdaya saing, terampil, bermutu, berintegritas dan relevan dengan tuntutan dunia kerja dan revolusi industri. Revitalisasi pendidikan vokasi diarahkan untuk menyiapkan Indonesia menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor tujuh dunia pada tahun 2030. Oleh sebab itu, tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja) dalam jumlah memadai dan dengan keterampilan yang tepat bisa membuat Indonesia menjadi tempat yang menarik bagi investasi yang bisa menggerakkan pembangunan.
Pemerintah melalui Kemendikbud melakukan berbagai program revitalisasi sekolah menengah kejuruan (SMK), pendidikan khusus, serta lembaga kursus dan pelatihan (LKP). Program-program Kemendikbud terkait revitalisasi pendidikan vokasi antara lain menyelaraskan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, menambah jumlah guru produktif, meningkatkan kompetensi guru produktif melalui diklat atau pelatihan, perbaikan sarana dan prasarana praktikum, sertifikasi keterampilan bagi guru dan siswa SMK, kerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), penyesuaian standar kompetensi pendidikan vokasi sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja dan pengembangan ketrampilan kewirausahaan.
Pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan membentuk pusat layanan pendidikan vokasi yang diberi nama Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi. Hal ini bertujuan agar kedepan pendidikan Vokasi akan lebih terpadu dan selaras dari mulai Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) hingga ke wilayah Politeknik. Selain itu Kemendikbud juga memberikan bantuan untuk pengembangan teaching factory di SMK. Teaching factory adalah suatu konsep pembelajaran di SMK berbasis produksi barang atau jasa yang mengacu pada standard dan prosedur yang berlaku di dunia industri. Adanya teaching factory akan membuat lulusan SMK terbiasa bekerja mengikuti prosedur baku untuk menghasilkan barang atau jasa dengan standar yang sama dengan di dunia industri.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus Kemendikbud menggulirkan Program Revitalisasi Pendidikan Keterampilan/Vokasi di Satuan Pendidikan Khusus. Hal tersebut semakin menguatkan program keterampilan pada Sekolah Luar Biasa (SLB). Hal ini karena prioritas utama bagi satuan pendidikan khusus adalah memberikan layanan pendidikan yang berorientasi pada program keterampilan atau vokasi kepada peserta didik penyandang disabilitas.
Lembaga Kursus dan Pelatihan juga memiliki peran penting dalam meningkatkan daya saing SDM Indonesia. Program-program Kemendikbud untuk meningkatkan peran LKP adalah program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW). Tujuan kedua program tersebut adalah membekali peserta didik yang belajar di LKP dengan keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja serta mendorong tumbuhnya jiwa wirausaha. Selain itu berbagai inovasi yang dilakukan Kemendikbud antara lain pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pengajuan bantuan maupun proses pembelajaran, alih media bahan pembelajaran dalam bentuk buku elektronik, dan pengembangan keterampilan yang berbasis potensi atau kearifan lokal.
Melihat karakteristik Indonesia yang beragam sesungguhnya merupakan keistimewaan dalam industri kerja. Dalam suatu industri membutuhkan inovasi-inovasi untuk mengembangkan suatu perusahaan supaya tetap sesuai dengan perkembangan zaman. Apabila Sumber Daya Manusia suatu perusahaan beragam tidak menutup kemungkinan untuk terpenuhinya inovasi usaha perusahaan-perusahaan ini. Secara pragmatis, pendidikan vokasi harus mampu menyiapkan lulusan yang siap bekerja secara profesional dan/atau mampu berwirausaha untuk menggerakkan pembangunan bangsa menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Lulusan berbagai lembaga pendidikan akan menjadi angkatan kerja yang siap memasuki pasar tenaga kerja untuk mendukung proses pembangunan dan sekaligus memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya.
Refleksi diakhir tulisan ini, berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis, terdapat beberapa program yang coba dikuatkan oleh pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia yang unggul dan berintegritas dalam menghadapi persaingan global. Melalui program revitalisasi pendidikan vokasi, pemerintah tentunya melihat ini sebagai peluang dalam mengoptimalkan pendidikan di Indonesia. Pemerintah tentunya berharap, melalui program tersebut seluruh pengguna maupun industri secara kolektif dan berkolaborasi membentuk sistem ekonomi di Indonesia yang mandiri dan maju. Sebagai masyarakat awam yang menjadi penikmat dan pengamat, penulis tentunya berharap agar semua lembaga maupun instansi dapat bekerja sama meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia. Pemerataan pendidikan masih menjadi poros penting dalam perhatian pelaksanaan kebijakan. hal ini tentunya harus disikapi secara komperhensif oleh pemerintah agar dapat terasa oleh semua kalangan masyarakat. Bila perlu, diutamakan daerah pedesaan melalui SMK ataupun perguruan tinggi vokasi yang terdapat di masing-masing daerah tersebut, untuk meningkatkan industri pedesaan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Tentunya Indonesia dengan beragam kebudayaan dan latar belakang daerah harus dapat difasilitasi dari perkotaan hingga pada pelosok desa. Jaya Indonesiaku. Semakin maju bangsaku.
Sumber: