Adanya wabah Covid-19 di berbagai wilayah di Indonesia bahkan di dunia internasional mengakibatkan masyarakat berupaya untuk mengubah pola hidupnya. Bahkan terdapat aktivitas yang dulunya tidak terbenak di dalam pikiran, kini harus menerima realita tersebut. Sebagian masyarakat beranggapan lebaran tahun lalu adalah lebaran pertama kalinya tanpa adanya mudik. Sebagian masyarakat beranggapan saat ini adalah waktunya “libur” karena dapat bekerja dan belajar di rumah saja.
Namun, kondisi pandemi ini bukanlah salah satu alasan masyarakat tidak dapat melakukan aktivitas atau mematikan kreativitas masyarakat. Perlu direnungkan, kondisi pandemi saat ini terselamatkan oleh peran teknologi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) pada tahun 2012 hingga 2018 selalu meningkat. Dari skala 0 hingga 10, pada tahun 2018, IP-TIK di Indonesia mencapai 5,07 sedangkan tahun sebelumnya mencapai 4,96. Dalam perhitungan IP-TIK melibatkan 11 indikator yang terbagi ke dalam 3 subindeks yaitu subindeks akses dan infrastruktur, subindeks penggunaan, dan subindeks keahlian.
Apabila ditelaah lebih lanjut, persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang mengakses internet dalam 3 bulan terakhir menurut kelompok umur pada tahun 2018 di Indonesia yaitu usia 5-12 tahun sebesar 5,69 persen, usia 13-15 tahun sebesar 8,72 persen, usia 16-18 tahun sebesar 11,21 persen, usia 19-24 tahun sebesar 20,23 persen, usia 25-49 tahun sebesar 47,54 persen, usia 50 tahun ke atas sebesar 6,61 persen.
Sejak terjadinya wabah Covid-19 di Wuhan pada akhir tahun 2019, membuat masyarakat mulai mengurangi aktivitas di luar rumah. Hal ini dikarenakan untuk memutus persebaran penularan. Akibatnya, beberapa aktivitas seperti bekerja, bersekolah, dan berbelanja tidak dilakukan seperti biasanya. Sebagian dari mereka melakukan aktivitas-aktivitas tersebut di rumah. Sejak diberlakukan aturan physical distancing, beberapa kantor menerapkan sistem Work Form Home (WFH). Begitu pula kegiatan belajar mengajar yang semula di sekolah atau kampus, kini menerapkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Hal yang sama pun terjadi di dalam aktivitas berbelanja. Sebagian masyarakat lebih memilih berbelanja online daripada berbelanja di tempat perbelanjaan secara langsung.
Berdasarkan data Publikasi BPS Tinjauan Big Data terhadap Dampak Covid-19 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 9,5 persen per harinya aktivitas masyarakat di tempat tinggal sejak diberlakukan WFH. Lain halnya di tempat kerja yang cenderung mengalami penurunan aktivitas rata-rata sebesar 16,5 persen per harinya. Apabila dilihat lebih rinci, sejak diberlakukan kebijakan WFH pada Maret 2020 dan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) pada April 2020 di Provinsi DKI Jakarta, kebijakan tersebut mampu menekan mobilitas masyarakat. Hal ini dibuktikan mobilitas masyarakat ke tempat kerja sejak diberlakukan WFH terjadi penurunan sebesar 15 persen. Bahkan angka tersebut mengalami penurunan drastis sejak diberlakukan kebijakan PSBB yaitu menjadi sebesar 73 persen.
Penerapan physical distancing pun berlaku di sekolah maupun kampus. Akhir-akhir ini peserta didik harus mengikuti pembelajaran dengan sistem PJJ melalui aplikasi maupun sarana yang mendukung lainnya. Akibatnya, baik orang tua maupun peserta didik berupaya untuk memahami penggunaan teknologi, salah satunya adalah internet. Bahkan karena kondisi pandemi belum berakhir, peserta didik pun harus mengikuti ujian semesteran dengan kondisi jarak jauh. Begitu pula mahasiswa-mahasiswi semester akhir yang akan menempuh sidang skripsi, semuanya dilakukan secara online Namun, masih ditemukan peserta didik yang mengalami kesulitan jika dilakukan sistem PJJ tersebut.
Tidak hanya sistem PJJ yang diterapkan di rumah. Namun, acara wisuda juga dilaksanakan secara virtual. Para mahasiswa dan orang tua menggunakan laptop atau komputer dan jaringan internet agar dapat mengikuti serangkaian acara. Wisuda yang biasanya meramaikan suasana kampus, kini di masa pandemi acara kelulusan tersebut dipisahkan oleh jarak. Tidak ada tawa dan tangisan mahasiswa-mahasiswi yang terlihat secara langsung. Tidak ada karangan-karangan bunga yang ramai seperti tahun-tahun lalu.
Selain itu, terjadinya wabah Covid-19 menyebabkan terjadinya peningkatan berbelanja online yang disukai sebagian besar wanita. Adanya penularan virus yang begitu cepat, membuat masyarakat lebih nyaman untuk berbelanja dari rumah. Hal ini dibuktikan berdasarkan data Publikasi BPS Tinjauan Big Data terhadap Dampak Covid-19 menunjukkan bahwa sejak diberlakukan kebijakan WFH pada Maret 2020 dan PSBB pada April 2020 di Provinsi DKI Jakarta, kebijakan tersebut mampu menekan mobilitas masyarakat. Hal ini dibuktikan mobilitas masyarakat ke tempat belanja kebutuhan sehari-hari sejak diberlakukan WFH terjadi penurunan sebesar 3 persen. Bahkan angka tersebut mengalami penurunan drastis sejak diberlakukan kebijakan PSBB yaitu menjadi sebesar 46 persen.
Berdasarkan data yang terdapat di publikasi BPS tersebut, penjualan online mengalami peningkatan. Penjualan online di masa Covid-19 pada Maret 2020 menunjukkan terjadinya peningkatan 3,2 kali dari penjualan pada Januari 2020 sedangkan pada April 2020 menunjukkan terjadinya peningkatan 4,8 kali dari penjualan pada Januari 2020. Apabila dilihat lebih rinci berdasarkan data Publikasi BPS Hasil Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19 tahun 2020, hasil survei menunjukkan sebanyak 31 persen responden mengalami peningkatan berbelanja online selama masa pandemi, sebanyak 28 persen responden mengalami penurunan berbelanja, dan sisanya tetap. Lebih uniknya lagi, 54 dari 100 responden dari generasi milenial yang berbelanja online selama masa pandemi adalah perempuan. Hal tersebut menunjukkan generasi milenial perempuan lebih menyukai berbelanja online dibandingkan generasi milenial laki-laki.