Dalam menanggapi persoalan diatas, kami berasumsi kalau Kamu sudah mempunyai akta kelahiran dari perkawinan orang tua Kamu yang sebelumnya dan bahwa Kamu dan keluarga Kamu beragama Islam.
Definisi kartu keluarga (KK) diatur dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU 24/ 2013) yang menerangkan kalau:
Kartu Keluarga, selanjutnya disingkat KK, adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.
Dari penafsiran di atas bisa disimpulkan kalau dalam KK dimuat identitas anggota keluarga dan ikatan kekeluargaannya. Identitas yang diartikan pada umumnya terdiri dari kepala keluarga, istri, dan anak. Karena merupakan salah satu dokumen kependudukan, KK merupakan alat bukti autentik dapat menjadi salah satu bukti kokoh dan legal atas status identitas keluarga dan anggota keluarga.
Tetapi, menanggapi persoalan diatas, nantinya dalam menelusuri hubungan hukum antara Kamu sebagai anak dari ibu Kamu, bukan cuma KK saja yang bisa dijadikan sebagai alat bukti. Penelusuran hubungan hukum selaku ahli waris juga dapat dilakukan salah satunya melalui akta kelahiran, yang juga ialah akta autentik sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Risiko Hukum Mengubah Keterangan dalam Akta Kelahiran. Sehingga, Kamu wajib menyimpan dengan baik akta kelahiran Kamu yang nantinya bisa dijadikan fakta kalau Kamu ialah anak dari ibu Kamu.
Berikutnya, mengenai hak waris Kamu, Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI) menerangkan kalau:
Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Bersumber pada syarat tersebut, untuk menjadi ahli waris, seorang wajib memiliki ikatan darah ataupun ikatan pernikahan dengan pewaris. Hal ini bisa dibuktikan salah satunya dengan terdapatnya bukti surat berupa akta autentik seperti kami jelaskan di atas. Sehingga, setelah Kamu meyakinkan diri sebagai ahli waris, maka Kamu berhak menerima hak Kamu selaku ahli waris sekalipun dari kecil Kamu ikut dengan kakek Kamu, sebab Kamu memiliki ikatan darah sebagai anak kandung laki- laki dari ibu Kamu.
Perihal tersebut cocok dengan Pasal 174 ayat (1) KHI yang berbunyi:
-
Menurut hubungan darah:
-
golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
-
Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
-
-
Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.
Berikutnya, mengenai wasiat ibu Kamu kepada keluarga angkat tanpa memberikan sepeserpun bagian kepada Kamu, hal tersebut berkaitan dengan syarat dalam Pasal 194 dan Pasal 195 KHI, yang menyatakan:
- Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
- Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
- Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
-
Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.
-
Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
-
Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
-
Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.
Bersumber pada syarat di atas, yang bisa diwasiatkan oleh ibu Kamu kepada keluarga angkatnya hanyalah sebagian harta warisan, yakni maskimal 1/3 dari harta warisannya, kecuali jika seluruh ahli waris menyetujui. Sehingga, apabila Kamu sebagai ahli waris tidak menyetujui, maka wasiat ibu Kamu kepada keluarga angkatnya tidak akan melebihi 1/3 dari harta warisannya. Melansir dari Wasiat Dalam Waris Islam, batas tersebut ditetapkan untuk melindungi hak Kamu selaku ahli waris.
Demikian jawaban dari kami, mudah-mudahan berguna.
Dasar Hukum:
-
Kompilasi Hukum Islam;
-
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.