Tantangan Membangun Birokrasi Sehat dalam Pembangunan Nasional

Sumber : Pinterest

Secara etimologi Birokrasi berasal dari Bahasa Perancis yaitu “bureau” yang berarti meja/kantor. sedangkan secara terminologi birokrasi dijelaskan sebagai seperangkat aturan yang disusun serta dikendalikan melalui proses-proses diatas meja dan perkantoran. Birokrasi merupakan bagian dari sebuah struktur yang hierarkies dengan segala fungsi dan tanggung jawabnya kepada berbagai pihak yang didasarkan pada pembagian tugas pokok dan rincian permasalahan yang harus diselesaikan. Pada perkembangan era modern, birokrasi diasosiakan dengan lembaga/institusi formal kenegaraan sebagai sebuah fasilitas politik dan pemerintahan dalam mengatur dan mengendalikan negara melalui konsep trias politika dari masing-masing badan dengan segala rincian tugas pokok dan fungsinya. Sehingga, birokrasi diidentikkan dengan lembaga formal kenegaraan eksekutif, legislatif dan yudikatif sebagai wajah dan bentuk dari birokrasi itu sendiri.

Weber (Dalam Tazid, 2020) mengungkapkan bahwa birokrasi merupakan bagian dari pengejawantahan konsep rasional instrumental yang memiliki jalan pemikiran formal dalam memberikan pilihan mean (alat) dan end (tujuan) sebagai kesadaran kultur, tradisi dan hukum sehari-hari melalui prosedur institusional atau kelembagaan, sehingga memiliki pengaruh yang besar dalam pengoperasian stabilitas berbagai tujuan utama dari organisasi yang dijalankan. Bahkan Weber lebih memperkecil lagi pikiran birokrasi menjadi konsep otoritas sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari implementasi operasionalnya berdasarkan 3 (tiga) institusional yang berkembang di tengah masyarakat, yaitu:

Otoritas Tradisional, yaitu kewenangan (authority) dan kekuasaan (power) berdasarkan mekanisme tradisi yang dilakukan secara turun menurun dan Legitimasi kekuasaannya berasal dari loyalitas masyarakat dalam menjalankan mesin birokrasinya. Tipe birokrasi yang menggunakan otoritas tradisional tersebut sangat bergantung pada beberapa hal yaitu 1) Gerontokrasi, yaitu kekuasaan mutlak yang dipegang berdasarkan usia, kedewasaan, kebaikan, moralitas dan kematangan spiritual. 2) Patriarkhalisme, yaitu otoritas yang diberikan kepada kaum laki-laki dalam memutuskan suatu hal yang berkaitan dengan perangkat kekuasaan dibandingkan perempuan. 3) Patrimonialisme, yaitu kewenangan atau otoritas yang diberikan berdasarkan genitas atau garis keturunan.

Otoritas Kharismatik, yaitu kewenangan (authority) dan kekuasaan (power) berdasarkan pada pesona dari seorang pemimpin dalam mempengaruhi berbagai tindakan seseorang.

Otoritas Legal Rasional, kewenangan (authority) dan kekuasaan (power) berdasarkan proses-proses formal dalam penentuan seorang pemimpin melalui pemikiran-pemikiran rasional dari seseorang berlandaskan peraturan dan hukum sebagai aturan mainnya atau prosedur formal.

Weber sendiri dalam berbagai diskursus memiliki kecenderungan pemikiran membangun otoritas rasional sebagai upaya konkrit menciptakan ideal typus dalam menjalankan segala aktifitas birokrasi yang memiliki legalitas yang kuat. Sebab posisi rasionalitas dalam pelaksanaan otoritas legal yang disandarkan dengan konsep ideal typhus, diyakini Weber akan melahirkan ide profesionalitas dan akan mencapai hasil maksimal dalam upaya mengurus organisasi, negara dan pemerintahan melalui tugas yang terorganisir, jabatan yang hierarkies, teknis aturan legal, pembagian tugas yang proporsional, administrasi bersifat dokumentatif serta sistem otoritas bersifat multidimensional dengan hak dan kewajiban yang disesuaikan dengan mekanisme organisasi dan aturan yang berlaku (Toye, 2006). Sedangkan menurut Martin Albrow (2004), melakukan analisis mengenai praktek birokrasi dengan konklusi 7 (tujuh) konsepsinya mengenai birokrasi. Konsepsi, yaitu: (1) Birokrasi sebagai organisasi rasional; (2) Birokrasi sebagai inefesiensi organisasi; (3) Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan para pejabat; (4) Birokrasi sebagai administrasi negara (publik); (5) Birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan pejabat; (6) Birokrasi sebagai suatu organisasi; dan (7) Birokrasi sebagai masyrakat modern. Sedangkan, Ibnu Khaldun (1977) sendiri menggambarkan birokrasi negara sebagai sebuah siyasah dengan pandangan dasarnya mengenai tipologi birokrasi ideal sebagai jalan mengatur negara dan pemerintahan dengan baik dengan berbagai penguatan serta mengidentifikasikan siyasah menjadi siyasah diniyah, siyasah ‘aqliyah dan siyasah madaniyah. 1) Siyasah Diniyah, merupakan birokrasi yang dioperasikan dengan aturan agama dan syariat sebagai panduan dasarnya dalam menciptakan birokrasi yang stabil. 2) Siyasah ‘Aqliyah, merupakan birokrasi yang dioperasikan dengan pemikiran atau rasio sebagai pedoman dalam menciptakan birokrasi yang rasional. Dan 3) Siyasah Madaniyah (Republik ala Plato) merupakan suatu Negara yang diperintah oleh segelintir golongan elit atas sebagian besar golongan budak yang tidak mempunyai hak pilih (Al-Chaidar, 2020).

Konsep Birokrasi Sehat
Keyakinan Max Weber mengenai implikasi membangun birokrasi rasional dengan berbagai struktur dan gagasan intinya berupaya memberikan sebuah pemahaman integral bahwa organisasi yang dijalankan harus berdasarkan pada efektifitas, kontrol dan membangun aspek kedisiplinan pada lingkungan kerjanya. Kekuasaan tidak boleh dilakukan secara asal-asalan dengan mengedepankan egoisentrisme dan egosektoralisme, sehingga kekuasaan yang dijalankan tidak memiliki aturan main yang jelas dan terarah. Penguatan kontrol dengan menguatkan kapasitas, kapabilitas dan kompetensi pemimpin juga menjadi bagian terpenting dalam membangun birokrasi yang kapabel.

Profesionalitas pada bidang pekerjaan berdasarkan amanah yang diberikan melalui penguatan komitmen yang baik (good commitment) dari setiap aktor dalam berbagai lembaga politik, sosial, ekonomi dan berbagai institusi professional lainnya menjadi kata kunci dari peluang besar tercapainya cita-cita dan harapan pembangunan yang menjadi target dan tujuan bersama sebagai konsekuensi logis dari terciptanya good governance dan good government. Akan tetapi, Weber juga melakukan pembatasan dalam dimensi pelaksanaan otoritas legal-rasional melalui konsep kolegial (melibatkan stake holders), distribusi tanggung jawab, administrasi sehat, sistem terbuka dan transparan, pelaksanaan sistem representasi dan implementasi rekruitmen terbuka melalui prosedur yang sesuai dengan tersedianya aturan sebagai pedoman kinerja yang jelas, terutama panduan bagi para birokrat dan pejabat negara yang memiliki tanggung jawab yang besar pada amanah kesejahteraan rakyat yang diembannya, bukan amanah personal dan komunal yang sifatnya eksklusifitas kesejahteraan bersifat pribadi dan golongan.

Membangun struktur pemerintahan yang baik artinya sama dengan membangun birokrasi yang sehat, sedangkan membangun birokrasi yang sehat sama artinya dengan upaya membangun peradaban yang berkualitas dan memiliki manfaat besar bagi cita-cita pembangunan sebuah bangsa dan negara. Standar membangun birokrasi sehat tentunya dapat disimpulkan kedalam beberapa hal, yaitu:

Birokrasi yang didalamnya di isi oleh orang-orang yang memiliki kualitas, kapasitas, kompetensi, dedikasi dan integritas yang tinggi, sehingga orientasi kinerjanya adalah menyeimbangkan antara basis profesionalitas dengan profit material sebagai orientasi dari kinerja yang dijalankannya.

Birokrasi yang dibangun dengan implementasi sistem pemerintahan yang baik berdarkan aturan kinerja yang jelas dan tegas serta dimengerti sebagai panduan bersama dalam menjalankan organisasi negara dan pemerintahan sebagai instrumen ideal menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat tanpa diskriminasi.

Penyediaan pelayanan yang terus ditingkatkan kualitasnya, bebas korupsi serta memiliki akuntabilitas yang tinggi dalam penyelenggaraan organisasi, negara dan pemerintahan, sehingga semua program dan target nasional dapat direalisasikan.

Cara yang bisa dilakukan secara bersama-sama dalam upaya menciptakan birokrasi yang sehat serta memiliki dampak langsung bagi kesejahteraan rakyat adalah dengan beberapa teknik, yaitu, 1) Penyelenggaraan Rekruitmen Sehat dalam penempatan orang diberbagai posisi dan struktur berdasarkan klasifikasi dan keahliannya, bukan berdasarkan kedekatan, proses transaksional dan nepotisme yang berkepanjangan. 2) Membangun Administrasi Sehat dalam penyelenggaraan organisasi, negara dan pemerintahan berdasarkan ketentuan, aturan dan konsensus bersama dalam penyelenggaraannya, sebab administrasi sehat dapat menyingkirkan kultur administrasi negosiasi dalam realita birokrasi kita selama ini. Dan yang tidak kalah penting dari itu mengenai 3) Dibangunnya Sistem yang Sehat berdasarkan kearifan lokal dan nilai-nilai kebaikan yang berkembang di sebuah organisasi, negara dan pemerintahan. Seandainyapun ingin mengadopsi nilai-nilai yang baik dari konsep organisasi, negara dan pemerintahan negara lain, maka yang harus diperhatikan adalah berkaitan dengan konsistensi dengan tujuan mulia yang hendak dicapai dalam pembangunan nasional terutama dalam peningkatan sumber daya manusia dan pelestarian sumber daya alam sebagai kekayaan yang harus digunakan untuk merealisasikan kemajuan bersama.

Tantangan Pembangunan: Korupsi

 

Sumber : Pinterest

 

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 1-3 telah menjadi pemandu bagi para elit untuk menjalankan birokrasi berdasarkan tujuan utama menyejahterakan rakyat. Sebab para pemegang otoritas kekuasaan diberikan kewenangan dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan negara secara holistik dan berkelanjutan. Akan tetapi, terdapat tantangan dalam pelaksanaan pembangunan nasional secara komprehenshif mengenai berkembangnya perilaku korupsi di kalangan para pejabat atau birokrat yang menjadi bagian penting dari pelaksanaan birokrasi. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan terdapat 397 pejabat publik yang terjerat kasus korupsi dari tahun 2004 sampai bulan Mei 2020 dengan rincian 257 merupakan anggota DPR RI dan DPRD dan 119 merupakan Bupati/Wali Kota. Bahkan kerugian negara akibat perilaku korupsi yang masih terus terjadi hingga saat ini dengan akumulasi sebesar 168 triliyun.

Pemaparan data KPK tersebut, tentu menjadi beban moral tersendiri dalam upaya membangun birokrasi sehat yang memiliki dampak besar bagi kemajuan pembangunan nasional, sebab perilaku korupsi telah menjadi patologi yang teramat berat dalam membangun semangat kemajuan di berbagai sektor pembangunan itu sendiri. Jika dahulu Bureaumania yang merupakan penyakit birokrasi yang menunjukkan kekakuan dalam kekuasaan menjadi salah satu penyakit birokrasi di abad 17. Pada abad 19 penyakit birokrasi seperti yang disampaikan Weber mengenai Birokrasi Irrasional yang dianggap red tape serta mengacaukan berbagai strategi, kebijakan dan tujuan birokrasi rasional sebagai jawaban utama dalam menghadapi tantangan kemajuan peradaban. Sedangkan Ibnu Khaldun melihat disorientasi sebagai kesalahan berpikir dalam menjalankan birokrasi yang baik, sebab birokrasi seharusnya dijalankan dengan dasar kepentingan negara, bukan kepentingan komunal.

Mencermati khusus perilaku korupsi yang saat ini menjadi tantangan besar di berbagai negara berkembang termasuk di Indonesia. Kecenderungan muncul dan terus berkembangnya perilaku korupsi akibat terus berkembangnya praktek kejahatan birokrasi atau Bureaucracy of crime dengan berbagai bentuk dan modifikasinya. Konsep kejahatan birokrasi tersebut merujuk pada berbagai perilaku amoral yang dilakukan pejabat publik atau calon pejabat publik dengan berbagai vareasi tindaknnya yang menyalahi aturan dan perundang-undangan. Gambaran kejahatan birokrasi tersebut bisa kita cermati dari masih berkembangnya praktek percaloan dalam berbagai praktek pelayanan publik, rekruitmen pegawai, dll. Sedangkan dalam politik juga masih belum bisa tuntasnya persoalan politik uang (money politics) dalam setiap kontentasi pemilu/pilkada bahkan masih belum jelasnya/debatable dari aturan mahar dan setoran politik dalam aktifitas perpolitikan itu sendiri. Sedangkan dalam beberapa kasus korupsi yang terjadi dalam kebijakan pembangunan strategis, muncul fenomena vee proyek yang semakin memperjelas bahwa tantangan terbesar membangun birokrasi sehat saat ini adalah Korupsi. Oleh sebab itu, menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga martabat bangsa dengan menghentikan segera perilaku korupsi di semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara dengan terus meningkatkan kesadaran kolektif bahwa negara ini milik bersama, harus dikelola dengan prinsip green policy dan penerapan law enforcement dengan mengedepankan pendekatan nilai berdasarkan dedikasi, integritas dan tanggung jawab yang kuat sebagai prinsip dasar mensukseskan harapan dan cita-cita pembangunan nasional.

Sumber :
Albrow, Martin. 2004. Birokrasi, Yogyakarta: Tiara Wacana (Cetakan Ke-3)

Tazid, Abu (2020). Interrelasi Disiplin Ilmu Sosiologi: Catatan Kunci dan Ikhtisar Teoritik. Surabaya: Jakad Media Publishing
Al Chaidar. Nomokrasi Islam di Indonesia. Aceh Anthropological Journal, Volume 4, No. 1, 1-34, April 2020
Toye, John. Modern Bureaucracy, Research Paper No. 2006/52, Unived Nations University, May 2006
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/30/11223141/kpk-catat-397-pejabat-politik-terjerat-korupsi-sejak-2004-hingga-mei-2020 (Diakses pada hari Sabtu, 30 Januari 2021, Pukul 11.01)

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Mata Abu

Penulis lepas
Tenaga pengajar di Perguruan Tinggi Swasta
Telah menerbitkan dua judul buku
"Tokoh, Konsep dan Kata Kunci Teori Postmoderen" (2017)
"Interelasi Disiplin Ilmu Sosiologi : Catatan Kunci dan Ikhtisar Teoritik" (2020)

Artikel: 12

26 Comments

  1. Terus solusinya apa pak? apakah korupsi di negeri ini hanya berhenti diatas pena? sedangkan hukumnya masih tumpul keatas

  2. Calo itu sm juga upaya memeras rakyat, harus ada hukum yg tegas, aplg nnti calonya didukung abdi negara, kan repot

  3. terima kasih atas pengayaan materinya pak, terus terang sy suka sekali tulisan bapak, sesuai realitas apalagi konsep “Kejahatan Birokrasi” nya, bagus

  4. produktif sekali kanda yang satu ini, ayo kanda, kita suarakan bersama “Hukum Milik Semua”… hidup mahasiswa

  5. semua sektor harus berbenah termasuk rakyat, suaranya jgn mau dibeli ketika ada kontestasi pilkada

  6. Terima kasih semuanya yang sudah menyempatkan komen temen-temen, mohon maaf tidak bisa menjawab di kolom komentar ini, kita selesaikan di kelas dan forum diskusi. intinya kita punya pikiran yang sama bahwa Musuh besar kita saat ini adalah Bangsa Sendiri dengan Perilaku Korupsinya, Semoga tulisan saya bermanfaat, mencerahkan dan mencerdaskan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *