Pandemi yang tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda mereda membuat ekonomi Indonesia diprediksi masih akan mengalami tantangan hebat tahun ini. Terlebih, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai penopang perekonomian Tanah Air telah mengalami hantaman yang cukup signifikan akibat dari berlangsungnya pandemi COVID-19 di Indonesia, khususnya dari segi finansial.
Survei yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) dan United Nations Development Programme (UNDP) menunjukkan bahwa setidaknya ada tiga dampak keuangan utama yang dirasakan oleh para pelaku UMKM di saat pandemi. Ketiganya mencakup kesulitan membayar utang, kesulitan membayar biaya tetap seperti biaya sewa tempat, dan kesulitan membayar gaji karyawan.
Selain itu, diketahui juga bahwa mayoritas UMKM mengalami penurunan omzet, laba, aset, dan jumlah karyawan. Jika dirinci lebih jauh, 88% UMKM mengalami penurunan margin keuntungan. Selain itu, 79% UMKM menyatakan bahwa mereka harus mengurangi jumlah karyawan. Khusus untuk penurunan tenaga kerja, hal tersebut paling dirasakan oleh usaha menengah dan besar, karena usaha mikro dan kecil notabene memiliki sumber daya manusia yang sudah relatif kecil.
Dari sisi penawaran, ada 47% UMKM yang menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku produksi. Kemudian, 75% UMKM mengaku merasakan adanya kenaikan harga bahan baku sehingga mereka sulit untuk menjalankan kegiatan produksi.
Jika dilihat dari sisi permintaan, 90% UMKM merasa permintaan terhadap produk mereka sangat menurun akibat pandemi. Para pelaku UMKM juga merasa kesulitan untuk menentukan harga karena fluktuasi dari harga bahan baku. Tidak hanya itu, para pegiat UMKm juga menyebut bahwa mereka kesulitan mendistribusikan barang dagangannya, khususnya di awal pandemi serta pada saat penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Survei yang dilakukan oleh LPEM UI dan UNDP di tahun 2020 ini dilakukan terhadap lebih dari 1.100 UMKM yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia. Jika dirinci, 60% responden berasal dari Pulau Jawa dan 40% sisanya berasal dari luar Pulau Jawa.
Saat survei tersebut dilakukan pada Agustus 2020, rata-rata responden mengaku bahwa mereka tidak bisa bertahan selama lebih dari 10 bulan. Secara rata-rata, usaha mikro memiliki ketahanan yang lebih pendek, karena para pemilik usaha mikro mengaku daya tahan kelangsungan bisnisnya hanya sekitar 4–6 bulan.
Lantas, dengan kondisi UMKM yang seperti itu, bagaimana proyeksi pertumbuhan UMKM di tahun 2021 ini? Menariknya, di tengah tantangan ekonomi saat ini dan di masa mendatang, UMKM Indonesia berpeluang untuk rebound dari dampak pandemi.
Beberapa hal yang dapat mendukung pemulihan tersebut antara lain adanya intervensi pemerintah dalam hal kesehatan dan fiskal. Intervensi kesehatan seperti vaksinasi akan mempercepat pemulihan konsumsi serta mengembalikan potensi investasi yang lebih luas. Lalu, intervensi fiskal dengan penambahan stimulus di tahun 2021 akan menggairahkan sektor UMKM. Berdasarkan hal tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan akan memulih ke angka 4% hingga 6% pada tahun 2021.
Khusus untuk intervensi fiskal, pemerintah melalui Kementerian Keuangan diketahui menaikkan alokasi dana penanganan dampak pandemi COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di 2021 dari Rp627,9 triliun menjadi Rp688,33 triliun. Kenaikan anggaran tersebut dialokasikan untuk lima sektor, yaitu kesehatan, dana program perlindungan sosial, program prioritas sektoral kementerian atau lembaga (K/L), dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi, serta insentif usaha.
Terkait dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi, Kementerian Keuangan telah mengalokasikan anggaran senilai Rp187,17 triliun dari seluruh dana penanganan dampak pandemi COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di atas. Anggaran tersebut rencananya dialokasikan untuk subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan non KUR, bantuan kepada pelaku usaha mikro, pembebasan biaya abonemen listrik untuk UMKM, dan lain-lain.
Transformasi Digital dan Kejelian Melihat Peluang
Proyeksi pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2021, serta dana dukungan UMKM dari pemerintah, tentu bisa menjadi angin segar bagi para pelaku UMKM. Meski demikian, para pegiat UMKM tetap harus berupaya keras untuk bisa meneruskan adaptasinya di tengah kenormalan baru saat ini, sekaligus menyiapkan diri terhadap berbagai perubahan lainnya yang dapat terjadi di era next normal ke depan.
Maka dari itu, untuk bisa bertahan, para pelaku UMKM perlu mengandalkan ICT (information, communication, and technology). Adopsi teknologi ini bisa menjadi focal point untuk mendongkrak transaksi. Bahkan, para pelaku UMKM bisa menjadi lebih berdaya saing jika pelaku UMKM bisa meneruskan adopsi teknologi tersebut secara lebih jauh hingga mampu menerapkan transformasi digital secara utuh.
Transformasi digital ini bisa dilakukan dengan memaksimalkan platform digital dalam menjalankan strategi pemasaran yang mampu mendorong perputaran produk secara terus menerus dan berkelanjutan. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pelaku bisnis UMKM dalam menjalankan transformasi digital adalah menjalin kemitraan bersama layanan pengiriman online serta berkolaborasi dengan platform e-commerce untuk menjalankan promo menarik dan program bundling khusus.
Tidak hanya itu, transformasi digital juga perlu diterapkan di internal UMKM itu sendiri. Misalnya, para pelaku UMKM bisa mulai merapikan pencatatan usahanya secara digital. Berbagai proses manajerial bisnis seperti arus kas, pengecekan stok barang, dan operasional inventaris lainnya dapat mulai dialihkan ke layanan digital. Dengan begitu, pelaku bisnis dapat fokus pada perencanaan bisnisnya, bahkan mungkin bisa mulai melakukan ekspansi pasar walau sedang berada di tengah kondisi yang serba tidak pasti akibat pandemi COVID-19.
Proses transformasi digital UMKM sendiri dapat dilihat dengan semakin besarnya jumlah pengguna e-commerce di Indonesia. Tercatat bahwa pertumbuhan volume transaksi e-commerce pada September 2020 mengalami peningkatan 79,38% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi 150,16 juta transaksi. Jumlah UMKM yang telah berhasil go digital pun tercatat sudah melampaui 9 juta UMKM.
Selain transformasi digital, upaya berikutnya yang bisa dilakukan oleh para pelaku UMKM untuk bisa tetap bersaing di era new normal saat ini dan era next normal ke depan adalah meningkatkan kejelian dalam melihat peluang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memaksimalkan kemampuan untuk menarget kebutuhan baru yang muncul akibat dari pandemi COVID-19 yang mendorong berbagai perubahan perilaku konsumen dalam melakukan kegiatan konsumsi.
Beberapa perubahan pun sejatinya sudah tampak di beberapa sektor. Misalnya di sektor kuliner. Saat pandemi berlangsung, semakin banyak kopi dengan kemasan besar, misalnya 1 liter, yang ditawarkan kepada pelanggan. Hal tersebut menjadi salah satu bentuk respons dari pelaku usaha dalam menjawab kebutuhan konsumen yang saat ini banyak bekerja di rumah, karena kopi dengan kemasan besar dapat memberikan pengalaman lebih bagi pelanggan karena bisa disimpan di kulkas, sesuatu yang mungkin tidak bisa ditemui di semua kantor. Dengan begitu, konsumen tidak perlu lagi banyak memesan kopi dalam kemasan gelas.
Kejelian dalam melihat peluang di tengah kenormalan baru ini pun tidak hanya harus dimiliki oleh para pelaku usaha lama, namun juga harus dipunyai oleh insan-insan kreatif yang baru mulai merintis bisnisnya. Terlebih, saat ini memang banyak sekali usaha-usaha baru yang bermunculan di masa pandemi, khususnya mereka yang menarget generasi milenial dan generasi Z yang digital-savvy sebagai pangsa pasar.
Ke depan, para pelaku UMKM tampak perlu untuk menghapus keraguannya dalam mulai mengadopsi teknologi dan digitalisasi untuk mempermudah kegiatan operasionalnya. Hal tersebut pun sejatinya akan memudahkan mereka dalam merancang strategi ke depan demi menjawab kebutuhan pasar dan konsumen yang terus bergerak dinamis di era disrupsi ini. Dengan begitu, akan semakin banyak UMKM yang berdaya saing tinggi yang lebih punya daya tahan terhadap gempuran efek pandemi ataupun risiko-risiko usaha lainnya, yang tentunya hal tersebut juga akan berdampak positif pada pertumbuhan perekonomian Indonesia di tahun ini dan di tahun-tahun berikutnya.