Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter: Pengganti Ujian Nasional (UN) Tantangan dan Peluang

Pemerintah terus berbenah dalam memperbaiki sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mempersiapkan generasi unggul Indonesia pada tahun 2045, berbagai program telah dikembangkan dan dikaji secara matang dan mendalam. Terdapat empat program pokok kebijakan pendidikan yang dikenal dengan “Merdeka Belajar”, salah satunya adalah pemberlakuan Ujian Nasional (UN) akan dihapus dan diganti dengan program Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter. Hal ini untuk memberikan kebebasan seutuhnya kepada sekolah untuk mengembangkan proses pembelajaran sesuai dengan konteks yang ada pada daerah dimana sekolah tersebut berasal. Hal pokok yang terkandung dalam kebijakan tersebut diantaranya literasi dan numerasi untuk Asesmen Kompetensi Minimum serta Karakter berdasarkan pada Asas Pancasila.

Asesmen Kompetensi Minimum merupakan penilaian berbasis pada kompetensi minimum yang dimiliki oleh siswa untuk dapat mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif kepada masyarakat. Terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur yaitu literasi dan numeris.  Baik pada literasi membaca dan numerasi, kompetensi yang dinilai mencakup keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep serta pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan memilah serta mengolah informasi. Asesmen kompetensi minimum menyajikan masalah-masalah dengan beragam konteks yang diharapkan mampu diselesaikan oleh murid menggunakan kompetensi literasi membaca dan numerasi yang dimilikinya. Asesmen kompetensi minimum dimaksudkan untuk mengukur kompetensi secara mendalam, tidak sekedar penguasaan konten.

Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks tertulis untuk mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia dan untuk dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat. Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia.

Survey Karakter adalah upaya untuk mengetahui perkembangan karakter siswa berdasarkan pada asas pancasila yang diimplementasikan pada iklim sekolah. Survey ini sendiri bertujuan untuk melihat sejauh mana perkembangan karakter yang dimiliki siswa tersebut. Survey yang dimaksud tidak dalam bentuk tes namun  para murid menjawab sejumlah pertanyaan yang sifatnya personal, terkait opini murid mengenai topik yang ada pada nilai-nilai pancasila, tetapi terkait esensi dan behavior dari topik-topik tersebut. Survey tersebut akan dijadikan alat ukur bagi karakter siswa di sekolah, sehingga sekolah dapat mengkondisikan lingkungan yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

Mekanisme dalam penerapan Asesmen kompetensi minimum dan survey karakter dilaksanakan oleh siswa pada pertengahan kelas yaitu bagi Sekolah Dasar Kelas IV, Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII dan Sekolah Menengah Atas Kelas XI. Hal ini ditujukan agar pemerintah dan sekolah mempunyai waktu untuk dapat mendesain program pengembangan dan perbaikan guna peningkatan mutu pembelajaran. Hasil asesmen yang diberikan dapat dievaluasi oleh sekolah untuk mengidentifikasi kebutuhan siswa. Asesmen yang dilakukan sejak jenjang SD, hasilnya dapat menjadi deteksi dini bagi permasalahan mutu pendidikan nasional. Hasil ujian tidak lagi digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang berikutnya.

Tantangan Penerapan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter

Dibalik optimisme tinggi akan hadirnya kedua sistem penilaian pendidikan yang baru, tentunya ada tantangan yang berpengaruh, berikut tantangan-tantangan yang akan dihadapi selama proses penerapan Asesmen kompetensi minimum dan survey karakter:

  1. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Pemerataan sistem pendidikan di Indonesia menjadi tantangan tersendiri yang sangat urgent masih dirasakan hingga saat ini. Tentunya dengan munculnya berbagai kebijakan baru tidak serta merta mampu dijalankan serentak hingga ke pelosok negeri. Hal ini yang dirasa punya banyak pekerjaan rumah untuk diselesaikan.
  2. Asesmen kompetensi minimum masih dalam bentuk konsep dan belum mempunyai bukti sahih yang menunjukkan hasil yang memuaskan. Penerapannya yang baru akan dijalankan pada tahun 2021 dengan menyasar sekolah dasar hingga sekolah menengah masih membutuhkan waktu untuk pembuktiannya. Tentunya setiap kebijakan mempunyai plus minus dalam penerapannya.
  3. Kontra dan pro selalu mengiringi langkah perjalanan suatu kebijakan. Dalam pelaksanaannya tentu ada sekolah yang dengan cepat bisa mengeksekusi tetapi ada sekolah yang dirasakan lambat dalam mengeksekusi terlebih posisi sekolah yang terdapat di pelosok-pelosok daerah. tentunya pemerintah selaku pembuat dan pengevaluasi kegiatan wajib mendampingi setiap tindak tanduk perjalanan kebijakan tersebut hingga selesai nanti.
  4. Asesmen kompetensi minimum dan survey karakter dilaksanakan tidak berdasarkan penguasan konsep semua materi yang diajarkan di sekolah tetapi mengerucut pada literasi dan numerasi. Sehingga kedepannya tidak mengedepankan penghafalan konsep tetapi pada penalaran. Hal ini masih menjadi kesulitan oleh sebagian besar siswa yang selama ini dibiasakan dengan metode penghafalan tidak pada penalaran atau proses kognitif. Sedangkan survey karakter memberikan nuansa yang berbeda dalam sistem penilaian pendidikan di Indonesia. Dirasa masih baru dan belum dibiasakan kepada siswa.
  5. Berkaitan dengan pembuktian tentunya kebijakan baru seperti ini masih membutuhkan waktu yang tidak instan dan singkat. Dibutuhkan tahapan serta proses dalam jangka waktu tertentu untuk menjustifikasi apakah bentuk penilaian assemen kompetensi minimum dan survey karakter dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk melihat peningkatan mutu sekolah yang menjadi sasaran.
  6. Guru seringkali dalam proses pembelajaran memfokuskan siswa untuk dapat menguasai materi yang seringkali keluar pada ujian nasional, sehingga tanpa disadari guru membatasi ruang gerak serta kreatifitas siswa dalam memahami suatu konteks atau masalah. Sistem seperti ini sudah lama diterapkan dan menjadi “role model” dalam pembelajaran selama ini. Tentunya dengan munculnya kebijakan assemen kompetensi minimum dan survey karakter memberikan pengaruh terhadap guru dan siswa selama proses pembelajaran. Bentuk penilaian ini butuh penguatan pada proses pembelajaran. Guru tentunya perlu untuk membiasakan siswa dengan memecahkan masalah berkaitan dengan literasi dan numerasi.
  7. Banyaknya pulau serta daerah yang ada di Indonesia, menjadikan bervariasi kebutuhan serta kultur pendidikan yang ada tiap daerah tentunya berbeda. Menganalisis kebutuhan dan keterbatasan dalam penerapan kebijakan tersebut tentunya dibutuhkan tenaga ahli lokal serta pemerhati pendidikan disetiap daerah agar kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Ada daerah dimana sekolah maupun lingkungan akademiknya sudah paten dan maju tetapi ada pula yang masih membutuhkan uluran tangan serta perhatian lebih dari pemerintah pusat sehingga pemetaan kebutuhan dan kultur pendidikan wajib untuk dianalisis sebelum diterapkan kebijakan tersebut.
  8. Fokus penilaian Asesmen kompetensi minimum dan survey karakter perlu dikaji secara lebih mendalam dan membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Selama ini sistem perangkingan memberikan justifikasi serta pembentukan mental dan karakter setiap daerah mengalami kemerosotan, hal ini yang perlu ditegaskan lagi oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan berkaitan dengan sistem penilaian yang baru ini apakah masih dibutuhkan perankingan pada setiap daerah di Indonesia.

Peluang Penerapan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter

Selain tantangan yang sudah dipaparkan diatas, terdapat peluang dalam penerapan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter, berikut peluang yang coba penulis rangkum:

  1. Proses penilaian hasil belajar siswa selama ini lebih dikerucutkan pada penguasaan konsep atau materi dalam bentuk Ujian Nasional (UN). Asesmen kompetensi minimum memberikan suatu “nuansa baru” atau “angin segar” bagi sistem penilaian pendidikan di Indonesia. Siswa tidak dituntut lagi untuk menghafal berbagai konsep atau materi melainkan lebih pada problem solving (penyelesaian masalah) dan penalaran. Diterapkannya kebijakan tersebut memberikan optimisme tinggi siswa akan mempunyai kecakapan dalam literasi dan numerasi serta karakter berbasis pada nilai-nilai pancasila.
  2. Proses pembelajaran yang acapkali menjadi pusat perhatian perbaikan sistem pendidikan di Indonesia semakin ditekankan pada kreatifitas dan inovasi guru. Sekolah tidak dibebankan dengan suatu paradigma berpikir membentuk siswa untuk mampu mengerjakan soal-soal UN tetapi lebih dikhususkan pada kecakapan siswa dalam menghadapi perkembangan teknologi dan digital sesuai dengan kebutuhan daerah.
  3. Perlu campur tangan berbagai pihak dalam dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan feedback atau umpan balik terhadap ketercapaian kedua kebijakan tersebut. Peranan sekolah, guru dan lingkungan dapat membentuk pribadi serta kemampuan siswa tersebut dalam mengedepankan kemampuan literasi dan numerasi serta penguatan karakter menuju Indonesia unggul pada tahun 2045.
  4. Literasi dan numerasi menjadi penilaian yang selama ini diterapkan dalam Programme for International Student Assessment (PISA). Muncul optimisme tinggi dengan sistem penilaian pendidikan yang baru, siswa-siswa Indonesia mampu bersaing secara nasional hingga pada tingkat Internasional. Serta penilaian karakter yang selama ini kurang diprioritaskan memiliki suatu standar penilaian dan menjadi fokus bagi lingkungan sekolah berbasis pada nilai-nilai pancasila.

Sumber:

https://theconversation.com/bagaimana-desain-ideal-tes-pengganti-un-yang-diusung-menteri-nadiem-akademisi-berpendapat-130059

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/tahun-2021-ujian-nasional-diganti-asesmen-kompetensi-dan-survei-karakter

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Florianus Nay
Florianus Nay

Seorang pegiat literasi dan berkecimpung dalam dunia pendidikan serta penelitian. Sekarang mengajar pada sebuah kampus swasta di Kupang Nusa Tenggara Timur. Mempunyai spirit dalam bidang pendidikan matematika dan matematika serta passion dalam menulis.

Artikel: 13

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

60 + = 61