Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ada banyak permasalahan di kehidupan manusia yang dapat diselesaikan secara matematis. Namun, secara umum proses pembelajaran matematika yang dilakukan saat ini cenderung bersifat formal, teoritis, kurang kontekstual, dan bersifat semu. Hal ini tentu berdampak pada kesenjangan antara matematika yang ditemukan anak di sekolah dan matematika yang ditemukan anak di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran matematika sangat perlu menjembatani antara matematika dalam dunia sehari-hari dengan matematika formal di sekolah.
Jean Piaget, seorang psikolog Swiss menjelaskan suatu teori tentang tahapan suatu informasi diolah dalam sistem kognisi manusia mulai dari berbentuk stimulus hingga suatu informasi baru. Piaget menggunakan istilah skemata untuk konsepsi awal. Apabila skemata berkembang sebagai akibat dari penyesuaian terhadap perubahan maka terjadilah adaptasi. Dalam prinsip adaptasi terdapat dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur skemata yang telah dimiliki seseorang. Akomodasi meliputi proses perubahan (adaptasi) skema lama untuk memproses informasi dan objek-objek baru di lingkungannya sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru. Dengan demikian, belajar tidak hanya menerima informasi dan pengalaman baru, tetapi juga penstrukturan kembali informasi dan pengalaman lama untuk mengakomodasikan informasi dan pengalaman baru. Informasi baru terkait dengan informasi lain yang diharapkan menyatu dengan skemata siswa sehingga terjadi pembentukan pengetahuan.
Menilik pada realita, Indonesia merupakan salah satu negara yang terdiri atas beragam suku dan budaya, dimana setiap suku dan budaya ini memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Seringkali tanpa disadari, masyarakat menerapkan konsep matematika dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, misalkan konsep membilang, konsep geometri, konsep aljabar (hitungan) dan sebagainya dengan istilah khas masyarakat itu sendiri. Pada beberapa sekolah yang dominan suku atau etnis tertentupun, seringkali mengajarkan matematika dengan menggunakan bahasa pengantar dari bahasa daerah setempat. Hal ini tentu mendorong seorang guru untuk mengenal dan memahami latar belakang suku dan budaya siswa, sehingga pengajaran matematika di sekolah dapat disesuaikan dengan lingkungan siswa.
Dalam kurikulum matematika modern terdapat dua cara mengajarkan matematika. Pertama, matematika informal yang diajarkan sejak Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Dasar kelas 3. Matematika ini berisi matematika yang sering ditemukan siswa pada lingkungan yang diterapkan oleh masyarakat setempat. Matematika ini dapat dikatakan sebagai matematika yang mengandung muatan lokal. Kedua, matematika formal diajarkan sejak kelas 4 Sekolah Dasar ke atas. Matematika jenis ini berisi matematika yang tidak terlalu menekankan muatan lokal, tetapi menuju kepada matematika abstrak.
Pada masa Covid-19 ini, pemerintah mengharuskan setiap lembaga pendidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran secara daring (online). Melalui perkembangan teknologi yang kian pesat ini tentu berimbas pada mudahnya pelaksanaan proses pembelajaran bagi setiap guru yang menguasai teknologi dengan benar. Seorang guru matematika dapat memanfaatkan aplikasi Storyboard That, Edmodo, Cisco Webex, Zoom, Google Classroom, dan sebagainya dalam menyampaikan materi dari mana saja dan kapan saja. Para siswa juga dapat mencari materi terkait di internet untuk memudahkan proses pemahaman materi dari guru. Namun, apakah hal ini sepenuhnya menjamin terlaksananya proses pembelajaran matematika yang bermutu? Dikatakan bermutu apabila pembelajaran matematika tersebut dapat diaplikasikan oleh para siswa untuk mempermudah segala aktivitas di lingkungannya. Berbagai materi matematika yang disajikan di internetpun seringkali tidak memiliki keterkaitan dengan lingkungan siswa. Jangan sampai pelajaran matematika yang diperoleh siswa hanya sekedar teori belaka tanpa ada keterkaitan dengan lingkungan sekitar siswa.
Salah satu cara agar pembelajaran matematika dapat bermutu adalah memanfaatkan pendekatan etnomatematika sebagai awal dari pengajaran matematika formal, sesuai dengan tingkat perkembangan siswa yang berada pada tahapan operasional konkret. Pendekatan etnomatematika ini dimaksudkan untuk membuat materi pelajaran matematika sekolah menjadi lebih relevan dan berarti bagi kehidupan para siswa. Menurut D’Ambrosio, seorang matematikawan Brasil yang memperkenalkan konsep etnomatematika ini, etnomatematika adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang matematika yang dipraktikkan oleh beberapa kelompok budaya tertentu seperti masyarakat pribumi, kelompok-kelompok pekerja, anak-anak golongan usia tertentu, pekerja profesional, dan lainnya. Hal yang sama dikemukakan bahwa kehadiran matematika yang bernuansa budaya lokal dapat memberikan konstribusi yang besar terhadap matematika sekolah karena sekolah merupakan institusi sosial sebagai akibat terjadinya sosialisasi antara beberapa budaya.
Etnomatematika seringkali ditemukan pada permainan tradisional, motif pakaian adat, tarian tradisional, bangunan bersejarah, pola hidup masyarakat, dan lain-lain. Pada setiap kegiatan ini biasanya ditemukan aktivitas membilang, mengukur, menghitung, jarak, dan sebagainya. Sebagai contoh eksplorasi etnomatematika yang pernah saya dan rekan saya lakukan pada permainan tradisional di masyarakat Manggarai Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Permainan tradisional ini adalah permainan banga yang biasa dimainkan oleh 2 atau lebih pemain dengan menggunakan biji mente sebagai alat permainan. Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat konsep membilang dan menghitung pada saat para pemain menentukan jumlah mente yang hendak dikumpulkan masing-masing pemain. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak berusia 3 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya anak-anak belum mengenal secara formal konsep membilang dan menghitung (+,-,∶,×). Oleh sebab itu, guru Sekolah Dasar di Manggarai Timur dapat memulainya dengan memperkenalkan aktivitas membilang dan berhitung pada permainan banga ini, kemudian dilanjutkan dengan matematika formal untuk materi ini. Selain itu, ada konsep bangun datar yang ditemukan ketika pemain mensketsa lingkaran dan garis lurus. Pada saat mengajarkan materi bangun datar, guru Sekolah Dasar di Manggarai Timur dapat memulainya dengan memperlihatkan contoh konkret ini kepada siswa. Gurupun dapat memperlihatkan atap rumah adat masyarakat Manggarai yang berbentuk kerucut saat hendak mengajarkan materi bangun ruang kerucut kepada siswa.
Berdasarkan uraian di atas, pada masa Covid-19 ini, teknologi dan etnomatematika dapat dikolaborasikan untuk mempermudah pemahaman materi matematika bagi para siswa. Para guru dapat merancang materi matematika berbasis budaya lokal kemudian disampaikan melalui berbagai aplikasi pembelajaran daring. Ada banyak aspek etnomatematika yang dapat dikaji secara mendalam sehingga memberikan makna kontekstual yang diperlukan untuk berbagai konsep matematika yang abstrak. Contohnya cara membilang, menghitung, mengukur, menentukan lokasi, merancang bangun, simbol-simbol tertulis, motif pakaian adat, gambar, dan benda-benda fisik lainnya yang ditemukan di masyarakat setempat. Gagasan etnomatematika ini dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika khususnya pada jenjang Sekolah Dasar. Dengan demikian, proses pembelajaran matematika pada masa Covid-19 ini dapat lebih bermakna karena memadukan pemanfaatan teknologi dan aspek budaya lokal. Para siswapun dapat terlibat secara aktif saat proses pembelajaran matematika karena materi yang disajikan disesuaikan dengan kehidupan budaya siswa. Dengan demikian, secara tidak langsung melalui matematika eksistensi budaya lokal tetap terjaga di tengah pesatnya perkembangan teknologi.
Referensi:
D’Ambrosio, U. (1985). Ethnomathematics and its place in the history and pedagogy of mathematics. For The Learning of Mathematics, 5(1), 44–47.
Jenahut, K.S. & Maure, O.P. (2020). Eksplorasi Etnomatematika Pada Permainan Banga Masyarakat Manggarai Timur. Jurnal Inspiratif Pendidikan, 9(1), 138-151.
Matematika Dalam Budaya: Kumpulan Kajian Etnomatematika Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta: Garudhawaca, 2019.
Maure, O.P. & Purnama, Ningsi, G.P. (2017). Ekplorasi Etnomatematika pada Tarian Caci Masyarakat Manggarai Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Nasional Etnomatnesia, Universitas Sarjawiyata Tamansiswa, Yogyakarta.