Konstruksi Perubahan formasi Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

Pada awal bulan ini bidang birokrasi Indonesia, Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang dipimpin oleh Bima Haria Wibisana menyatakan bahwa rekruitmen guru yang pada awalnya berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berubah menjadi Pegawai  Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).  Hal ini disampaikan pada Selasa 5 Januari 2021 yang lalu.

Tidak hanya guru namun klasifikasi jabatan PNS lainnya sejumlah 146 jabatan lainnya seperti bidang, Dokter pendidik Klinis, Dosen, instruktur, nutrisionis, okupasi terapis, dll.

Pernyataan yang dikeluarkan oleh Bima Haria pada dasarnya sudah dilegitimasi dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan Yang Dapat Diisi Oleh Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja.

Berdasarkan Pasal 2 Perpres ini menyatakan bahwa jabatan yang dapat diisi oleh PPPK meliputi Jabatan Fungsional  (JF) dan Jabatan Pimpinan Tinggi yang selanjutnya disingkat JPT.

JF diartikan sebagai sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1 angka 2 Perpres ini.

Selanjutnya JPT merupakan sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah berdasarkan Pasal 1 angka 2 Perpre ini.

Penggunaan terminolgi ‘dapat’ dalam peraturan tersebut mengindikasikan bahwa proses perekrutan jabatan fungsional diisi oleh PPPK dan maupun oleh PNS. Maka dari itu secara prosedur sangat bergantung dengan kebijakan dan pertimbangan pemerintah.

Mungkin saja untuk profesi guru, dosen, dll. dilakukan perekrutan dengan status sebagai Calon PNS namun dalam hal lain dapat dilakukan dengan prosedur Calon PPPK. Artinya peraturan ini tidak bersifat rigid atau kaku.

Jenis jabatan seperti Dokter pendidik Klinis, Dosen, instruktur, nutrisionis, okupasi terapis, guru dll. pada awalnya berstatus sebagai PNS. Hal ini didasarkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2010.

Namun kemudian peraturan ini diubah dengan dikeluarkannya  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan Yang Dapat Diisi Oleh Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja.

Artinya ketentuan mengenai status jabatan fungsional tersebut telah diubah dan harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Perpres tersebut.

Pada dasarnya kebijakan ini  sudah dikeluarkan atas koordinasi  lintas sektor yang diadalan oleh Menpan, Menteri terkait seperti Mendikbud dan BKN yang kedepannya jabatan fungsional diiisi dengan PPPK dan bukan lagi PNS.

Terdapat pelbagai pertimbangan kenapa kebijakan ini diberlakukan.

Semisalnya saja mengenai jabatan fungsional guru. Pelaksanaan PPPK ini didasarkan pada alasan bahwa saat ini sistem distribusi guru belum merata diseluruh Indonesia bahkan sejak 20 (dua puluh) tahun yang lalu dan konsisten berlangsung hingga sekarang.

Hal demikian bisa terjadi karena jika CPNS setelah guru itu bertugas 4 (empat) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun biasanya mereka berkeinginan untuk pindah lokasi sehingga berimplikasi terhadap sistem distribusi guru secara nasional. Bahkan memicu daerah-daerah dengan persebaran guru yang minim.

Padahal sebagai seorang CPNS termasuk guru harus bersiap dengan konsekuensi untuk bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali sebagaimana dimuat dalam surat Pernyataan keikutsertaan CPNS yang ditandatangani diatas materai oleh CPNS tersebut.

Maka dari itu pemerintah menginisiasi untuk menyelesaikan sistem distribusi tersebut dengan sistem PPPK sehingga proses perekrutan guru akan menyesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing daerah maupun masing-masing instansi sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara normatif kedudukan PPPK terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. PPPK merupakan warga negara  Indonesia yang memenuhi syarat tertentu yang diangkat berdasarkan Perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 4 UU ini.

Pada pasal 6 UU ini pun menyatakan bahwa pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK. Maka dari itu dari konstruksi diatas menunjukan bahwa PNS dan PPPK pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang secara simultan disebut dengan Aparatur Sipil Negara.

Kemudian apa yang disebut dengan Aparatur Sipil Negara?

Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

Lantas bagaimana implikasinya pada saat 147 jabatan fungsional yang pada awalnya merupakan PNS kemudian berubah menjadi PPPK?

Mari kita konstruksikan terlebih dahulu dalam hak  PNS dan PPPK

PNS berhak atas gaji, tunjangan dan fasilitas; cuti; jaminan pensiun dan jaminan hari tua; perlindungan dan pengembangan kompetensi.

Sedangkan PPPK berhak atas gaji dan tunjangan; cuti; perlindungan dan pengembangan kompetensi.

Dapat terlihat adanya perbedaan yang mendasar antar dua entitas tersebut seperti adanya fasilitas bagi PNS, adanya jaminan pensiun dan jaminan hari tua bagi PNS sedangkan PPPK tidak mendapatkan hak tersebut.

Perubahan dari PNS menjadi PPPK tentu akan menimbulkan reaksi yang beragam oleh masyarakat mengingat PPPK akan sangat bergantung pada obyektifitas perekrutan, manajemen dan aspek lain yang membutuhkan adanya pandangan netral, independen dan obyektif.

Sebab apabila mengacu pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 menyatakan bahwa Masa hubungan perjanjian kerja bagi PPPK paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.

Artinya posisi PPPK sangat dilematis pada saat mereka tidak dapat mempertahankan dan senantiasa meningkatkan kompetensinya.

Selain itu aspek kontinuitas posisi PPPK juga menimbulkan pandangan yang destruktif. Dibandingkan dengan PNS yang lebih memiliki kontinuitas pengembangan diri dan kompetensi dan adanya jaminan tua dll sehingga PNS dapat menerima manfaat bahkan setelah mereka pensiun. Sedangkan PPPK justru berbeda halnya.

Perbedaan mendasar lainnya dapat terlihat pada Pasal 55 UU ASN mengenai manajemen PNS yang meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan;  pengadaan; pangkat dan jabatan; pengembangan karier; pola karier; promosi; mutasi; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; penghargaan; disiplin; pemberhentian; jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan perlindungan.

Sedangkan manajemen PPPK berbeda, sebagaimana terdapat dalam Pasal 93 UU ASN yang meliputi: penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan perlindungan.

Apabila PPPK tida sesuai dengan kompetensi, kebutuhan instansi dan pencapaian kinerja maka ia dapat diberhentikan sesuai dengan perjanjian kerja dan kemudian dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.

Sekalipun hak dan kewajiban dan manajemen PPPK telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan diatas termasuk dikeluarkannya Peratuan BKN Nomor 1 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan PPPK namun pemerintah belum secara detail dan pasti mengatur tentang proses dan tata laksana pemenuhan hak dan kewajiban PPPK itu sehingga pada akhirnya pemerintah belum dapat melakukan pemenuhan dan menjamin kepastian hukum bagi PPPK sebagaimana disampaikan oleh Tri Widhi Ayusari, Tedi Sudaryat dan Sri Hartini dalam artikel yang berjudul Pengangkatan PPK dan implikasina terhadap hak dan kwajiban Kepegawaian.

Artinya sekalipun PNS dan PPPK berada dalam kesatuan ASN namun mengenai hak, kewajiban yang diatur dalam Peraturan Pemerintah yang berbeda, bahkan manajemennya berbeda.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

Avatar photo
Dara Salsabila

Dara Salsabila merupakan mahasiswa tingkat akhir Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara. Sekarang ini Dara fokus menjadi asisten penelitian dosen, riset, dan menulis ilmiah serta menjadi pekerja paruh waktu sebagai tutor/pengajar hukum dan UTBK Soshum. Dara mempunyai hobi membaca dan menulis. Motto hidup Dara adalah ‘tidak untuk biasa’.

Artikel: 22

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *