Literasi Digital dan Belajar dari Rumah

Sejak terjadinya pandemic akibat virus Covid-19, pembatasan jarak terus dilakukan demi mencegah penyebaran virus tersebut. Salah satu dampaknya adalah diberlakukannnya kebijakan “Belajar dari Rumah” bagi siswa pra-sekolah hingga mahasiswa.

Belajar dari rumah memiliki tujuan yaitu untuk

  • Memastikan hak peserta didik dalam mendapatkan layanan pendidikan tetap terpenuhi selama pandemic.
  • Mencegah dan melindungi warga sekolah dan universitas dari penularan Covid-19 di wilayah sekolah maupun universitas.

Kegiatan belajar diubah menjadi kegiatan belajar dari rumah akibat dibatasinya interaksi antara pendidik dan peserta didiknya. Penyampaian materi pun menjadi kurang efektif dan tidak mendetail, meskipun dalam Kurikulum 2013 telah ditetapkan bahwa proses pembelajaran adalah untuk membuat siswa menjadi pribadi yang gemar mencari tahu dan menganalisa suatu informasi.

Melalui Kurikulum 2013, Kemendikbud memulai Gerakan Literasi Nasional. Gerakan Literasi Nasional, khususnya literasi digital, perlu dipahami setiap individu bahwa literasi digital adalah hal yang yang dibutuhkan dalam kehidupan modern sekarang ini.

Literasi digital, menurut Paul Gilster, adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui perangkat komputer. Selain itu, literasi ini juga termasuk pada kemampuan berpikir kritis dan menyadari adanya dampak positif dan negatif dari penggunaan teknologi dalam kehodupan sehari-hari.

Douglas A.J. Belshaw mengatakan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital.

  • Kultural, yaitu memahami konteks pengguna media digital yang beragam.
  • Kognitif, berupa kemampuan dalam menilai sebuah konten.
  • Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual.
  • Komunikatif, dimana individu dapat memahami kinerja jejaring dan komunikais di media digital.
  • Kepercayaan diri yang bertanggung jawab.
  • Kreatif, bahwa individu dapat melakukan hal-hal baru menggunakan cara baru.
  • Kritis dalam mentikapi setiap konten.
  • Bertanggung jawab secara sosial.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, literasi digital adalah kecakapan yang tidak hanya melibatkan kemampuan menggunakan perangkat teknologi, informasi dan komunikasi, tetapi juga kemampuan bersoasialisasi, kemampuan dalam pembelajaran, dan  memiliki sikap, bersikap kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetensi digital.

Menurut Mayes dan Fowles, prinsip pengembangan literasi digital itu bersifat berjenjang atau bertingkat, dimana terdapat tida tingkatan dalam literasi digital.

  • Tingkat pertama, adalah kompetensi digital yang meliputi keterampilan, konsep, pendekatan dan perilaku.
  • Tingkat kedua, adalah penggunaan digital yang merujuk pada pengaplikasian kompetensi digital yang berhubungan dengan konteks tertentu.
  • Tingkat ketiga, adalah transformasi digital yang membutuhkan kreativitas dan inovasi pada media digital.

Dalam proses pembelajaran dari rumah, kemampuan literasi siswa menjadi penting. Dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut, baik pendidik maupun peserta didik perlu mencari sumber informasi lain untuk menunjang proses pembelajarannya, misalnya untuk referensi tugas, baik melalui buku maupun internet atau guru dapat mencari informasi aktual yang dapat dikaitkan ke dalam materi pembelajaran.

Dengan banyaknya informasi yang akan ditemukan, keduanya perlu memilah informasi mana yang relevan dengan topik pembahasan di kelasnya. Hal ini lah yang menyebabkan pendidik dan peserta didik memerlukan kemampuan literasi digital yang baik.

Seseorang dengan literasi digital yang baik berarti seseorang tersebut dapat memproses berbagai informasi, memahami pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Bentuk komunikasi yang dikehendaki termasuk menciptakan, mengolaborasikan, mengkomunikasikan serta bekerja sesuai dengan etika, paham kapan dan bagaimana teknologi dapat digunakan.

Kemudian jika dihubungkan dengan kegiatan belajar mengajar, literasi digital menurut Techataweewan dan Prasertsin diartikan sebagai seperangkat kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan perilaku) yang melibatkan penggunaan teknologi digital (komputer, smartphone, dll) dengan tujuan berkomunikasi, kolaborasi, ekspresi dan kegiatan pembelajaran.

Pengembangan tingkat literasi digital, baik bagi siswa, mahasiswa maupun pendidik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses belajar. Apalagi pembelajaran dari rumah lebih banyak dilaksanakan dengan pemberian  tugas kepada peserta didik dan memerlukan kreativitas lebih bagi pendidik untuk dapat menyampaikan materi secara efektif.

Kemampuan literasi digital yang baik akan sangat membantu peserta didik dalam membuat tugasnya. Mereka tidak hanya bergantung kepada material yang diberikan oleh pengajar tetapi juga mampu memahami dan mencari lebih banyak material tugas melalui internet, seperti melalui website-website hingga aplikasi-aplikasi edukasi  yang mulai bermunculan pada masa pandemi ini.


Sumber:

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/05/kemendikbud-terbitkan-pedoman-penyelenggaraan-belajar-dari-rumah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Materi Pendukung Literasi Digital. Jakarta: Kemendikbud. https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-content/uploads/2017/10/cover-materi-pendukung-literasi-digital-gabung.pdf

Rianto, Puji. 2019. Literasi Digital dan Etika Media Sosial di Era Post-Truth. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 8 (2) 24 – 35.

Simarmata, Janner, dkk. 2019. Inovasi Pendidikan lewat Transformasi Digital. Medan: Yayasan Kita Menulis.

Loading

Kunjungi juga website kami di www.lpkn.id
Youtube Youtube LPKN

intanrnt
intanrnt

Menempuh pendidikan dengan jurusan Pendidikan Geografi di Universitas Sebelas Maret. Pendidikan, lingkungan dan sosial adalah topik yang saya gemari.

Artikel: 6

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *